Pengikut

Sabtu, 06 Oktober 2012

Because of You, Mr. Cho!


Because of You, Mr. Cho!
@Aeri_Tamie | Cho Kyuhyun, Song Ae Ri, and other | PG – 17 | Romance, Comedy | Drabble
Disclaimer : 30092012 – Keseluruhan cerita hanya milik saya. No plagiator! Hargai saya sebagai pemilik cerita.
Annyeong!^^ I’ll be back with a new fanfiction! #alah. Oke, ini sangat gak penting. Saya cuman bilang gamsahamnida buat readers yang selalu setia menunggu. [emang ada? #miris]
Ya sudahlah. Intinya, Cho Kyuhyun itu suami saya [ngarep] #ditabok, Lee HyukJae dan Lee Donghae selingkuhan saya #terus? dan Song Ae Ri hanya tokoh fiksi milik saya #eaa. Warning! Note yang gak penting. Gak usah dibaca! Langsung aja, cekidot!^^
Last edit by Linnika Sora (06.12.2012)
***

Aku berlari agak tergesa-gesa. Hari ini, aku tak bisa menerka dengan baik. Apakah hari ini keberuntunganku atau kesialanku? Entahlah. Yang pasti, aku benar-benar panik. Kenapa?
Karena seorang namja yang bernama Cho Kyuhyun!
Argh~ namja itu berhasil membuatku gila. Ya, aku baru saja mendengar kabar yang tak baik. Bisa dibilang buruk. Sangat buruk. Kudengar, hari ini Kyu mengalami kecelakaan. Lagi.
“Tuan Cho!!!” pekikku. “Berhenti membuatku seperti ini! Kau ingin mati, hah?!”
Aku tak habis pikir, kenapa dia itu identik sekali dengan kecelakaan? Baiklah, aku tidak bermaksud untuk mendoakannya. Tapi, itu memang kenyataan yang ada. Kepalaku terasa ingin pecah karena terus memikirkan keberadaannya.
Dan kini, aku berlari ke rumah sakit. Dari rumahku ke rumah sakit tanpa sarana transportasi. Hanya berlari dan tenaga yang cukup banyak. Mungkin banyak yang mengatakan bahwa aku gila, tapi jika aku merasa di posisi panik seperti ini, aku akan bertekad melakukan hal yang di luar dugaan. Seperti ini.
Aish, aku begini karena kau, Tuan Cho!
Aku langsung berlari masuk ke rumah sakit dan menghampiri seorang suster di meja resepsionis dengan napas terengah-engah.
“Suster…”
“Ya. Ada yang bisa saya bantu, Nona?” tampak suster itu tersenyum ramah.
“Di-dimana ka-mar pa-pasien.. Cho Kyu-hyun?” tanyaku dengan napas yang masih belum teratur.
“Tunggu sebentar, Nona,” tampak suster itu mencari nama yang kusebutkan. “Di kamar 420 lantai 3.”
Aku langsung mengangguk. “Ne. Gamsahamnida.”
Kemudian, aku kembali berlari menuju lift. Pikiranku semakin kacau. Aigo Tuan Cho, apa yang kau pikirkan sebenarnya? Aku mencoba untuk mengatur napasku. Bocah itu berhasil membuatku seperti ini. Awas saja jika aku melihatnya dengan kondisi parah.
Setelah sampai di lantai 3, aku kembali berlari mencari kamar pasien nomor 320. “317, 318,319,320!” gumamku.
Braakk!
Aku langsung membuka pintu kamar nomor 320. Eh? Bukannya Kyuhyun yang kumaksud, malah seorang anak kecil yang sedang terdiam kaget melihatku. Tampak, ibu dari anak kecil itu mulai melihatku dengan aneh.
Nuguyeyo?” tanya ibunya dengan lembut.
Aku masih terdiam. “Eh, bukankah ini kamar pasien nomor 320?”
Tampak, ibu itu menggeleng. “Aniyeyo. Kamar pasien nomor 320 berada di sebelah. Nuguyeyo?”
Sontak, wajahku merah menahan malu. “Jwesonghamnida, Ajumoni. Saya salah memasuki kamar. Jwesonghamnida,” sesalku. “Saya harus pergi. Annyeong hikaseyo.”
Aku kembali menutup kamar pasien itu perlahan. Sungguh, betapa malunya aku akan hal ini. Hanya karena bocah evil menyebalkan itu, aku jadi seperti ini. Tadi aku baru ingat, kalau tadi aku membuka kamar pasien nomor 319.
Baboya!, umpatku.
Segera, aku kembali berlari menuju kamar pasien nomor 320 dan segera membukanya tanpa aba-aba. Ini pasti kamarnya! Aku tak boleh salah lagi!, pekikku dalam hati.
Braakk!!
Kedua mataku melihat dan mendapati seorang namja yang tengah terdiam sambil memainkan PSP dengan santai. Kulihat juga, seorang namja tengah duduk di sofa sambil memegang ponselnya.
“Kyu, Eunhyuk Oppa..” panggilku dengan nada parau karena aku belum sempat kembali mengatur napasku.
Kulihat, mereka menoleh bersamaan. “Ae Ri.”
Annyeong.”
Aku langsung menoleh ke sumber suara dan mendapati Hyo Ae, sahabatku, sedang membawa sebuah baki berisi semangkuk bubur dan segelas air. “Ae Ri-ya, kau sudah datang.”
Annyeong, Ri-ya!” sapa Kyu sambil tersenyum tanpa rasa bersalah.
Selama beberapa saat, aku hanya bisa melongo melihat sikap mereka semua. Jadi, semua pengorbananku ini sia-sia? Entah kenapa, darahku mulai naik dan berhenti di otak. Kurasakan juga, telapak tanganku mulai mengepal. Pertanda aku sudah mulai kesal.
“Yaaa!!! Tuan Cho! Kau ingin mati, hah?!” seruku kesal. Ingin rasanya mengeluarkan semua kekesalanku ini padanya. Kulihat, tangannya di perban. Anak ini sebenarnya kenapa?
“Dia jatuh dari tangga.” Aku langsung menoleh ke sumber suara. Eunhyuk Oppa. Tampaknya, ia bisa membaca tatapan mataku saat ini.
Seketika, hatiku mulai melunak. Tapi, masih saja kekesalan muncul.
“Dia tak mau makan, Ri-ah,” kudengar, Hyo Ae mulai angkat bicara. “Makanya, dia menunggumu.”
Aku kembali melirik ke arah Kyu. “Untuk apa kau menungguku?”
Dia hanya tersenyum. Aish, senyumnya itu membuatku benar-benar tak bisa marah padanya! Kudengar Eunhyuk Oppa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju Hyo Ae yang baru saja menaruh baki itu.
“Kami pergi dulu. Kalian bicaralah berdua. Kami tak mau menganggu.” Pamit Eunhyuk Oppa padaku. Aku hanya mengangguk pelan. Kudengar, pintu telah tertutup rapat.
Kemudian, mataku kembali beralih ke arah Kyu yang mulai memasang wajah aegyo. Deg! Kalau seperti ini, lebih baik aku ditendang ke kutub utara daripada aku merasakan hal aneh ketika melihatnya begitu.
“Ri-ya, palli nawa.” Ajaknya.
Aku menuruti perkataannya karena tubuhku sudah lemas. Aku duduk di samping ranjangnya. Kutatap ia dalam-dalam. “Mwoya?”
Kerasakan, tubuh kokohnya mulai mendekatiku dan memelukku dengan erat. Aku hanya bisa diam terpaku. Ya, tubuhku sudah kaku karena aku sudah tak punya tenaga lagi. Lagipula, sudah lama aku tak berlari seperti ini.
Mianhae, Ri Chagi,” gumamnya. “Mianhae, aku telah membuatku khawatir.”
Ya. kau pintar sekali membuatku khawatir. Sehingga, hari ini aku benar-benar seperti sehabis olahraga senam irama.”
“Olahraga?” ulangnya setengah bertanya. Kurasakan, ia melepas pelukannya. “Kau sehabis darimana sebelum kemari?”
Aku memutar bola mataku. “Aku pulang sehabis dari kampusku dan berlari dari rumahku sampai kemari.”
Tampak, kedua matanya membulat. “Jinjjayo?”
Aku mengangguk lemas. “Dan, ini semua karena kau, Tuan Cho!” seruku setengah kesal.
“Haha..” Kudengar ia tertawa. Apa? Hanya itukah reaksinya? Kemudian, ia tersenyum. “Ri Chagi, mau makan tidak? Aku lapar.”
Pandanganku mulai beralih ke arah baki yang dibawakan oleh Hyo Ae tadi. Sebuah bubur. Err, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku menyukai bubur. Jadi..
Heek! Tiba-tiba, mulutku sudah dijejalkan sebuah bubur oleh Kyu. Sontak, aku membulat kedua mataku dan hampir mau muntah. Aku benar-benar membenci bubur.
“Makan yang banyak. Kau butuh tenaga ekstra untuk mengomeliku lagi.” Ucapnya sambil memegang sendok dengan tangan kiri. Aku berusaha menelannya. Enak. Tapi, tetap saja aku tak suka walaupun itu membuat perutku sedikit terisi. Aku baru sadar, saat pulang aku tidak sempat makan. Segera, aku merampas mangkuk berisi bubur darinya.
“Kau yang harus makan! Bukan aku!” seruku. Kemudian, aku mulai mengambil sesendok bubur dan mencoba menyuapinya. “Kajja.”
Kyu menggeleng. “Aku tak mau.”
Waeyo?”
“Kau juga harus makan. Baru kau menyuapiku.”
Aku langsung menggeleng cepat. “Aniyaa!!! Aku tak suka bubur!”
“Kalau begitu, aku juga tak mau makan.”
“Kyu,” panggilku. “Apa kau ingin aku menambahkan rasa sakit di tanganmu itu?”
Tampak, Kyu langsung menggeleng. Bagus.
Kajja. Aaa~” ajakku sambil membuka mulutku agar ia mengikutiku.
Kali ini, Kyu membuka mulutnya dan memakan bubur itu. Baiklah, setidaknya ia sudah tak membuatku khawatir lagi. Setelah beberapa saat, mangkuknya sudah kosong. Dan, tugasku sudah selesai!
Segera, aku bangkit dari dudukku. Aku baru ingat, hari ini aku ada jadwal mengajar. “Aku pulang dulu, Kyu.”
Namun, genggaman tangannya yang hangat langsung menahan tanganku untuk bangkit. “Tidak boleh!” serunya.
Wae…”
Chu~
Kini, bibirnya berhasil mengunci dan mengulum bibirku dalam sekejap. Aku berusaha untuk mengelak. Tapi, bodohnya aku. Aku malah memejamkan kedua mataku dan menikmati ciuman itu. Sudah kupastikan jantungku seperti pompa yang tak bisa kukendalikan. Berdetak lebih kencang.
Hyaaa~ inikah balasannya untukku karena telah khawatir padanya? Bagus. Semua ini karena kau, Tuan Cho!



-End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar