Pengikut

Minggu, 08 April 2012

Our Daddy


Our Daddy
By Yen Yen Mariti

Pemeran wanita tidak disebutkan namanya, anggaplah itu kalian…
**
Huhh, aku kesepian lagi. Selalu saja seperti ini setiap hari. Dimulai dari jam 7 pagi aku akan kesepian, suamiku-Lee Donghae- dia bekerja, dan putraku-Lee Dong Wa-, ia pergi kesekolah. Ahhh, rasanya aku menyesal dulu telah membangun tempat tinggal seluas ini, toh rumah ini hanya dipenuhi para pelayan.
Kulangkahkan kakiku ke dapur, inilah yang kulakukan untuk mengatasi rasa jenuhku. Memasak, meski kami sudah punya belasan pelayan untuk melayani semua kebutuhan keluarga ini.
“Ahh Nyonya, tolong jangan lakukan ini. Inikan pekerjaan kami para pelayan, Nyonya tidak boleh bekerja, katakan saja pada kami apa yang Nyonya butuhkan,” Bibi Kim selalu saja seperti ini saat beliau melihatku sudah mengenakan celemek biru kesukaanku.
“tidak apa-apa Ahjumma, aku senang melakukan ini. Biarkan aku memasak, yaaaa…” sifat kekanakan ku muncul lagi, memohon dengan tampang anak kucing yang sedang kedinginan. Tapi pada akhirnya semua orang akan takluk melihat tampang wajahku yang seperti ini, hihihi…
Aku selesai. Dan kejenuhan kembali menyelimutiku, kurogoh ponsel dari kantong dressku dan segera menghubungi orang yang sangat aku cintai di dunia ini.
“Hae…” panggilku girang saat dia mengangkat telepon dariku
“hmm…?”
“kau sedang apa? Sibuk tidak ? aku sedang bosan sekarang, temani aku bicara ya.”
“Heh ??” kedengarannya dia sedang terheran-heran padaku. memangnya kenapa?
“Wae ?” tanyaku.
“Apa kau tidak tahu malu ha ? tadi pagi kau marah-marah padaku dan sekarang kau minta aku menemanimu karena kau bosan. Huh ! AKU SIBUK.” Klik! Donghae memutus sambungan.
Aku mengerutkan dahiku, mencoba mencerna apa yang tadi diucapkan suamiku. Aku marah-marah ?? ahh iya aku ingat. Tadi pagi saat dia dan Dong Wa sarapan aku marah secara tiba-tiba, tanpa alasan lagi. Huh ! kenapa siih dia tidak bisa mengerti aku ? Orang hamil kan memang suka berubah-ubah moodnya. Dulu waktu aku mengandung Dong Wa juga begitu kan.
**
“Aku pulang !” aku segera berlari keluar kamar saat mendengar teriakan Donghae yang baru pulang. Seperti biasa dia menemui Dong Wa terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar kami.
“Bagaimana sekolahmu?” tanyanya pada putra satu-satunya.
“Baik Appa,” jawab Dong Wa.
“Bagus itu baru anak Appa. Sudah malam sekarang ayo tidur.” Dong Wa menganggukan kepala, DongHae menggendongnya mengantarnya ke kamarnya.
“Haeeee…” kupeluk lengannya saat dia keluar dari kamar Dong Wa, inilah yang setiap hari aku lakukan saat suamiku pulang kerja. Menyambutnya dengan perasaan bahagia. Aku berniat membukakan jas yang masih terpasang di tubuhnya, tapi dia malah melenggang masuk ke kamar tanpa memperdulikanku.
“Hae kau kenapa siih ?” aku ikut masuk ke kamar dengan wajah kusut, dia melepas bajunya lalu berlalu ke kamar mandi. Tidak lama dia keluar memakai piama tidurnya, lalu masuk ke dalam selimut tebalnya.
Dia kenapa siih ? apa masih marah denganku ? dia bahkan tidak mengizinkanku melayaninya saat dia pulang kerja. Biasanya saat dia pulang kerja dia akan memelukku, bertanya apakah aku merindukannya. Lalu aku melepas jasnya dan menyiapkan air mandi untuknya, setelah itu kami ke tempat tidur bersamaan. Sebelum tidur dia pasti menciumku, dan berkata “aku mencintaimu, jangan lupa mimpikan aku ya..”
Huhhffftttt… aku menghela nafas panjang saat mendengar dengkurannya. Dia pasti sangat kelelahan hari ini. DongHae sangat jarang tidur mendengkur, dia hanya akan mendengkur apabila dia kelelahan dan merasa stres. Apa pekerjaannya di kantor terlalu banyak dan melelahkan ya? Ah entahlah.
Kudekatkan telingaku ke dadanya, aku selalu tidur seperti ini setiap malam. Detak jantungnya yang berirama adalah nyanyian sebelum tidurku.
**
Tiba-tiba aku terbangun, rasanya ada yang aneh. Mataku mencari-cari jam dinding. Jam 2 malam, tidak biasanya aku terbangun seperti ini. Kulihat Donghae masih tertidur pulas dengan dengkurannya dan sedikit pulau kecil di daerah pipinya, membuatku tertawa geli.
“Haeee ayo bangunnnn” aku mengguncang tubuhnya dengan susah payah agar dia bisa terbangun.
“Haeeee !!” aku bahkan memukul-mukul lengannya, astaga apa yang terjadi padaku hingga setega ini memukulnya.
“Waeyo?” akhirnya dia bangun juga. Aku tidak dapat menahan tawaku saat dia mengelap liur yang membasahi separo pipinya. “ck ! kau kenapa sih, membangunkanku malam-malam seperti ini lalu tetawa tidak jelas.”
“Hehe, mianhae. Tapi kau lucu, tidur mendengkur dipenuhi air liur”
“Kau mengejek aku ?”
“Ahh tidak, bukan begitu aku hanya…”
“Sudahlah ! jadi, apa yang kau inginkan di malam selarut ini ?” tanyanya sambil menggosok-gosok matanya yang sepenuhnya belum terbuka.
“Aku.. ah tidak tapi anak kita. Katanya ia ingin makan sate ikan,” aku mengutarakan apa yang kuinginkan.
“Besok saja, aku lelah” dia kembali merebahkan tubuhnya di kasur empuk kami.
“Haeee aku mau sekarang” aku kembali mengguncang-guncang tubuh kekarnya.
“aiiishhh ! baiklah aku carikan sekarang.” Dia segera mengganti bajunya dan meraih kunci mobil.
“AKU IKUT !” teriakku.
“Jangan ini sudah sangat larut, tunggu saja di sini.” Larangnya padaku, tapi aku menggeleng.
“Anakmu bilang ia ingin sate ikan yang dijual dipinggir jalan dan harus memakannya di sana,” aku mulai ber-argumen pada suamiku.
“Aigooo !! Baiklah ganti bajumu cepat, aku tunggu di bawah.” Hae keluar dari kamar, meninggalkanku yang sedang berganti pakaian, namun dapat kudengar jelas dia menggerutu di luar kamar. “Apa orang mengidam selalu seperti ini, menyusahkan saja.. ahh resiko sebagai seorang Ayahh !!”
**
“Sudah cukup ! jangan makan lagi, kau sudah makan 24 tusuk tauuu” Hae mencegahku saat tanganku meraih tusuk-tusuk sate ikan. “Nanti kau muntah, siapa yang tahan dengan muntahanmu haa? Aku akan membuangmu ke laut jika kau muntah..” orang-orang di sekitar kami tertawa melihat kelakuanku dan suamiku.
“Baiklah, aku menurut. Dasar kau Appa yang jahat, tega sekali berniat membuang istri dan calon bayinya ke laut !” aku mengalah, melepaskan tusuk-tusukan sate itu ke tempatnya kembali.
**
“Hentikan mobilmu disini,” pintaku saat DongHae mengarahkan mobilnya ke jalan menuju rumah kami.
“Wae ?”
“Mobilmu tinggalkan saja di sini, kita jalan-jalan dulu. Mau kan ?” kutari-tarik jaketnya, dia menghela nafas panjang.
“Aku tidak bisa menolak. Ini juga demi anak baruku. Huhhhh” diia menurut, memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, dan menuruti keinginanku untuk jalan-jalan di hari yang masih gelap. Kupeluk erat lengannya, merasakan kehangatan tubuhnya.
Masih sama. Walau sudah enam tahun aku bersamanya, tapi kehangatannya masih sama seperti saat aku pertama kali memeluknya.
Kuhentikan langkahku di depan sebuah rumah berpagar tinggi. “Wae?” tanya Hae.
“itu… aku ingin kau ambilkan bunga mawar itu” kuarahkan pandanganku pada sekumpulan bunga mawar yang ada di halaman rumah tersebut.
“Pagarnya tinggi, jangan bilang kau minta aku untuk memanjatnya.”
“Aku memang berniat begitu…”
“Astaga…” celetuknya. Aku tersenyum senang. Hae memanjat pagar tinggi itu lalu memetik setangkai mawar merah untukku. Tapi sialnya seseorang dari dalam rumah berteriak saat Hae memanjat kembali pagar rumahnya.
“YA! Kalian apa yang kalian lakukan. Dasar pencuri AWAS KAU !!”
“Ayo lariiii….” Hae menarik tanganku, mengajakku berlari bersamanya. Setelah jauh dari rumah tadi kami berhenti dengan nafas yang sama-sama memburu.
“Jangan minta yang aneh-aneh lagi, aku tidak habis pikir bagaimana bisa orang hamil sepertimu berlari sekencang tadi.” Ucapnya sambil berusaha mengatur nafasnya. Aku terkekeh sendiri. “ini..” Hae menyodorkan setangkai mawar merah yang tadi dipetiknya, padaku.
“iiiihh rusak !! tidak mau” dengan cepat kulempar bunga itu ke sembarang tempat.
“MWO ?! kau membuangnya ??” Hae tampak shock. Huaahahaha
“Bunganya jadi layu karena kau bawa berlari. Aku tidak suka..”
“Aiiishhhhhhh ! jika saja kau tiidak hamil aku akan menggigitmu sampai puas.” Dia tampak emosi. Tapi aku santai-santai saja, dia berbohong. Mana mungkin dia tega menggigitku, aku adalah istrinya. Wanita yang sangaaaaaaaaat dicntainya, yahhh walaupun aku urutan kedua setelah Ibunya siih. Hehe
“Hae bawa aku ke suatu tempat,” pintaku.
“kemana?”
“Sungai Han. Sudah lama kita tidak ke sana, boleh ya?” tanyaku dengan suara lembutku. Hae mengacak rambutku gemas.
“baiklah, ayo kita pergi.”
**
Bagiku sungai Han adalah sungai terbaik di seluruh dunia. Sungai terindah yang memberikan aku nasib sebaik ini. Aku tersenyum kecil mengingat pertemuan pertama kami yang terjadi di sini-Sungai Han-, saksi cinta kami.
Udara di sini sangat dingin, kepeluk erat lengan suamiku tersayang. “Hae apa kau masih marah padaku ?”
“Marah ?”
“Iya, kan tadi pagi aku memarahimu tanpa sebab. Kau jadi jengkel padaku.”
“Siapa yang marah padamu, aku tidak marah sedikitpun.” Hae melingkarkan tangannya di pinggangku, menambah  kehangatan padaku.
“Lalu apa artinya sikap dingin yang kau tunjukan padaku sejak kau pulang kerja ?” aku mendongak, menatap wajahnya yang berada lebih tinggi dariku.
“Hahahaa, itu hanya untuk menjahilimu.” Dia tertawa hebat melihatku. “Memangnya selama ini aku pernah serius marah padamu, tidak kan ?” aku mengangguk, dia mengacak rambutku.
“Sudah hampir pagi, ayo kita pulang.” Ajaknya, dia melepas pelukannya pada pinggangku dan melangkah mendahuluiku.
“Tunggu dulu, berbaliklah sebentar…” pintaku padanya, tapi dia tidak menghiraukan kata-kataku.  “YA! Ikan jelek, bodoh, cerewet, lamban, tuli…….!!” aku menarik tangannya sekuat tenagaku, menyebabkan tubuhnya berbalik menghadapku, wajah kami bertemu. Tanpa kusia-siakan waktu lagi aku segera mencium bibir merahnya yang hangat.
“Walaupun aku adalah ikan yang jelek, bodoh, cerewet, lamban dan tuli tapi kau sangat mencintaiku, benar begitu…?” nafasnya menerpa wajahku, karena dia berbicara di depan wajahku yang tidak berjarak dari wajahnya.
“Benar  aku sangat mencintaimu Lee Donghae…” aku mengiyakan. Aku benar benar mencintai laki-laki ini, sampai kapanpun. Aku yakini itu. Hae tersenyum, membelai  wajahku dengan jari-jari besarnya dan mulai menyatukan wajahnya pada wajahku, kami berciuman lagi.
Hae segera menghentikan ciuman kami, membuatku sedikit bingung. “Lihatlah, matahari terbit…” dia menunjuk ke arah timur yang mulai di sinari cahaya. Indahh sekali.
“Indahh…” ucap kami bersamaan.
“Hae ?”
“Hmmm?”
“Gomawoo…”
“mm”
“Hae ?”
“Hmmmm?”
“Saranghae.”
Aku mencintaimu… aku mencintaimu… aku mencintaimu…
Itu adalah kalimat favoritku sejak aku mengenalmu.
Aku tidak pernah bosan mengatakannya
Sampai kapanpun.
Karena aku memang sangat sangat sangat mencintaimu,
My beloved husband, Lee DongHae.
_THE END_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar