
Author: Tamara Kim /@SheFly_Out17
Cast: Kai, Sehun, Tammy
Other cast: Find by your self
Catagories: EXO, FanFiction, Continue, Horor, Thriller
Tags: Kai, Sehun, Tammy
Note: Hehehe castnya ada guanya. sekali2 author jadi cast kagak napee.. mian ye akalu ada tipo disegala cerita hope you like this. XD
PART 2
Aku di pindah tugaskan dari Seoul ke Jepang saat mendapatkan sertifikat keprofesionalan diriku dalam menangani virus C beberapa hari lalu dan kini aku bersama Miki menuju kantorku. Miki adalah meneger perusahan yang akan memberiku pengarahan sebelum aku turun tangan untuk melakukan ke tahap virus B.
Aku memasuki pintu kaca yang akan menetralkanku dari virus. Disemprotkan vaksin, ehm vaksin ini adalh vaksin virus D. lumayan juga, aku tak perlu repot-repot membelinya. Harga ini sangat mahal di Seoul, tapi akau sendiri bisa membuatnya. Kenapa harus beli?
Miki membawaku kekantor, tapi langkahku terhenti saat Miki menunjuk kearah 2 orang yang sedang tertawa. “Sehun!”, Miki memanggil orang itu dan salah satu dari mereka segera memandang Miki.
Itu Sehun? Lumayan, putih, tinggi dan menarik. Ah apa yang aku lakukan. Aku masih baru disini.
“Ini adalah professor baru untuk virus B, hanya 1 bulan ia mencapai kesini.”, Miki setengah berbisik kearah Sehun dan Sehunpun langsung memandangku takjub. Ia menjabat tanganku memberinya selamat. “Aku yakinkan virus B padamu, Sehun”, Sehun menunduk dan tersenyum entah berbicang apa seterusnya. Tapi intinya aku masih tidak terlalu bisa berbahsa Jepang.
Aku munduk beberpa langkah dari mereka karena kau tidak tertarik pada pembicaraan orang. Dan sadar bahwa dari tadi aku di perhatikan oleh teman yang lagi satunya.
Ia memandangku tajam dan seperti menyelidik. Ada setitik rasa tak percaya dan rasa rindu di dalamnya. Siapa dia kalau aku boleh tau?
“Ah, Kim cepat kemari.”, Miki menyadarkanku dan langsung mengikutinya.
Aku terus mengikuti Miki menuju sebuah ruang bertuliskan Presiden Direktur. Miki mengetuk pintunnya dan segera terlihat laki-laki paruh baya dengan kacamata separuh bulannya. Miki mempersilahkan aku duduk di kursi yang harusnya nyaman menjadi sangat panas. Saat ini aku terduduk bertatap muka dengan orang yang memintaku untuk meneliti Vaksin di laboratorium yang terpandang di muka bumi ini. bagaimana bahagianya bukan?
“Kau, Kim Tammy itu?”
Aku mengangguk, “Ya, aku Kim Tammy, perwakilan dari Seoul untuk panggilan anda kesini.”
Dia diam, seperti menelusuri semua tentang diriku dan sesekali ia berdeham membuah nafas panjang. Aapa aku tidak terlalu special untuk ini?
“Kau berkelahiran di Indonesia bukan?”, aku mengangguk, dia diam lagi membaca selember kertas. Aku yakin itu adalah IDku.
“Begini..”, ia membenarkan letak duduknya menghadapku dengan jari yang saling di kaitkan. “Aku tidak memaksamu untuk meneliti karena aku sudah mempunyai banya professor kelas A disini..”, DEG!! Apakah aku akan di D.O? ayolah, aku baru sampai disini dan langsung di pulangkan kembali? Bagaimana aku memasang muka di Seoul?
“Mak-mak-maksud anda..” susah payah aku tak gagap tapi sama saja. “Ah, jangan negative thinking dulu nona muda, aku hanya ingin bernegosiasi dengan anda sebentar. Jika anda gagal daam menjalankan percobaan 7 hari ini. Negara kelahiranmulah yang akan terkena virus T itu.”
DEG!! Mendengar perkataannya aku tak dapat bernafas. Virus T?? Itu adalah virus yang membuat kalian seperti zombie, atau memang benar-benar zombie mungkin. Itu tidak boleh terjadi.
“Kalau kau berhasil melakukannya tepat seminggu atau lebih baik kurang dari seminggu. Indonesia akan masuk dalam daftar list Negara yang akan diberi vaksin lebih cepat. Kau tau sendiri bukan? Vaksin yang kami produksi tidak dapat menyembuhkan seluruh manusia di muka bumi ini.”, suaranya yang berat dan terbesit penekanan membuatku menjadi terpojok di muka bumi ini. apa aku bisa?
“Kau satu-satunya penolong dari jutaan manusia di Indonesia itu sendiri nona muda. Berusalah semaksimal mungkin untuk semuanya.”, Presedir ini menyenderkan punggungnya perlahan dan mulai membaca IDku lagi. “Miki, bawa Kim ini ke laboratoium, ah~ dan kau Kim. Bergabunglah dengan mereka sebagai pahwalan disana”, eyes smilenya sangat mengerikan di balik kacamata separuh bulannya itu.
Selama perjalanan Miki tak lagi banyak bicara ia makin dingin dan hanya derap langkah kaki sepatu hak yang mengiringi kami. Aku seperti akan di hokum mati, melangkah menuju tempat eksekusi walau kalian tau aku sedang menuju laboratorium. Kini aku dan Miki berdiri dalam ruang putih dengan memakai baju putih yang sudah bertuliskan namaku disana. Mikin memiliki aura dingin sekarang. Kalau begini jadinya aku lebih baik tak menerima penghargaan seperti ini. mempertaruhkan selusurh manusia di Indonesia dengan waktu 7 hari, belum sampai menemukan vaksin aku sudah terlanjur gila karena ini.
Laser mengecek irisku untuk ID yang tertera. Semprotan gas vaksin mulai menutupi pandanganku sebelum memakai masker okisgen ini.
Miki membuka pintu besi itu dan segera melambaikan tangannya, sedetik kemudia orang-orang seperti astronot mulai keliuar dari plastic putih itu, membuka masker oksigen mereka.
“Perkenalkan dirimu..”,
Aku mengangguk dan membungkuk kecil. “Aku Kim Tammy, panggil saja Tammy. Senang bekerja sama dengan kalian.”
“Bahasa Jepangmu tak terlalu bagus, nona..”, ucap salah satu dari mereka. Aku hanya meringis malu. “Jangan harap kau bisa bekerja sama..”, samar-samar kumendengar seseorang dari mereka mengatakan itu, aku tak tau yang mana wajahnya karena ia sudah berbalik dan masuk kesana. Akupun ikut kesana mengikuti Miki. Aku benar-benar tak nyaman seperti ini.
Semalaman aku di labortorium ini, kulirik Miki ia sepertinya memberi aba-aba untuk selesai. Kumasukkan kembali sampel vaksin ini kedalam rak kecil bertuliskan nama pemiliknya. Aku.
Aku keluar dengan jantung lumayan rileks. Ada 6 hari lagi dan aku baru sana menyatukan vaksin itu dengan beberpa sampel virus AB yang biasanya akan menjadi bakteri baik seperti antibody. Kini aku bergegas pulang dan mencoba membuat beberapa rumus untuk mempercepat perkerjaanku besok.
Seharian tadi pagi Miki sudah mengajakku berkeliling Tokyo dan aku lumayan hafal jalan yang kulalui tadi. Lagi-lagi vaksin menampar tubuhku.
“Kau!”, aku berhenti dan menoleh kebelakang saat laki-laki berumur 4 tahun lebih tua diatasku sepertinya mencoba memanggilku. Aku terdiam, oh temannya Sehun tadi.
Dia sedikit berlari kecil, uap dari hidungnya mengepul dan sama sekali tak memakai jaket ataupun sweater. Kau tidak dingin saudara?
“Apa ini kau? Kau Tammy bukan?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar