Pengikut

Rabu, 24 Oktober 2012

Nice Kyuhyun, Bad Kyunnie Part 8


Cast                 : Cho Kyuhyun, Choi Siwon, Lee Sungmin, Kim Heechul,
Choi Sooyoung
Rated              : M
Disclaimer       : It’s contains gay, Boys Love, yaoi, toys! Don’t like? Then just don’t read it!
R-17+



SIWON’S POV

NGUING… NGUIINGG… NGUUINGG
.
.
“Tuan Choi, anda baik-baik saja?” seorang polisi menghampiriku sambil membawa segelas hot chocolate. Aku menatap wajah kalemnya dan tersenyum lemah. Ia meletakkan gelas yang dibawanya tadi di telapak tanganku. “Minumlah. Malam ini dingin sekali kan?” Polisi itu mendongakkan kepalanya memandangi langit penuh bintang. Aku tahu pria ini hanya berusaha mencairkan suasana tapi alih-alih menjawab aku malah diam menunduk. “.. adikku, dia bagaimana?”, Tanyaku pelan, nyaris tak terdengar. “Eh? Sebentar lagi dia pasti sadar. Tenang saja, ada banyak Tim Medis, tidak ada yang bisa menculiknya lagi!”, Ia menepuk-nepuk punggungku keras.
Nyeri di bibirku datang kembali ketika aku menenggak minuman berwarna coklat di tanganku. Luka-luka di wajahku belum sembuh total. Pak polisi ini lumayan peka juga. Ia memberiku minuman tanpa gula. Well, gula hanya akan membuat luka sobek di bibirku semakin perih. Aku menyisir rambutku ke belakang. Kenapa aku merasa gundah cuma karena ucapan namja brengsek itu? Bisa saja dia berbohong karena terdesak situasi. Tapi air matanya, hatiku bilang itu adalah air mata sungguhan. Bukan sekedar acting. Jika benar Kyuhyun mencintaiku, apa yang harus aku lakukan? Menolaknya terang-terangan? Bah! Alasan apa yang yang mesti kulontarkan jika ia bertanya? Kita adalah kakak beradik, tidak seharusnya.. bla.. bla.. Pabo kau Choi Siwon! Cepat atau lambat dia pasti akan mengetahui kenyataan jika dia bukan adik kandungmu!
Benar, tidak ada yang salah dengan yang barusan kukatakan. Kyuhyun tidak ada hubungan darah sama sekali dengan keluarga Choi. Orangtuanya adalah teman semasa sekolah Appa dan Eomma. Tapi suatu hari ayah asli Kyuhyun dituduh melakukan korupsi. Seluruh hartanya disita oleh pemerintah(?). Dalam keterpurukan ia memilih bunuh diri karena tak sanggup menanggung beban hidup keluarga kecilnya. Mayatnya ditemukan tak bernyawa di pinggir sungai. Berita menyedihkan itu segera terdengar oleh Appa yang kebetulan bekerja sebagai detektif swasta. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencari alamat Ibu Kyuhyun yang pergi membawa Kyuhyun. Saat rumahnya ditemukan, Appa hampir menangis melihatnya. Sebuah gubuk reyot yang tak pantas huni itu diduga berisi istri dan anak teman lamanya. Di sana Appa hanya mendapati Kyuhyun kecil yang berusia sekitar 3 tahunan menangis sendirian di dalam kamar mandi. Tubuhnya kotor dan kurus. Dihampirinya anak polos itu dan menanyakan keberadaan ibunya. Kyuhyun kecil hanya menggelengkan kepala sambil memeluk lututnya.
Di dekat Kyuhyun ada sepucuk surat yang sudah lecek kecoklatan bertuliskan : Tolong jaga anak saya sampai ia dewasa dan bisa memikirkan masa depannya sendiri. Ingatlah, Ayah dan Ibu selalu mencintaimu, anakku.


Appa dan Eomma akhirnya menitipkan Kyuhyun di sebuah panti asuhan. Berbulan-bulan kemudian Appa mendapat kasus yang berhubungan dengan eksploitasi anak. Betapa kagetnya dia sangat melihat bahwa tempat pengeksploitasian anak itu adalah tempatnya menitipkan Kyuhyun. Tak sengaja juga Appa bertemu dengan Kyuhyun yang sedang mengemis di jalanan. Appa begitu marah dengan kondisi namja kecil itu lalu tanpa pikir panjang dibawanya Kyuhyun ke rumah. Setelah berunding sengit dengan Eomma, mereka memutuskan untuk mengadopsi Kyuhyun sebagai anak angkat.
Walaupun mereka sadar kalau mereka itu terlalu sibuk dan pastinya akan menelantarkan Kyuhyun juga—seperti aku. 3 Februari, hari di mana Kyuhyun tiba di rumah. Kami semua menetapkannnya sebagai ‘Hari ulang tahun Kyuhyun’. Tubuh mungilnya terus meringkuk di gendongan Appa. Tak berani menghadap Eomma maupun aku.  Waktu itu aku yang belum mengerti apa-apa hanya terperangah—takjub. Makhluk cantik seputih malaikat itu akan menjadi adikku? Pikirku. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Kenapa anak itu terlihat sangat rapuh? Apa yang sudah dijalaninya selama ini, di usia semuda itu? Aku masih ingat jelas pertama kali Kyuhyun mau menggenggam tanganku dan tersenyum lembut. Dari lubuk hatiku muncul kalimat, “ah, aku harus melindunginya”. Kututup mataku dan tertawa kecil. Naif sekali diriku dulu.
Setahun kemudian Appa yang tak pernah berhenti mencari keberadaan Ibu Kyuhyun menerima kenyataan pahit. Wanita yang semula cantik jelita itu telah meninggal di rumah sakit. Penyakit kanker yang menggerogoti tubuhnya sudah sampai stadium 4 dan merenggut nyawanya. Eomma menceritakan semuanya padaku. Ia juga memberitahu letak makam ayah dan ibu Kyuhyun. Aku mendengus kesal. Ironis sekali memang, Ibu dan ayah kandungnya bahkan belum sempat mengucapkan selamat tinggal pada anak semata wayangnya. Bertahun-tahun kemudian Appa dan Eomma juga meninggal. Aku meminta agar mereka dimakamkan di tempat yang sama dengan keluarga Kyuhyun. Tentu saja ‘adik’ ku tak tahu sama sekali tentang permintaanku. Kelihatannya saja Kyu tidak ingat seperti apa wajah orangtua kandungnya. Toh, waktu itu dia masih sangat kecil dan ingatannya belum kuat. Atau bisa jadi dirinya sengaja mengubur semua kepingan kenangan itu di dasar hatinya? Entahlah, seharusnya kuberitahukan masa lalunya sejak dulu.
Namun aku selalu urung mengatakannya sampai sekarang, karena kurasa dia akan sulit untuk menerimanya. Dadaku berdebar lebih cepat. Semakin aku mengingat masa lalu itu, semakin kuat juga perasaan bersalahku. “Hyung..”, Lamunanku menguar. “Kyunnie..”, Aku bangkit dan memeriksa keadaannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jari-jari lentiknya mengelus pipiku. “Ayo kita pulang,” Ucapnya sembari tersenyum. Hatiku sakit melihat wajah yang rupawan itu menampakkan senyum yang menyayat hati. Tak bisa kubayangkan, apa ia masih mau tersenyum lagi padaku setelah kukatakan segalanya. Tak tahan, aku mendekapnya ke dalam pelukanku. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang menatap aneh ke arah kami. Yang kami butuhkan adalah satu sama lain. Aku ingin menekankan pada pemuda ini kalau dia tidak perlu takut disakiti lagi.
“Hyung, maafkan aku,” Katanya di sela perjalanan pulang. “Kenapa minta maaf?”, Aku bertanya tanpa memandangnya. Tangannya gemetar dalam genggamanku. “Karena ini semua adalah salahku,” Dia berhenti berjalan. Kedua bola mataku membulat. Astaga. Aku membuat anak remaja berusia 16 tahun menanggung segala masalah karena kehendak bodohku. “Bukan. Ini semua tidak akan terjadi kalau aku tidak memaksamu mencari partner!”, Sanggahku sembari memutar tubuh berhadapan dengannya. “Tidak! seharusnya aku bisa mencari yang lebih baik!!”, Kyuhyun memalingkan wajahnya dariku. Aku betul-betul muak. Kenapa dia selalu saja menganggap seolah dirinyalah penyebab dari musibah ini? “CUKUP! Dengarkan aku! Jangan berkata seperti itu lagi, ini semua bukan salahmu, Kyu!!”, Tak sengaja mulutku membentaknya dengan keras. Lidahku terasa kelu sehabis mengatakan kalimat yang aku sendiri tak menyangka bisa kukeluarkan. Kyuhyun tercengang. Ia diam terpaku memandangku. Suhu tangannya mendadak menurun.
Dirinya terguncang. Aku belum pernah membentaknya—sangat keras. Entah apa yang harus kuperbuat, aku menarik tangannya dan berjalan lagi menyusuri kegelapan malam. Walaupun tidak menoleh, aku bisa merasakan kalau Kyuhyun sedang menahan tangis. Berulang kali dia menyedot ingusnya yang menetes.  Tangannya juga tak henti-henti mengusap kedua matanya. Kugigit bibirku kuat. Aku telah menyakiti hatinya. Kyu tak terbiasa menerima perlakuan kasar apalagi bentakan. “… Don’t blame yourself,” Ucapku menghiburnya. Namja berambut coklat itu tetap tak berani melihatku. Daripada memaksanya bicara, aku membiarkannya tenang sejenak. Kami berdua tak mengucapkan sepatah katapun sesudahnya.
.
.
.
NORMAL POV
(In the Morning)
Kyuhyun menyimpulkan dasinya di depan cermin. “Benar kau sudah baikan? Izin saja hari ini, Kyu.” Siwon berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat di depan dada. “Aku sudah menyimpan nomor telepon kantor polisi di handphoneku. Jangan khawatir, Hyung.” Jawaban Kyuhyun tidak membuat Siwon puas. Tak mau berlama-lama, namja yang lebih muda segera menenteng tas sekolahnya dan berangkat. Siwon menghela nafas. Adiknya memang cukup keras kepala.
Kyuhyun tiba di kelasnya dan disambut dengan tak biasa oleh teman-temannya. Ia agak terkejut dengan antusiasme para penghuni kelas. “Kudengar kau disekap oleh Sungmin, apa itu benar? Kau baik-baik saja?”, Tanya salah seorang temannya. “I, iya. Baik,” Kyu agak kewalahan menjawab pertanyaan yang datang bertubi-tubi. Matanya mencari-cari kehadiran seseorang. “Dimana dia?”, “Maksudmu Lee Sungmin? Tadi pagi orangtuanya menelepon sekolah, katanya Sungmin sedang dibawa ke psikiater. Kabarnya setelah kejadian ini dia akan pindah ke SMU lain,” pernyataan itu mengagetkan bagi Kyuhyun. Dia yang telah menyeret namja bergigi kelinci itu masuk ke dunianya. Dia juga yang menyebabkan Sungmin harus pindah sekolah. “Sudah, biarkan saja orang itu. Dia itu kurang wa..”, “Tolong jangan bilang begitu. Kejadian ini bukan murni salahnya, aku juga terlibat.”, Kyuhyun memotong ucapan temannya. Semuanya terdiam. Suasana yang sempat canggung itu secara kebetulan diselamatkan oleh dering bel.
Kyuhyun menopang dagunya lalu menatap ke luar jendela. ‘Sungmin, tetaplah ada di sini’, Batin namja mungil ini serta mengatupkan matanya.
.
.
.
“Aku pulang,” katanya dengan wajah lesu. Ia mendengar suara gaduh yang berasal dari kamar Hyung-nya. Curiga jika ada pencuri yang masuk ke rumah, Kyuhyun mengambil sebuah Teflon yang tergantung di dapur. Dilongokkannya kepalanya ke sela pintu kamar. Kyu menghembuskan nafas. Ternyata suara gaduh itu berasal dari Hyungnya yang sedang mencari sesuatu. Diletakkannya Teflon itu tanpa menimbulkan suara dan melangkah mendekat ke Siwon yang berlutut.
SIWON’S POV

Bruk.. Bruakk.. Dimana? Ada dimana benda itu? Aku membongkar kardus-kardus lama yang berisi peninggalan Appa dan Eomma. Benda itu harus kutemukan. Hanya itu satu-satunya benda yang bisa menyakinkan Kyuhyun tentang orangtua kandungnya. Sebelum aku bilang padanya aku harus bisa menemukan benda itu. Lenganku mulai lelah mengubrak-abrik isi kardus, tapi hasilnya nihil. Kemana hilangnya benda itu? “Siwon Hyung, apa yang sedang kaulakukan?”, Suara Kyu nyaris membuatku jantungan. “Ti.. Apa kau pernah melihat buku agenda berwarna biru dengan gembok kecil dari perak?”, Tanyaku sambil membuat gesture buku dengan jari telunjuk. Namja berambut coklat berusaha mengingat-ingat. “Tunggu..”, Ia hanya berkata begitu dan berlari ke kamarnya. “Seperti inikah?”, Ditunjukkannya buku itu padaku. Aku tersenyum lebar. Akhirnya. “Bagaimana kau bisa memilikinya?”, Kuambil agendanya. “Aku sering melihat Appa menulisinya. Kurasa ini benda yang berharga jadi, aku tak memasukkannya ke dalam kardus. Lagipula aku tidak punya gemboknya jadi kutaruh saja di laci mejaku”, Jelasnya. Perlahan ludahku mengaliri kerongkonganku yang mendadak kering.
Agenda ini sudah ada di genggamanku. Sekarangkah saat yang tepat? Aku membuka gembok perak yang terkait di buku itu dengan kunci yang diberikan Appa sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Kyuhyun tidak nampak terkejut. Kuraih tangannya dan membimbingnya untuk duduk di sela kakiku. Aku memeluk tubuhnya dari belakang. “Kyunnie.. Akan kuberitahu kau satu rahasia besar,” Aku memejamkan kelopak mataku. Ia mengangguk dengan gugup. “Sebenarnya… Kau bukan adik kandungku,” Kurasakan tubuh di pelukanku menegang. “I,ini gurauan kan?”, dengan tegas aku menjawab ‘Tidak’. “Kedua orangtuamu telah meninggal. Appa dan Eomma yang selama ini merawatmu bukan orangtua biologismu, Kyu,” Kuberikan agenda biru itu kepadanya. “Bacalah. Kau akan mengerti,” Kataku. Aku tidak sanggup menguraikannya satu persatu. Ini terlalu menyakitkan. Di dalam agenda itu tertuang perjalanan Kyuhyun dan mendiang orangtuanya yang ditulis Appa setiap hari semasa hidupnya. Kutunggu namja mungil itu hingga selesai membacanya. Hanya bunyi gesekan antar halaman yang terdengar di ruangan ini.
Tiba-tiba ia mulai berontak dan membanting buku itu ke lantai. Dengan cekatan aku menahan tubuhnya agar tetap berada di pelukanku. “Bohong!! Apa yang tertulis di sini semuanya adalah kebohongan!! Ayo, bilang kalau ini bohong, Hyung!”, Teriaknya dengan nafas yang agak tersengal. Kyuhyun berusaha menolak apa yang sebenarnya terjadi di masa lalunya. “Kyunnie, Appa tidak mungkin berbohong! Kau tahu sendiri kan?”, Dirinya masih meronta-ronta. Tapi kali ini ada air mata yang jatuh membasahi tanganku. Badan mungilnya tersentak-sentak karena menangis. “Hiks..! You’re a Liar! Tell me the truth.. Hhh.. Huk.. huks!”, Aku menutupi kedua matanya dengan telapak kiriku. Air mata itu terasa hangat ketika merembes. “I’m so sorry, aku tidak lebih cepat mengatakannya padamu,” Kyuhyun mencengkram pergelangan tanganku. Lukaku terkoyak oleh kukunya. Perih ini belum seberapa dengan luka batinnya.
“Mereka jahat.. Kenapa meninggalkanku.. huuk..”, Kuelus dadanya yang naik turun. “Mereka tidak punya pilihan, Kyunnie.”, Ujarku pelan. “Selalu ada pilihan!! Hidup dalam keterbatasan pun tidak apa, asal mereka tidak membuangku!!”, Nada bicaranya meninggi hampir seperti jeritan. Pastilah dia marah sekali. Anak mana yang tidak kecewa dibuang oleh kedua orangtuanya? Jika aku berada di posisinya pun aku pasti bertanya-tanya. ‘Apa aku bukan anak yang diinginkan?’ Aku yakin itu yang pertama kali muncul di benak namja kecil ini. Kueratkan pelukanku. Keputusan sepihak yang dibuat orangtua Kyuhyun, kurasa aku bisa sedikit memahaminya. “Mereka ingin kau hidup dengan baik, bersama Appa dan Eomma. Mereka bukannya tidak sayang padamu. Kau sudah membacanya, kan, kertas pesan dari Ibumu yang ditempel di salah satu halaman agenda? Itu buktinya.”, jelasku. Tangisannya mereda begitu kusinggung soal surat dari Ibunya.
“Se, seperti apa..”, tanyanya. “.. rupa ayah dan ibuku?”, lanjutnya. Kemudian aku mengambil selembar foto yang selalu kusembunyikan di antara tumpukan baju bekas di kardus. Kulepas telapakku yang menutupi matanya. Walaupun gambar di foto itu adalah potret diri mereka semasa sekolah, tapi bisa dilihat yang mana Ibu Kyuhyun. Muka mereka sangat serupa. Cantik. “Ibu.. ku?”, Kyuhyun balik memandangku dengan kedua matanya yang memerah. Aku tersenyum. “Iya. Mirip kan denganmu?”, Kyuhyun menerawang jauh entah kemana. “Aku ingin bertemu dengan mereka,” Aku sudah memikirkan segala kemungkinan terburuk.
Tapi aku tidak menyangka namja kecil ini akan mengatakan hal bodoh. “Tidak sekarang, Kyunnie. Jangan tinggalkan aku sendiri,” Kucium pundaknya mesra. Jantungnya berdetak kuat dibalik kemejanya. “Kenapa tidak boleh?”, Leherku tercekat. “Karena.. Aku membutuhkanmu,” Jawabku tulus. “Apa arti diriku  bagimu, Siwon Hyung?”, Hatiku mencelos. Menjalin hubungan yang lebih dari ini tidak akan bisa berjalan mulus. Kau tahu kan, Kyuhyun? Kukepalkan tanganku dan berkata, “kau tetap adik kecilku yang kusayangi. Akan selalu begitu.”
Tak terpikirkan kata-kata lain di otakku. Aku hanya mencari jalan aman saja. Sekalipun hatiku juga ikut merasa sakit, tidak mungkin aku memberi Kyuhyun secercah harapan baru. Di luar perkiraanku, Kyuhyun tidak berusaha lari menjauhiku dan justru diam di tempat. Ia menunduk. Apa aku terlalu kejam padamu sampai kau tidak mampu bangkit? Salahkah aku berkata demikian? Kumohon, maafkan aku, Kyunnie. Jika saja kau tahu apa yang kukatakan tadi tidak sejalan dengan hatiku, kau pasti bisa memahaminya. “Ayo kita jalani hidup seperti dulu saat kejadian-kejadian mengerikan itu belum terjadi,” …..
~~~To Be Continued~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar