Pengikut

Jumat, 16 November 2012

The Story Never Ends


Title : The Story Never Ends
Author : Hangukffindo
Rate : Pg-15
Cast : Baekhyun EXO-K and You
Genre : Fluff, Romance, Comedy (?)
Length : 3000+ words
Summary : Byun Baekhyun tidak pernah kehabisan kata-kata untuk menceritakan kisahnya.
***

Dengarkan, aku punya cerita yang menarik.
***


Baekhyun memang bukan kekasih paling sempurna dalam hidupku. Aku pernah berpacaran dengan beberapa bintang sekolah, ulzzang, dan yang terpintar sekali pun. Ada Chanyeol si Keren, Kris si Pemain Basket, Luhan si Ulzzang dari Cina, Zitao si Kungfu Panda dan yang lainnya. Tapi mengapa, Byun Baekhyun tiba-tiba membuatku berpaling dan menginginkannya lebih dari apapun?
Dia…
Pendek, kecil, mungil, kurus, reckless, rapuh, lemah, kulit pucat, dan rambut anak bayi yang bergoyang setiap kali dia bertemu denganku. Apa yang aku lihat darinya? Dia bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan yang lain?
Aku tahu hal itu melalui tatapan Chanyeol yang mengikuti kami dibalik kaca mobilnya yang mengkilap. Mungkin Chanyeol dapat dengan mudahnya menarik Baekhyun, mencoret-coret wajahnya menggunakan spidol dan mengambil gambarnya di kamar mandi. Atau Kris yang masih menghubungiku, tidak rela posisinya digantikan oleh Baekhyun, mungkin Kris bisa memukul wajahnya, menggantung Baekhyun di tiang ring basket, dan tertawa sepanjang hidupnya. Bahkan seorang ulzzang imut nan baik layaknya Luhan mempunyai pikiran jahat untuk menculik Baekhyun, melemparinya dengan telur, lalu membuangnya di pelabuhan.
Tenang saja.
Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada Baekhyun.
Aku cukup sabar menunggu Baekhyun di café. Ini sudah jam 3, lebih 30 menit dari perjanjian kami. Latte-ku berubah menjadi dingin dan cuaca di luar tampak sangat tidak baik, awannya yang gelap menunjukkan langit akan menangis sebentar lagi, meneteskan air mata yang tidak membuat semua orang prihatin akannya.
Sosok bertubuh kecil itu datang membuka pintu. Senyumannya yang khas menyapaku dan dia duduk di depanku. Pikiranku kembali melayang jauh menembus atap café ini. Apa yang kupikirkan? Kencan bersama orang ini? Oh! Apa itu motif polkadot? Pakaian macam apa itu?
          Baekhyun selalu berbicara. Apa saja. Dia bercerita tentang film kartun yang ditontonnya pagi ini, alasan mengapa dia terlambat, karena ibunya tiba-tiba menyuruhnya memandikan anjing tetangga yang tampak kotor (sungguh tidak penting! Uggh!) lalu merambat pada masalahnya tentang celana bahan yang dibelikan kakaknya, Tari Lampu yang menurutku…aneh. Lalu…lalu…dan banyak sekali kata ‘lalu’ yang di lontarkan Baekhyun, membuatku membangun anggapan bahwa kisah seorang Byun Baekhyun tidak akan pernah ada kata ‘tamat’.
Namun satu hal yang kusadari dan aku masih bertanya-tanya dalam hati adalah…
Aku tidak pernah menghentikan Baekhyun.
Aku tidak pernah memintanya berhenti berbicara, bercerita, walau cerita teraneh sekali pun. Byun Baekhyun selalu menarik di dengar, melalui kisahnya, cara menyampaikan bagaimana pagi harinya yang terasa seperti neraka, rumah kecil yang bau, dan sarapan nasi dingin. Baekhyun seorang entertainer sejati, karena dari gerak-gerik tubuhnya, tangannya, mimiknya bermain menjadi satu kesatuan yang berhasil membuatku tertawa sampai sakit perut. Aku bahkan tidak peduli seluruh orang menganggapku gila karena…
Menyukai Baekhyun sudah merubahku menjadi orang yang kehilangan akal sehatnya.
Aku tidak pernah peduli apakah ceritanya benar atau tidak. Semuanya terdengar sama saja di telingaku. Suara Baekhyun menemaniku pulang sampai di rumah, dia terdengar lagi saat aku mengerjakan PR, terngiang saat aku mandi, dan tiba waktuku tidur, suara riang Baekhyun menyelinap dalam mimpiku dan ketika aku bangun di pagi hari, aku tahu aku baru saja bermimpi indah.
Entah apa aku jatuh hati pada suaranya yang sedikit berat dan enak di dengar. Aku hanya memastikan jantungku tidak mempunyai riwayat penyakit apapun, namun bersama Baekhyun tiba-tiba aku terkena berbagai macam penyakit, menjadikanku sesendok puding.
“Hei, apa kau tahu bahwa cicak mempunyai telinga?”
“C-cicak apa?”
“Aku menemukan cicak di kamarku semalam, aku bercerita padanya tentang guru matematika. Lalu dia menemaniku sepanjang malam mengerjakan tugas fisika, kau tahu…”
Aku tidak terlalu mendengarkannya, karena…uugghh, apa dia bercerita tentang cicak?? Makhluk paling menjijikan dan aku bertanya-tanya pada Tuhan mengapa Dia menciptakan makhluk seperti itu. Namun tiba-tiba aku merubah pikiranku setelah mendengar ucapan Baekhyun.
“Aku bercerita tentang betapa aku menyukaimu dan dia mengangguk paham.”
Oke, aku mulai menyukaimu, cicak.
Aku bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Apa aku harus tertawa atau menyentuh wajah Baekhyun karena dia…baru saja bercerita tentangku pada seekor cicak dan cicak itu mengangguk paham. Ya, dia mengerti betapa Baekhyun menyukaiku.
***
Hari Kamis merupakan hari terfavorit dan Baekhyun mengklaimnya sebagai “Hari Baekhyun Sedunia”. Aku tertawa, kurang paham maksudnya. Baekhyun lagi-lagi mengawali hari Kamis ini dengan ceritanya tentang anjing tetangga yang mengira bahwa tubuh kecilnya itu tampak seperti sekantung bacon dingin. Kemudian kami menikmati es krim di musim panas dan rasanya jauh lebih baik ketika menemukan wajah pacarmu berlumuran es krim, kepolosannya menguar sembari kau mengelap sudut bibirnya dengan jarimu dan menahan tawa.
Aku ahli melakukannya. Baekhyun akan marah setelah itu. “Aku bisa membersihkannya sendiri.” Mendengarnya berkata seperti itu, aku hanya tertawa dan mencubit pipinya. Dia sangaaaatttt imut layaknya marshmallow stroberi.
Kembali lagi pada Hari Baekhyun Sedunia.
Pikiranku benar-benar buntu, atau aku ini memang bodoh, atau benarkah Baekhyun masih memiliki kewarasannya? Aku harus melewati beberapa minggu untuk mengerti bahwa Hari Baekhyun Sedunia adalah hari dimana aku harus memakai baju berwarna abu-abu (warna kesukaannya), berjalan di beberapa perumahan, mengetuk pintu dan berlari kabur setelah itu.
Aku tahu, aku tahu…ini aneh, kekanak-kanakan, konyol. Aku bahkan pernah mengetuk pintu RUMAH CHANYEOL dan hampir tertangkap olehnya! Untung saja Baekhyun segera menarikku ke dalam semak-semak sebelum Chanyeol mempergoki kami, lebih tepatnya diriku, karena jika Baekhyun yang ditemuinya, mungkin Chanyeol tidak terlalu peduli, tapi itu AKU!
“Baekhyun, berhenti. Ini konyol…” kataku terengah-engah sehabis berlari kabur dari rumah bercat biru.
Baekhyun melengkungkan senyuman, dia menyeringai lucu. “Tapi kau menyukainya kan? Kau lihat bagaimana mereka kebingungan mencari siapa yang mengetuk pintu dan tada! Tidak ada seorang pun disana.”
Aku tidak yakin menyukai ide ini, tapi melihat seorang ibu-ibu gemuk celingukan mencari tamu tak diundangnya itu, ya, aku merasakan kegembiraan sendiri yang tidak akan pernah dimengerti siapa pun. Baekhyun tertawa tanpa suara, bahunya naik turun tak terkendali, dan aku ikut merasakan kegembiraan yang dirasakannya.
Oke, hari Kamis menjadi hari favoritku  dan kami menamakannya Hari Baekhyun Sedunia.

Kami pasangan aneh dan aku sudah membuang harga diriku cukup jauh, eumm…mungkin sejauh dari Seoul ke Tokyo, London ke Paris, sejauh bumi ke saturnus, sejauh matahari ke planet Pluto, tidak terlalu jauh seperti toko kue ke rumahku, namun tidak pernah sedekat jarakku dan Baekhyun di balik semak-semak, hanya dipisahkan oleh tanaman pakis yang menggeletik kulit, lalu…
Baekhyun menciumku.
Itu bukan ciuman pertamaku, tapi membuatku melayang dan mampu mengetuk seribu pintu jika Baekhyun menginginkannya. Baekhyun bukan pencium yang ahli, itu jelas terasa di bibirku. Aku tidak akan pernah menyuruhnya berhenti, seperti yang sudah kukatakan sebelumnya.
“M-maaf…”
Baekhyun seolah mengerti bahwa ke-amatirannya dalam hal ini tidak membuatku cukup senang. Matanya bergerak tidak nyaman dan dia mengalihkan pandangan menatap ke tanah yang dia pijak. Aku tersenyum, mengabaikan semut yang menggigit kakiku. Rambut Baekhyun selalu lembut dibawah sisiran jemariku, basah oleh keringat, tapi apa peduliku.
Well, kita harus banyak latihan sepertinya.” Ujarku tanpa basa-basi.
***
Kenyataan bahwa kami tidak terlalu banyak ‘latihan’ memang menyakitkan. Namun Baekhyun sudah memiliki banyak kemajuan. Hari ini dia bercerita mengenai kakaknya yang meminjam piyama beruang miliknya, lalu ketika piyama itu kembali pada Baekhyun, seluruh gambar beruang hilang dari sana. Kakak Baekhyun tentu malu tidur bersama beruang itu dan menambahkan pemutih disana agar semua beruang itu hanyut bersama air sabun.
Baekhyun kecewa, namun dia kembali ceria ketika aku membelikannya sepotong strawberry cheesecake. Dia menerimanya dengan senang hati, lalu dia mengecup…
Punggung tanganku?
“K-kenapa kau mencium tanganku?” tanyaku bingung. Aku kira Baekhyun sedang bermain drama Pangeran Kodok dan Putri Tidur.
Aku salah.
“Ingat apa yang kita bicarakan soal ‘latihan’?” alis Baekhyun naik tinggi sekali, aku mendapatkan kesan lucu dari ekspresinya dan menjadikannya satu dari berpuluh-puluh alasan mengapa aku menyukai Baekhyun.
Aku tertawa. Aku tidak dapat menghitung berapa kali aku tertawa dalam satu minggu, semuanya terasa menyenangkan dan membebaskanku. Bersama Baekhyun mengingatkanku betapa manis marshmallow, betapa matahari tidak terlalu menyebalkan jika bersinar diatas Baekhyun, atau betapa perasaan yang kumiliki terhadapnya bukan sekedar jatuh hati semata, bukan sekedar perasaan senang yang terasa seperti gelembung-gelembung udara dalam tubuhku, namun…
Ada sesuatu yang lain.
Aku juga tidak mengerti apa itu.
***
Papan pengumuman tiba-tiba menjadi hal yang menarik untuk dipandang, berhenti berjalan melangkah ke kelas, membaca pengumuman yang ditulis menggunakan tinta berwarna-warni, dan berteriak kegirangan memeluk orang disebelahmu.
Aku tidak begitu.
Baekhyun berada di sampingku, bahu kami bersentuhan selagi membaca tulisan disana:
PESTA DANSA…
Kamis…
Bawalah pasanganmu!
Keep cool and Roll Like a Buffalo
Bukannya aku tidak peduli atau tidak menyukai pesta. Banyak pesta yang kudatangi sepanjang sejarah SMA-ku dan aku menyukainya. Makanan, kostum, teman-teman, gosip terhangat, dan dunia seakan berputar dikepalamu ketika musik mulai melantun, menari tanpa sadar bahwa bajumu adalah baju termahal yang pernah kau beli dan menemukan dirimu kehilangan seluruh akal sehatmu.
Ini pesta dansa. Wow. Menyenangkan. Tampak seru.
Baekhyun, disampingku, memiringkan kepala, mencoba mencerna apa yang tertulis disana. Aku mengguncang bahunya dan dia tersadar dari lamunan yang sudah mencapai bulan.
Eumm…oke, pesta. Ide bagus. Sepertinya.

Sepanjang perjalanan pulang, beberapa bayangan melintas di kepalaku. Aku tidak membayangkan diriku memakai dress terbaik, berdandan secantik mungkin, karena bayangan Baekhyun memakai tuxedo hitam, rambut tertata rapi dan keren lebih menarik di perhatikan. Aku tersenyum membayangkan Baekhyun datang ke rumahku, mengendarai mobil limousine, membawakan gelang bunga dan dia berlutut disana, mengecup tanganku seperti apa yang sudah dia lakukan sebagai ‘latihan’ sebelum-sebelumnya.
Dan hari Kamis, hari Kamis, hari Kamis adalah Hari Baekhyun Sedunia, seharusnya menjadi hari terindah sepanjang masa dan akan selalu kuingat sampai kami cukup tua untuk lupa menaruh dimana gigi palsu kami, rambut memutih, dan kursi goyang, menikmati pemandangan di sore hari.
Hari Kamis = Hari Baekhyun Sedunia = Bahagia selamanya

***
Entah mengapa…
Aku rasa hari Kamis bukanlah hari yang seharusnya kuingat.
Semuanya sempurna walau tidak sejalan dengan apa yang kubayangkan selama perjalanan pulang dalam bus kemarin. Baekhyun datang terlambat. 30 menit lebih lama dari yang dia janjikan. Baekhyun tidak mengendarai mobil limousine yang mengkilap dibawah sinar bulan, namun tuxedo beserta rambutnya 90 persen mirip bayanganku. Dia tidak membawa gelang bunga atau setangkai bunga mawar, berlutut dan memintaku pergi bersamanya hari itu.
Tidak. Tidak. Byun Baekhyun tidak melakukannya.
Aku tidak terlalu memikirkannya, karena melihat Baekhyun datang, berdiri di depan pintuku saja sudah lebih dari cukup. Aku pergi naik taksi dan Baekhyun mulai bercerita tentang kejadian meminjam satu setelan jas ini dari pamannya yang sudah tua.
“Ada kodok di dalam kantungnya. Juga lumut di ujung celananya.”
Astaga, apalagi ini? Salah satu cerita aneh dari seribu cerita lain yang pernah dia ceritakan? Aku mendengarkannya sepanjang perjalanan ke ballroom hotel. Ini merupakan sejarah bahwa aku terlalu memikirkan apa yang kukenakan saat ini. Dress ini pernah kupakai saat pergi ke pesta ulang tahun Luhan, mungkin Luhan akan menyadarinya, tapi apa peduliku.
Baekhyun tidak berhenti mengoceh sampai kami berada di ruangan itu. Musik mulai melantun perlahan dan aku hampir saja menginjak kaki Baekhyun karena kami payah dalam berdansa, betapa menyebalkan melihat Kris sedang menatap kami geli di bawah lampu yang redup, kikuk dan berisik. Juga Chanyeol yang berbisik-bisik pada pacar barunya, membicarakan pasangan aneh yang mencoba terlihat romantis dengan berdansa.
“Mereka melihati kita…” kudengar Baekhyun menggumam, mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan menangkap beberapa orang berbisik-bisik, menatap kami hina.
Itu menggangu. Sungguh.
Karena tangan Baekhyun terasa hangat dan luar biasa menakjubkan di kulitku yang tidak tertutup kain. Kami berdansa sepelan dan selembut mungkin, mengurangi intensitas pandangan yang jatuh pada kami berdua, namun percuma. Baekhyun tidak dapat tenang.
“Mereka hanya iri.” bisikku perlahan, dengan begitu Baekhyun bernapas lega. Napasnya menyapu kulit di tengkukku.
Sebenarnya, mereka tidak iri. Mereka tidak menginginkan berdansa seperti cara kami berdansa, mereka tidak ingin berdansa dengan Baekhyun, ataupun merasakan tangan Baekhyun di kulit mereka. Hanya aku saja yang melihat bahwa setiap orang adalah diriku, dan aku sangat, sangat menginginkan Baekhyun. Dan apa yang kurasakan malam ini tidak akan dimengerti oleh siapapun, meskipun cicak di rumah Baekhyun mengerti, paham, dan tahu, aku hanya ingin Baekhyun yang tahu, Baekhyun seorang yang merasakan rasa ini.
Tanpa sadar.
Atau aku benar-benar sadar mengatakannya…
“Aku mencintaimu, Baekhyun.”
Aku tidak mendengar musik berhenti, namun Baekhyun membeku di tempatnya. Mata kami bertemu dan aku ingin sekali menarik kembali kata-kataku, rasanya aku ingin meminta maaf, lalu Baekhyun akan melupakan apa yang baru saja kukatakan, kami bisa berhenti berdansa dan mengobrol sembari minum dari air pancur berwarna pink itu. Baekhyun akan bercerita tentang apa saja, apa saja yang dapat membuatku tertawa dan melupakan harga diriku. Baekhyun akan bercerita apa saja dan tidak akan ada kata ‘tamat’.
Aku memajukan tubuhku, bermaksud menguji ‘keahlian’ Baekhyun setelah beberapa kali ‘latihan’.
“Maaf, tapi aku…”
Baekhyun baru saja mengucapkan beberapa kata dan aku tahu bagaimana rasa menjadi cicak dalam kamar Baekhyun, mengangguk paham dan…pergi dari sana, berlari seperti Cinderella dan sepatu kacanya. Aku tidak meninggalkan sepatuku, berharap Baekhyun menemukannya, membawanya kepadaku, dan hidup bahagia selamanya.
Disinilah samar-samar terlihat kata ‘tamat’, ‘the end’, ‘fin’, dan ‘goodbye’.
***
Baekhyun bukanlah satu-satunya pria di bumi ini.
Mereka berkata seakan melupakan Baekhyun yang tidak mencintaiku, yang tidak mempunyai rasa yang sama denganku adalah hal mudah. Aku bersumpah! Demi apapun yang tumbuh di muka bumi ini, Byun Baekhyun adalah makhluk yang sulit di lupakan, dia menempel bagaikan parasit dalam otakku, dia menyatu layaknya takoyaki dan saus barberque, dia lengket, kulitnya yang lembek melekat tanpa bisa dilepaskan dan ini sungguh menyiksa. Neraka yang sebenarnya sedang menghampiriku.
Air mata menolak turun mengalir di pipi, walau rasa sakit di hatiku melampaui batas akal sehat. Teman-temanku menyodorkan beberapa teman kencan yang tampan, Chanyeol meneleponku di malam hari, Kris mengajakku makan malam, Luhan tiba-tiba membawakan bunga matahari super besar, bunga kesukaanku, Tao menyelamatkanku dari sekumpulan pria jahat yang mencoba menggangguku, namun Baekhyun…
Baekhyun tidak mungkin meneleponku karena dia tidak mempunyai telepon di rumah (kau keterlalu, Byun Baekhyun!) Dia tidak mungkin mengajakku makan malam di restoran mahal karena uang jajannya hanya akan timbul di pagi hari bukan di malam hari. Dia tidak akan membawakan bunga matahari super besar, karena mengangkatnya saja tidak bisa. Bunga itu lebih besar daripada tubuh Baekhyun. Baekhyun tidak akan menjadi pahlawan, menendang kesana kemari layaknya Tao. Selesai.
Semuanya selesai.
Aku bersiap menuliskan kata ‘THE END’ besar-besar di akhir kisahku, tapi ternyata ini belum berakhir ketika ponselku berdering, nama Kyungsoo tertera disana. Dia teman baik Baekhyun. Sama anehnya.
“Halo?”
Kyungsoo berbicara. Suaranya tidak terlalu jelas terdengar, bercampur suara angin dan deru mobil menjadi music latarnya.
“Apa kau tahu kabar terakhir Baekhyun?”
“Tidak. Aku put—“ tidak! Kami belum putus.
“Apa? Kau tidak tahu?” Kyungsoo terdengar kaget. Aku menutup mulutku setelah mendengar perkataan Kyungsoo.
“Baekhyun sakit…”
Aku menjatuhkan ponselku, berlari secepat yang kubisa, tidak peduli apa yang kini kukenakan. Celana training yang lusuh, sweater polkadot yang menjijikkan, rambut setengah basah setelah keramas, jerawat didahi yang terekspose indah. Sempurna!
Baekhyun boleh tidak mencintaiku, membenciku, mengacuhkanku. Baekhyun boleh memindahkan Hari Baekhyun Sedunia ke hari apapun selain hari kamis. Hari Jumat cukup bagus, hari sabtu juga bagus, hari minggu sempurna. Baekhyun boleh bercerita sepanjang apapun yang dia inginkan, entah bualan tentang cicak yang mempunyai telinga, dia dapat mengangguk dan menjadi teman curhat yang seru. Atau anjing tetangga yang kotor dan suatu hari dapat memandikan dirinya sendiri.
Aku hanya tidak ingin cerita tentang Baekhyun berakhir.
Penyakit macam apa yang dia derita?

          Apa kanker? Pneumonia? Malaria? Terkena lalat tse tse dan tertidur untuk waktu yang panjang?
          Apa Alzheimer? Apa  penyakit VSD? Apa rabun senja? Tuli dan gagu? Kanker hati? Ginjal yang hanya berfungsi 5 persen? TBC, mengingat tubuhnya yang kurus itu…

Aku mendata sederet penyakit mematikan yang mungkin sedang menempel pada tubuh Baekhyun. Tubuh Baekhyun yang lembek, kecil, reckless, rapuh, lemah. Ugghh…berapa lama dia akan hidup? Setahun, dua tahun, tiga tahun? Aku tidak bisa membayangkannya!!
Aku sampai di rumah Baekhyun yang kecil, kumuh, kotor, dan dikelilingi ayam-ayam berbulu lebat serta besar. Kusingkirkan hewan-hewan menjijikkan namun lezat itu dari jalanku, lalu mengetuk pintu. Aku sedang tidak bermain ‘ketuk pintu dan kabur’  di Hari Baekhyun Sedunia. Aku disini…menunggu kepastian jika benar adanya, Baekhyun harus pergi bersama penyakitnya.
Kamar Baekhyun berpintu putih di ujung lantai dua rumahnya. Tanganku melayang mencoba mengetuk, tapi terlalu lemah dan rasanya ingin berlari dari sana, sungguh.
Tiba-tiba aku mempunyai keberanian mengetuk pintu itu dan wajah Baekhyun terlihat dari celah kecil. Aku melihat matanya mengintip. Aku merindukannya, sumpah, aku sangat rindu pada Byun Baekhyun.
“Ini aku. Buka pintunya, Baek.” Pintaku.
“…”
“Kumohon.”
Kata terakhir berhasil membukakan pintu, mengungkap sosok kecil Baekhyun dibalik hoodie abu-abu, menutupi tubuhnya dari ujung kepala sampai pahanya, juga celana training hitam, serta kaus kaki. Aku menyelinap masuk kesana, ruangan itu remang-remang dibantu cahaya bulan lewat jendela. Baekhyun berdiri memeluk guling Winnie the Pooh-nya yang kusam.
“Kyungsoo mengatakan kau sakit, jadi aku langsung kesini. Demi Tuhan, Baekhyun…” suaraku pecah menjadi lebih buruk dari yang kusangka. Aku menarik lengan Baekhyun, mengguncangnya kesal.
“Kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Kau selalu begitu, Byun Baekhyun!”
“Tapi aku—“
“Diam! Dengarkan aku bicara. Kau selalu begitu. Berbuat sesukamu, kau pergi, kau sakit, kau sedih, kau cemas, semuanya selalu kau simpan sendiri.”
“Aku—“
“Diam! Apa kau tidak dengar perintahku untuk diam? Oke, katakanlah kalau kita memang benar-benar putus, Baek. Kita tidak berpacaran lagi seperti hari kemarin. Oke, oke, aku terima jika kau tidak mencintaiku, tidak mempunyai perasaan yang sama denganku, tapi bisakah—“
“Tunggu!”
Kini Baekhyun yang menyuruhku diam. Dia menutup mulutku dan mengerutkan dahi. “A-apa katamu? ‘Tidak mencintaimu’?”
Aku mengangguk seperti orang tolol.
“Aku tidak begitu!” protesnya menjauh dariku. Kepalaku pusing, apa yang sedang terjadi sekarang. Baekhyun meletakkan guling Winnie the Pooh-nya di tempat tidur dengan rapi, lalu kembali menghadapku. Dia menggelengkan kepala.
“Aku tidak begitu.” Gumamnya perlahan.
“Apa maksudmu? Kau tidak mencintaiku, Baek. Waktu itu, di pesta dansa, kau…”
“Maaf.”
Maaf?

Baekhyun memainkan jemarinya, tidak melihatku. “Aku tidak bermaksud begitu. Aku rasa kau salah paham. Aku bukannya tidak mencintaimu.”
Oke, Baekhyun, ini semakin rumit dimengerti. “Apa maksudmu? Kau membenciku kan? Kau menolakku saat aku berusaha menciummu.”
“Itu…” dia kembali menggantung segalanya, seperti aku ini adalah kaus basah yang perlu di jemur di luar jendela agar bertemu matahari dan angin segar.
“Baekhyun!!” pekikku tak sabar.
“Aku sakit!” balasnya.
“Dan demi tuhan, penyakit apa yang merayapi tubuhmu?!”
Baekhyun menarik resleting jaketnya, membuka hoodie abu-abunya.
“Aku sakit cacar!”
Apa? Cacar?

Aku melongo di tempatku, memperhatikan wajah cemberut Baekhyun sembari dia menarik kembali resletingnya, menutup kulit berbintik-bintik itu dan menatapku sebal.
“Saat pesta dansa, aku sudah mulai terkena cacar. Tapi aku tetap pergi bersamamu. Aku menjauh, tidak menciummu karena aku takut kau tertular.”
Ya tuhan…mengapa kau menciptakan seorang Byun Baekhyun?

          Kepolosannya melebihi apapun dan aku merasa bodoh, bodoh, konyol, tolol. Aku baru sadar ada sisi lain dibalik Baekhyun yang cerewet, dibalik kenyataan bahwa Baekhyun seorang entertainer sejati yang sering melucu, tapi bagaimana dia secara drastis berubah menjadi seorang pria melankolis yang peduli pada kesehatanku dan menahan kata ‘cinta’ dimulutnya.
Aku tertawa kecil, air mata senang, bahagia, dan kesal bercampur menjadi satu karena tingkah Baekhyun yang idiot. Ada perasaan lega setelah mengetahui bahwa penyakit yang di deritanya hanyalah sekedar bintik-bintik berisi air yang menghiasi kulit bayinya. Aku memeluk Baekhyun, menghiraukan penolakan darinya: kau bisa tertular!
Aku belum pernah menderita cacar dan aku tidak peduli jika liburan musim panas ini harus kuhabiskan mendekam di dalam rumah, memperhatikan bagaimana bintik-bintik itu menyebar di seluruh permukaan kulitku.
Aku mencium Baekhyun disana. Rasanya manis, mint bercampur obat sirup rasa apel yang familiar. Cukup lama dan menyadari bahwa pintu kamar terbuka, ibu, ayah, kakak Baekhyun menonton. Kakak Baekhyun memakai piyama tanpa beruang miliknya dan tidak ada yang lebih memalukan daripada menangkap mereka semua. Hei! Ini bukan drama!
Rona merah muda menjalar di pipi Baekhyun yang lembut berhiaskan bintik cacar. Aku mengecup pipinya sebelum menutup pintu kamar tepat di depan ketiga wajah kaget itu, dan kembali mengalungkan tangan di sekitar bahu Baekhyun yang kurus.
“Kau menutup pintunya?”
“Kau mau mereka melihat kita?” godaku tersenyum penuh arti.
“Memang apa yang kita akan lakukan?” Uugghh…Baekhyun, kau anak yang penuh tanda tanya di dalam kepala. Sisakan sedikit ruang untukku  disana!
Aku memberikan satu cengiran dan Baekhyun tampak mengerti. Dia mengangguk, lalu berbisik.
“Sepertinya kita kurang ‘latihan’ belakangan ini.”
Tepat sekali, Byun Baekhyun!

Baekhyun tidak punya penyakit. Hore! Aku mungkin akan tertular setelah ini dan kami menjadi sepasang kekasih manusia planet yang berbintik. Tak mengapa, karena kami baru saja menghapus kata ‘tamat’ di akhir cerita, lalu Baekhyun melanjutkan ceritanya mengobrol dengan cicak sang sahabat baru. Aku tidak yakin apakah aku harus bercerita tentang Baekhyun pada siput di halaman rumahku, namun satu yang pasti…
Baekhyun tidak akan pernah berhenti bercerita tentang kisahnya.
“Dengarkan aku, aku punya cerita yang menarik.”
THE END
A/N: Iniiii apa yaaahh?? Sumpah, author gak tau. Sumpah gajelas banget. Maksa ya? Cicak, Hari Baekhyun Sedunia, warna favorit Baekhyun tiba-tiba jadi abu-abu gitu, dan segala ayam yang menjijikkan tapi lezat. Aaahh fail fail fail! Tapi udah terlanjur dibuat, yaudah lah yaaahh cyyiiinn =,=
Sorry, Baek. I didn’t meant to turn you into a freak guy, I just… *peyuk baekki*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar