Cast : All member EXO
Pair : Official Pair
Genre : Romance, Action, Fantasy, Hurt/comfort, Supranatural
Rate : T
Length : Chaptered
Author : Bubble Sehun
MAAF SAYA NGARET, CEMAN-CEMAN ;_;
Udah sebulan lebih ff ini di telantarkan. HAHAHA. Maafkan faiz ne?
Laptop aku kemaren ada di bengkel dan beneran gak ada ide.
Yaudah sih silahkan dinikmati aja.
Thanks to: sari2min, Brigitta Bukan Brigittiw, christina, kimhyunshi, Reita, Lee Yong Joon, Lara Saengie, Ryu Jihyun, Jin Ki Tao, dinodeer, Moon Ae, Choi shi zu, aetheorin vienna, .5, Sabrina Marina, BabySudo, Baek Lalla Chan Exotics, dan Scarlet Azur4sky yang udah review di chapter 3. Makasih banget dan maap gak bisa di bales satu-satu saolnya aku ngepostnya di kantor. Mianhae._.
Special for Selviana yang udah bantuin aku nyari ide buat kelanjutan ff ini. Thank you~~~~ juga buat Noviyanti, mbak kamu masih baca ff ini gak sih? Hahaha. Gak di baca juga gapapa. XD
CHAPTER 4
"Kyungsoo-ah, bawa makanan ini ke meja no. 24! Ppali! Jangan melamun terus!"Tersadar dan mulai meraih nampan berisi beberapa makanan lezat itu, D.O melesat menuju meja nomor 24 yang diisi oleh beberapa mahasiswa Seoul Arts University. Ia memang bekerja bahkan berkuliah di universitas ini. Di saat ia ada jam pelajaran, ia akan berlari ke kelasnya dan mengikuti jam pelajaran hingga selesai. Dan setelah selesai, ia kembali melesat ke cafetaria universitas, membantu bibinya yang menjadi salah satu koki di universitas tersebut. Ia dan dua puluh tiga pelayan lainnya bergerak cepat mengantarkan pesanan para mahasiswa yang telah menjerit kelaparan setelah jam pelajaran.
"Annyeong Haseyo. Silahkan dinikmati menu special dari Bibi Seo Jin."
D.O tersenyum ramah pada beberapa mahasiswi yang terus menggodanya. Ia membungkuk sejenak lalu berbalik dan melangkah pergi. Ia pergi ke meja lain yang menyisakan mangkuk-mangkuk dan gelas-gelas kotor, mengangkatnya dan membawanya ke wastafel dekat dapur. Ia akan mencuci semua piring, mangkuk, gelas dan lain-lain itu setelah jam pelajarannya selesai nanti. Ia ada dua jam pelajaran dari Mr. Park Ji Young setelah break ini dan pelajaran itu akan di mulai 10 menit lagi. Ia duduk disalah satu kursi dekat dengan dapur sekedar melepas lelah sejenak.
"KYUNGSOO-AH!" teriakan dari dapur membuat D.O menghela nafas sabar. Ia lapar dan lelah, butuh makan juga butuh istirahat.
D.O berjalan lunglai ke dalam dapur dan mendapati wanita berbadan gempal sedang sibuk dengan chicken tender yang ia celupkan dalam panci yang dipenuhi minyak panas. "Bibi, aku ada mata kuliah dengan Mr. Park Ji Young. Aku harus datang kurang dari 10 menit."
"YAK! APA KAU BUTA? PIRING-PIRING INI HARUS DI CUCI. KENAPA KAU HANYA DIAM SAJA DI SITU, HUH? DAN SEKARANG KAU MAU PERGI?"
Baiklah, Kyungsoo seharusnya berpura-pura tak mendengar tadi dan langsung saja kabur meninggalkan cafetaria dengan cepat. Deathglare terbaik yang dimiliki bibinya kini menghujam mata bulatnya hingga membuat perutnya mulas seketika. Antara tegang dan lapar. "A-Aku..."
"KENAPA TADI KAU HANYA DIAM DUDUK SANTAI DI MEJA SANA? KENAPA TIDAK LANGSUNG DIBERSIHKAN?"
"A-Aku bisa me-melakukannya setelah—"
"Jangan berbohong! Kau itu memang anak pemalas yang kerjaannya hanya melamun dan memakan buku-buku di perpustakaan. Kau itu dibesarkan oleh bibi dengan susah payah. Bibi mendidikmu hingga masuk kuliah ini. Hah! Seharusnya ibumu itu tak usah membawamu yang kehujanan itu. Merepotkanku saja!"
Kyungsoo hanya terdiam mendengarnya. Merasa sakit hati? Tidak. Ia telah terbiasa dengan hal-hal semacam ini. Dia sudah kebal akan ocehan bibinya yang berulang-ulang. Toh ia tahu betul siapa ibunya. Ia sangat tahu.
"Mianhae, Bibi!"
"Kau ini benar-benar tak tahu—"
"Annyeong, bibiku tercantik~" Sebuah suara menginterupsi keributan kecil di dapur itu.
Bibi Seo Jin yang sangat hapal dengan seruan sekaligus pujian itu langsung menoleh dan memasang wajah sumringah. "Aigooo~ Jongina! Bibi kira kau tak ke cafetaria hari ini. Aigoo kau darimana saja, huh? Kau tak lapar?"
Namja berkulit bronze itu hanya menampakkan wajah cerianya yang.. "sungguh kolot!" gumam D.O pelan.
"Aku sangat lapar, bibi! Hari ini dua temanku baru saja masuk ke universitas ini. Sedikit ada urusan kecil tadi hingga membuatku terlambat." Ucapnya dengan sedikit err manja.
"Mana temanmu itu, Jongina? Kenapa kau tak mengenalkannya pada Bibi?"
"Dia sedang ke restroom. Oh ya, mau kah bibi memasakkan satu Fish and Chips dan dua Pilly Cheesesteak untukku dan dua temanku? Eumm kami butuh sesuatu yang segar sebagai minumannya." Ucap namja itu sembari menumpuk kedua lengannya di atas dinding yang memisahkan ruang dapur dan ruang kasir.
"Tentu saja, Jongina! Akan tersedia secepat mungkin kekeke."
Namja itu menjulurkan kepalanya lagi melihat-lihat isi dapur itu dan matanya bertubrukan dengan mata bulat D.O yang menatapnya malas.
"Annyeong, Kyungie~" seru namja itu seraya melambaikan tangannya semangat.
"Hn." Aigoo~ D.O memutar bola matanya malas.
"Kyungsoo-ah, jangan bersikap seperti itu pada Jongin!" sergah Bibinya yang kini sibuk memasukkan beberapa potong kentang dan dada ayam ke dalam minyak panas.
"Ne, Bibi. Arrasseo."
Kai semakin sumringah. "Aigoo~ kau tambah kyeopta saja minggu-minggu terakhir ini? Apa kau sering makan kue beras? Kau terlihat semakin chubby, kyungie~"
"Gila." Gumam D.O malas.
"Kau mengatakan sesuatu, Kyungie?"
Namja berkulit bronze itu tersenyum bodoh menanggapi D.O yang terlihat tak nyaman karena selalu di perhatikannya. Aigoo~ Bukannya ia tak mendengar gumaman itu, ia hanya senang melihat D.O yang hanya bisa mengumpat pelan.
"Gomawo. Aku mengatakan gomawo atas pujiannya." Bohong D.O dengan suara malas.
"Cheonmaneyo~ Bibi, biar Kyungie-ku saja ne yang mengantar ke meja 12?"
"Apa-apan sih kau ini!" sergah D.O cepat.
"Ah ne, Jongina! Tak usah kau hiraukan Kyungsoo, dia yang akan mengantarkan makanan ke mejamu secepatnya."
D.O melempar deathglare terbaiknya pada Kai yang senyum manisnya kini mendadak menjadi senyum mengejek yang seolah berkata kau-tidak-bisa-menolak-kyungie.
"Maaf, tapi aku ada jam kuliah 5 menit lagi. Bibi, aku permisi dahulu! Annyeong."
D.O membungkukkan tubuhnya lalu cepat-cepat menyambar topi hitam dan beberapa buku tebal di tangannya dan berlari. Tak menghiraukan bibinya dan juga Kai berteriak menyuruhnya berhenti.
"Bagaimana bisa dia tak menyadari siapa diriku?" gumam D.O pelan.
++++++EXO++++++
"Kau melihatnya?"Kai mengangkat kedua alisnya mendengar Sehun menggumamkan pertanyaan. Tak jadi menggigit kentang gorengnya karena pertanyaan Sehun yang mendadak.
"Tentu saja. Namanya Tao?" balas Kris.
Kai menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Tao? Siapa Tao?
"Kau harus mengawasinya, Wu Yi Fan."
"Tentu saja. Anyway, aku tak perlu bertanya kan kau mengetahui nama namja itu darimana, Sehuna?"
"Tak perlu. Wu Yi Fan, apakah namja di sebelahnya itu—"
"Bukan, bocah. Namja itu bernama Jino. Dia teman Baekhyun dan dia bukan EXO Forces."
Kai mengalihkan pandangannya ke arah yang menjadi titik tujuan mata Kris dan Sehun yang menatap tajam itu. Cukup banyak orang di cafetaria. Ia tak bisa tahu siapa namja yang bernama Tao di kerumunan itu. Siapa Tao dan siapa Jino?
"Lalu dimana dua lainnya?" tanya Sehun dengan tatapan mata lurus ke arah sasaran.
Kai mengerutkan alisnya. "Dimana? Dua? Kalian membicarakan apa?"
"Aku tak tahu dimana keduanya. Aku kira dua namja itu tak akan jauh-jauh dari Tao." Balas Kris dingin. Tak mengacuhkan Kai yang tak mengerti arah pembicaraan.
Kai mencibir. "Yak! Aku berbicara padamu, Wu Yi Fan dan Oh Sehun!"
"Tapi aku tak merasakan aura-aura EXO Forces selain dari tubuh namja itu."
"Hey!" interupsi Kai kesal.
"Mereka tak akan jauh darinya, bocah!"
"Ya, tapi kan—"
"YAK KALIAN!" Teriak Kai yang sukses mendaratkan kedua tangannya pada meja hingga terdengar suara piring yang sedikit meloncat dan kembali menghantam alasnya.
Sehun dan Kris yang sibuk dengan aksi pengawasan mangsanya kini menatap datar Kai yang baru saja menggebrak meja. "Gwaenchanayo?" tanya Sehun datar.
Kai melirik kanan-kirinya yang mulai berdesas-desus karena ulah dadakannya. Aigoo walaupun dia vampire, ia masih punya malu. Tak seperti dua vampire di depannya yang terlalu terobsesi dengan EXO Forces. Kai membungkukkan badan ke sekelilingnya dengan senyum meringis. "Mianhae... Mianhae... Aku sengaja! Mianhae..."
Kai kembali menatap Sehun dan Kris yang justru memberinya tatapan datar sedatar meja yang baru di gebraknya.
"Kau tahu kalau itu sangat memalukan, Kai?" tanya Kris seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku tak akan begitu kalau kalian tak mengacuhkanku." Jawab Kai bersungut-sungut kesal. "Siapa itu Tao?"
Kris dan Sehun menghela nafas kesal. "Tao adalah targetku. Dia EXO Forces." Jawab Kris.
Kai membulatkan matanya. "Jinjja? Dimana dia?"
Sehun melirik kedai ice cream yang kini tak ramai seperti tadi. "Sudah pergi."
"Kenapa kalian tak memberitahuku? Walaupun aku seperti ini, aku juga vampire yang akan senang menerima berita tentang EXO Forces." Omel Kai kesal.
"Arrasseo." Jawab Kris dan Sehun bersamaan.
Kris menyeruput sedikit orange juicenya lalu menyambar tasnya yang tergeletak di atas meja. "Aku akan kabarkan kelanjutannya."
Sehun mengangguk. "Hm."
"Yak kau mau kemana, Kris?" seru Kai pada Kris yang kini setengah berlari keluar dari cafetaria.
"Seharusnya dia menghabiskan Cheesesteaknya terlebih dahulu." Ucap Kai kesal, seraya melahap ayam goreng buatan Bibi Seo Jin, koki terkenal di cafetaria ini. Hihihi jangan lupakan kalau dia mempunyai keponakan yang manis alias Do Kyung Soo, namja bermata bulat, tubuh yang mungil dan Kai sedikit menyeringai mengingat D.O juga mempunyai bibir lucu yang tebal.
Sehun menggigit cheesesteaknya dan meninggalkan setengah bagiannya di atas piring lalu menyeruput orange juice dan ikut memberikan kode bahwa dirinya tak akan lama lagi di cafetaria. "Makanan manusia tak ada yang selezat darah manusia itu sendiri." Gumam Sehun lalu pergi.
"Yak, Sehuna! Hey kembali dan habiskan cheesesteakmu. Yak! Bagaimana bisa kalian meninggalkanku seorang diri seperti ini?"
Kai mengusuk rambutnya frustasi. "Ah mereka benar-benar tak menganggapku vampire. Aku juga butuh darah EXO Forces tak hanya mereka." Gerutunya.
"Harus ku buktikan kalau aku adalah vampire yang tak kalah hebat dari mereka. Harus. Tapi bagaimana caranya yaa?" Kai mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. "Argh, molla! Lebih baik aku ke taman dan sedikit berlatih dance di sana. Yah, berlatih dance. Tidak terdengar buruk."
Ia meninggalkan beberapa ribu won di atas meja, lalu sedikit berseru pada Bibi Seo Jin yang berkutat di dapur. "Bibi cantik, aku harus kembali. Saranghae!"
++++++EXO++++++
Di bumi nanti carilah sebuah tempatDimana terjadi pertemuan antara terang dan gelap
Kau akan melihat bunda
Namja berkulit putih dengan wajah bak malaikat melangkahkan kakinya mantap ke atap gedung universitas Seoul Arts University. Ia melepaskan tas hitam yang membebaninya sedari tadi. Melepaskan penat yang menggelayuti tubuhnya.
Namja itu menggulung kemeja kotak-kotaknya. Melepas sepatu hitamnya, dan membiarkan langkah kakinya hanya di temani sepasang kaos kaki abu-abu hadiah ulang tahun eommanya. Namja itu berjalan ke tepi. Mengarahkan tatapannya jauh ke dasar gedung dan di lihatnya hilir mudik mahasiswa yang baru saja menyelesaikan pembelajaran.
Angin berhembus tenang. Menerpa surai kecoklatan yang halus dimainkan angin senja. Namja itu memejamkan matanya sejenak. Dan dapat di rasakannya angin senja yang begitu nakalnya membelai tiap inchi kulit halusnya. Namja itu tersenyum damai sembari membuka matanya perlahan. Melawan sinar matahari yang memancar terang di langit senja kota seoul.
"Bunda~"
Suara lirih yang menyiratkan kerapuhan itu terlontar dari namja yang kini merasakan mata sipitnya memanas. Matanya tak sanggup lagi menantang sinar matahari yang menusuk indera penglihatannya. Ia memutuskan untuk menunduk.
"Aku merindukanmu, Bunda~ Mengapa hanya aku yang masih mengingatmu?"
Kedua kakinya terasa tak kuat menopang berat tubuhnya yang semakin melemas dan luruh bagai lelehan lilin. Namja itu bertekuk lutut. Berharap dengan begitu sosok yang dirindukannya muncul di hadapannya dan membelai rambutnya, menenangkan pikirannya dan melepas beban dan penat di bahunya.
"Bunda~ aku selalu menanti langit senja di bumi. Kau bilang aku bisa melihat dirimu di pertemuan terang dan gelap. Dimana kau, bunda?"
Namja itu merasakan matanya mulai terasa kabur karena air matanya. Namun air matanya hanya setia menumpuk di pelupuk matanya. Tak mau menuruni lereng pipinya yang terjal tapi halus.
"Bunda, katakan padaku dimana aku bisa bertemu bunda? Dimana tempat pertemuan terang dan gelap itu?"
Namja itu memejamkan matanya kembali, mencoba menahan air mata yang akan menerobos keluar. Ia menegarkan hatinya sejenak, suatu saat pasti ia akan menemukan tempat itu. Tempat dimana ia bisa menemukan eommanya. Ia berusaha menghibur diri tapi ia bingung dengan cara apa. Di sekelilingnya tak ada apa-apa selain sebuah kursi panjang yang kini di dudukinya.
Tiba-tiba sebotol air mineral yang di belinya terjatuh ke lantai dan tumpah di sana. Ajaibnya, air itu semakin banyak dan semakin luas. Air itu bergerak menuju namja yang tengah menunduk dalam itu dan mulai mengelilinginya. Air itu perlahan namun pasti mulai menimbulkan riak riuh yang menenangkan.
Namja itu tersentak saat ia membuka matanya. Air mengurungnya saat ini namun tak membuatnya basah. Air itu memainkan melodi riak yang menentramkan jiwa di sekitar kakinya yang terbungkus sepatu converse putih. Membuatnya tersenyum dan pikirannya semakin ringan. Ini yang di butuhkannya! Hiburan. Beban berat yang di panggulnya serasa hilang sedikit demi sedikit. Membuatnya kembali tersenyum seperti sedia kala.
"Bunda~ apa kau tahu? Aku telah menemukan tiga saudaraku, bunda! Tiga pangeranmu, bunda! Aku menemukan mereka."
Namja itu menggerak-gerakkan tangan mulusnya pada air itu. Air yang tadinya membentuk gelombang-gelombang kecil kini mengikuti arah tangannya bagaikan ular yang mengikuti pawangnya.
"Bunda, aku senang sekali menemukan mereka! Aku akan meneruskan usahaku untuk menyatukan mereka seperti sedia kala, aku akan penuh janjiku pada bunda!"
Otaknya mulai memutar. Mengkilas balikkan suatu moment di masa lalu yang masih menggerayangi sel-sel otaknya. Dimana ia dan orang yang di rindukannya itu tengah berdebat di tengah peperangan yang tengah bergolak di depan istana.
#Flashback mode on#
Suara riuh peperangan terdengar memekakkan telinga. Sinar merah dan hijau berkali-kali menyambar tak tentu arah. Merah adalah sambaran kekuatan dari titisan kerajaan api merah, sedangkan hijau bak emerald sendiri berasal dari kekuatan EXO Forces. Di tengah pergolakan perang itulah, raja dari kerajaan EXOPLANET mengirimkan kedua belas pangeran tercintanya ke medan perang. Tak peduli mereka adalah darah dagingnya sendiri, tak peduli permaisurinya merengek memohon bahkan sujud di depannya. Ia tak mungkin mengerahkan ribuan rakyatnya sedangkan kedua belas pangerannya yang ia ajarkan ilmu bela diri sibuk menyiapkan acara kabur menyelamatkan diri. Ia lebih memilih kehilangan kedua belas pangerannya itu daripada ribuan rakyatnya mati sia-sia.
"Keputusan ayah tidak bisa di ganggu gugat. Dengarlah, nak! Ayah bukan membenci kalian. Ayah sangat mencintai darah daging ayah sendiri. Hanya saja kalian harus sadar, ribuan nyawa diluar sana harus di pertaruhkan kalau kalian tidak turun ke medan perang. Pergilah! Pertaruhkan nyawa kalian demi orang-orang diluar sana!"
Pria paruh baya dengan diamond crown yang menghiasi kepalanya melangkah dengan wibawa ke hadapan kedua belas pangeran yang berdiri tegap menunggu titahnya. Ia menatap para buah hatinya itu dengan mata yang memancarkan kesedihan yang mendalam. Ia tak bisa menahan dua belas pangerannya itu. Ia harus mempertaruhkan segalanya demi planet yang membutuhkan uluran tangannya, termasuk dua belas pangeran tampannya.
"Pergilah! Relakan nyawa kalian demi EXOPLANET! Pergilah!"
Dengan wajah tanpa keraguan, dua belas pangeran berbaju perak itu mengangguk mantap. Mereka telah merelakan seluruh jiwa raga mereka pada kerajaan EXOPLANET, itulah konsekuensi sebagai keluarga kerajaan. Mereka serentak berjajar menghadap sang permaisuri yang tidak lain adalah ibu kandung yang telah melahirkan dan membesarkan mereka.
"Jangan pergi! Jangan pergi, nak! Jangan tinggalkan bunda~" pinta wanita paruh baya yang tengah terisak pelan.
"Kami tidak menyesal lahir dari rahim ibunda. Kami mencintai bunda!" ucap salah satu dari kedua belas pangeran itu, mewakili pangeran lainnya. Mereka membungkuk dalam tanda hormat sekaligus perpisahan mereka dan mulai maju mengecup pipi sang bunda dan memeluk wanita itu untuk yang terakhir kalinya. Who knows? Mungkin saja ini memang jadi pertemuan terakhir mereka.
Seorang namja putih berwajah damai yang menjadi anak terakhir yang di peluk di tahan wanita paruh baya itu lebih lama.
"Joonmyun, jangan pergi! Bunda mohon. Jangan pergi, nak! Tolong jaga bunda disini, sayang." Mohon sang bunda.
Namja itu menahan segala pergerakan air yang berusaha keluar dari mata beningnya. "Bunda, aku mencintaimu, terima kasih telah membesarkan kami tapi kami memang harus pergi demi ketentraman planet ini, bunda!"
Wanita itu semakin terpuruk mendengar pernyataan tanpa keraguan dari anak berwajah tenang itu. Ia melepaskan pelukannya dan menatap anak ke-empatnya itu. "Dengarkan bunda! Bunda tidak tahu apa yang akan terjadi pada kalian semua. Bunda takut kalian akan terhempas ke bumi, planet dimana bangsa vampire yang menyerang kita berada. Tapi mau tidak mau, kemungkinan itu pasti ada. Andai kau terdampar di bumi, di bumi nanti carilah sebuah tempat. Dimana terjadi pertemuan antara terang dan gelap. Kau akan melihat bunda. Mengerti?"
"Ya, bunda!"
"Jikalau ada yang terpisah, berjanjilah kau akan menyatukannya demi bunda."
Mengangguk lagi dan akhirnya berbalik pergi, mengejar kesebelas pangeran lainnya yang sudah berlari ke medan peperangan yang bertambah riuh. Meninggalkan kedua orang yang kini hanya bisa menghela nafas berat melepas kedua belas anak mereka yang telah bersama mereka besarkan selama 8-9 tahun ini.
#Flashback mode off#
Seraya tersenyum miris dan air mata yang menetes di pipi putihnya, namja itu memainkan tangan mulusnya sejenak pada air menyegarkan itu lalu mengendalikannya. Ia menggerakkan tangannya, mengatur jalannya air itu semakin mendekat dengan gerakan memutar semakin ke poros dan berpusar di depannya. Tangan itu dengan lihai mengontrol air di hadapannya menjadi menyusut. Semakin menyusut hingga hilang tak berbekas.
"Tapi—"
Mata beningnya yang sedari tadi mengeluarkan pertahanannya kini semakin deras mengeluarkan lelehan airmata itu, membiarkan air mata itu dengan bebasnya turun membentuk aliran kecil di pipi putihnya. Padahal, ia tadi sudah sedikit terhibur.
"Tapi salah satu dari mereka..."
"Ternyata kau disini, Joonmyun-ah!"
Suho membalikkan tubuhnya dan mendapati D.O, namja bermata bulat dengan topi hitam di kepalanya itu kini melangkah dengan perlahan mendekati dirinya. "Apa kau bertemu dengan bunda?"
Suho menggeleng. "Apakah tempat pertemuan terang dan gelap bukan di saat senja?" Suho balik melempar pertanyaan.
"Nan molla. Aku tak tahu dimana tempat itu."
"Aku merindukannya. Sungguh." Gumaman yang langsung di angguki oleh Suho. D.O duduk di samping Suho yang kembali menatap langit senja yang kemerahan, sangat cantik. "By the way, dia... belum menyadariku."
"Jinjja? Bagaimana bisa? Apakah dia tak merasakan auramu?"
D.O menggeleng. "Aku tak mengerti. Padahal dia sering berada di dekatku. Kau masih merasakan aura force ku kan? Kau yakin kan kalau dia itu vampire?"
Suh mengangguk. "Ne. Aura forcemu sangat jelas ku rasakan. Dan Kai memang vampire, ku mohon jauhi dia. Akan berbahaya kalau dia menyadari kau adalah seorang EXO Forces. Elemennya berada di atasmu, kau harus ingat itu." Ujar Suho panjang lebar.
"Aku telah berusaha menjauhinya tapi kau pasti tahu kan? Dia semakin mendekatiku dan menggangguku." Gumam D.O kesal. "Kau telah menemukan siapa elemen yang bisa mengalahkan Kai? Kalau kau telah menemukannya, beritahu aku sehingga aku tak perlu terus berlari dari Kai. Aku.. aku tak tega, Joonmyun-ah."
Suho tersenyum lalu mengangguk. "Ne. Aku menemukannya."
D.O membulatkan matanya. Terperangah. Namun hatinya terasa seperti meluapkan kegembiraan. "Benarkah? Siapa? Katakan padaku siapa dia? Apa dia EXO Forces atau sebaliknya?"
"Aku telah menemukan Luhan."
"Lu-Luhan?" D.O semakin membulatkan matanya. "Hyung dari sang martial artist, Huang Zi Tao? Tunggu, dia bukan vampire kan?"
"Ne." Suho kembali mengangguk. "Bahkan aku menemukan elemen di atas Dragon. The Time Controller."
"Siapa dia?"
"Siapa lagi kalau bukan Huang Zi Tao?"
"Jinjjayo?"
Tiba-tiba Suho menundukkan kepalanya, wajahnya terlihat sendu. Ia melupakan sesuatu. "Tapi Kyungsoo-ah, kau tahu kan kalau Luhan dan Tao tak mengingat semua kejadian di masa lalu kan?"
Wajah D.O yang tadinya berbinar kini mendadak lesu. Hal seperti itu sudah dapat di prediksinya tapi tetap saja mentalnya terasa down saat menghadapi kenyataannya. D.O mengangguk. "Aku mengerti, Joonmyun-ah. Mereka pasti tak akan mempercayai semua hal ini dengan mudah."
Suho menghela nafas panjang. "Kau tahu? Aku merasakan kalau vampire di sekitar kita tak hanya Kai saja. Aku merasakan kehadiran vampire-vampire lain. Aku mengkhawatirkan Luhan dan Tao."
"Kau takut?"
Suho mendesah lesu. "Bohong kalau aku bilang aku tak takut. Exo Forces murni hanya kita berdua. Kita memang menemukan Luhan dan Tao tapi mereka tak akan begitu saja mempercayai hal ini dengan mudah."
D.O mengangguk tanda paham. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru langit senja yang terlihat menenangkan. "Jikalau di waktu dekat ini Luhan dan Tao di serang, apa mereka bisa menggunakan kekuatannya, Joonmyun-ssi?"
Suho memejamkan matanya lalu mendesah pasrah. "Aku tidak tahu. Mereka pasti tidak tahu bagaimana cara menggunakan kekuatan mereka. Kekuatan mereka terkadang bisa muncul sewaktu-waktu tanpa mereka sadari."
"Aku mengkhawatirkan mereka, Joonmyun-ah."
++++++EXO++++++
Menyandar
pada kursi pengemudi dan menumpu kedua tangannya ke belakang kepalanya,
itulah yang dilakukan Kris saat mengawasi seseorang yang sedang di
tergetkannya sedari tadi dari dalam mobil. Huang Zi Tao. Satu dari enam
EXO Forces yang diincarnya bertahun-tahun. Kris tak perlu repot-repot
bertanya darimana Sehun mendapatkan informasi nama namja bermata panda
itu karena Kris sama sekali tak meragukan kemampuan Sehun dalam mencari
informasi. Mangsa sudah di depan mata. Kris hanya perlu bersabar
menunggu mangsanya itu seorang diri. Tanpa temannya yang entah mengoceh
apa."Beef, hati-hati di jalan. Sampaikan salamku dengan Chanyeol, ne?" seru Tao pada Baekhyun yang sudah berlari ke arah universitas Chanyeol yang berada di seberang universitasnya dan Baekhyun.
"Ne. Sampai jumpa~"
Tao tersenyum senang lalu berbalik badan, melangkah santai ke arah berlawanan dari Baekhyun. Hari ini dia pulang sendirian, sebenarnya ia cukup takut juga harus pulang seorang diri ke rumahnya karena saat ini, hyungnya aka Luhan sedang keluar untuk membeli sesuatu di toko buku. Jarak antara rumahnya dan universitas tidak jauh. Hanya membutuhkan waktu 20 menit dengan berjalan kaki.
Hening.
Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya dan cepat-cepat menoleh ke belakang. Ia merasa ada yang mengikutinya tapi ia tak melihat seorangpun ditangkap matanya. Sejauh mata memandang, mata pandanya mendapati sebuah mobil Koenigsegg Agera berwarna putih bersih yang Tao ketahui di bandrol $1.600.000 beberapa bulan lalu terparkir dengan jarak lima meter di belakangnya. Ia bergidik. Tak ada yang aneh dengan mobil yang masuk ke dalam list mobil termahal di dunia itu, ia hanya merasakan aura aneh saat mata pandanya menilik adakah seseorang di dalam mobil itu. Di liriknya jam putih yang melingkar tangannya dan dapat di lihatnya empat angka berjejer menunjukkan tanda bahwa hari sudah cukup sore. 05.15 PM.
"Ah, sudah sore sekali. Aku harus cepat-cepat pulang."
Tao mulai berlari menyusuri jalanan di sore hari menjelang malam itu tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Tak merasakan mobil mewah itu perlahan mengikutinya, membuntutinya hingga tiba di rumah sederhananya.
++++++EXO++++++
Sehun
menjalankan motor MV Agusta F4CC hitamnya mengikuti Lay yang telah
melaju membelah jalanan di sore ini. Ia sengaja membuntuti Lay karena ia
cukup penasaran dimana namja sombong itu tinggal dan bertahan hidup. Ia
tak yakin Lay pergi ke bar-bar di Seoul untuk memikat mangsa lalu
menyerangnya di kegelapan seperti rutinitas yang Sehun dan Kris lakukan.
Ia tak pernah melihat namja berlesung pipit itu di bar manapun yang
sering di kunjungi Sehun dan Kris, yah kalau bisa di bilang Sehun dan
Kris sudah sangat sering menghadiri dunia malam itu untuk sekedar
memikat mangsa lalu menghabisinya di suatu tempat penuh kegelapan.
Intinya dia sangat penasaran bagaimana namja itu bertahan hidup di bumi
ini.Jalan tak begitu sepi karena ada beberapa kendaraan di sekitar Sehun yang membuat Sehun bernafas legas, setidaknya tak ada kemungkinan Lay bisa mencurigai Sehun yang mengikutinya. Daun-daun dari pohon-pohon di sepanjang jalan sedikit berguguran dan angin menjadi cukup dingin. Sehun sedikit berdecak kesal. Walaupun ia mudah kepanasan, tapi tetap saja ia tak ingin angin-angin di sekitarnya mengganggu konsentrasinya untuk mengejar unicorn arogan itu.
Setelah 30 menit menyusuri jalanan kota Seoul, Motor hitam mengkilat milik Lay terlihat berbelok melewati pagar kokoh sebuah pemakaman kristen yang di kenal dengan pohon beringin besar yang terletak di tengah-tengah pemakaman itu. Pohon yang menjadikan simbol pemakaman besar itu. Sehun berhenti tepat di depan pagar kokoh pemakaman tersebut. Sedikit menjulurkan kepalanya untuk melihat ke dalam makam lalu mengerutkan keningnya sejenak.
"Apa yang ia lakukan ditempat seperti ini?" gumam Sehun yang melihat Lay terus menerobos rerumputan dengan motor hitam mengkilatnya lebih masuk ke dalam pemakaman yang cukup menyeramkan ini. Sehun melirik ke sekitarnya lalu menatap motor yang masih di naikinya.
"Ck. Aku harus meninggalkan motorku disini." Ucap Sehun seraya berdecak kesal karena harus memarkirkan motor hitamnya di area parkir pemakaman tersebut. Ia tak tau pasti apakah ia butuh membawa motornya jauh ke dalam pemakaman sseperti yang di lakukan oleh Lay. Tapi untuk berjaga-jaga, Sehun rasa berjalan kaki lebih tak mencurigakan.
Pohon ek tumbuh di berbagai tempat di area pemakaman ini, angin sore yang mendesau dingin kini berubah bersepoi tenang karena kedatangan Sehun yang cukup kesal dengan air yang tak bertiup tenang. Makam-makam dengan salib di atasnya terlihat kokoh melawan angin yang tadinya bertiup dingin. Sehun mengeratkan blazer hitamnya sembari melangkah mengikuti jejak roda-roda motor Lay yang membekas di tanah kecoklatan bearoma kematian.
Sehun menatap sekelilingnya. Dia seorang diri disini. Walaupun ada petunjuk jejak roda-roda motor milik Lay tapi jejak itu terlihat melewati semak-semak yang tingginya hampir setinggi Sehun jauh di depan sana. Rambut halus almond milik Sehun bergerak-gerak kecil tertiup angin nakal di senja kali ini. Hanya lima menit untuk bisa terdiam di depan semak-semak tinggi yang seolah menyembunyikan sesuatu yang membuat Sehun penasaran setengah mati.
"Ada apa di dalam sana? Apa yang dilakukan unicorn sombong itu di dalam sana?" Gumam Sehun penasaran.
Ia menerobos semak-semak tinggi itu dengan perlahan dan betapa terkejutnya Sehun mendapati sebuah rumah megah bernuansa hitam dan putih berdiri gagah di depannya. Speechless. Angin yang tadinya berhembus tenang mendadak tak bertiup barang satu tiupan. Seolah ikut merasakan keterkejutan sang Wind Controller yang membulatkan mulutnya polos.
Entah karena apa, angin yang tadinya tak bertiup karena kendalinya kini mulai mendesau marah mengantarkan sebuah aroma semerbak ke dalam sistem pernafasan Sehun. Sehun merasakan nafasnya tercekat. Tubuhnya mendadak bergetar dan membeku melihat hal yang di hindarinya setengah mati kini terpajang anggun di depannya. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat saat di dapatinya benda terkutuk itu seolah mengejeknya yang mulai memucat. Tak di rasakannya keringat dingin menetes di pelipisnya.
"And-Andwae.."
Kepalanya terasa pusing. Aroma itu semakin terasa semerbak saat angin mulai berhembus tak menentu, bertiup keras tak terkendali karena sang controller-nya telah kehilangan konsentrasi. Sehun merasa kedua kakinya bergetar dan melemas. Ia jatuh bertekuk lutut karena kepalanya terasa berputar-putar di iringi angin yang berhembus kuat di sekitarnya bagaikan badai tornado yang siap melindas apapun yang di lewatinya. Nafasnya memburu cepat dan tubuhnya semakin bergetar.
Sehun memejamkan matanya. Tak mau melihat benda beraroma anggun itu merasuk ke dalam pernapasannya. "An..Andwae! andwae!"
Jauh di depan sana, di depan rumah megah milik Lay, tertata rapi rangkaian bunga cantik nan berduri. Mawar. Itulah kelemahan terbesar Sehun.
Yah. Bunga anggun cantik namun berduri itu sukses membuat Sehun jatuh bertekuk lutut dan pucat pasi seperti itu. Bunga mawar merah bagai darah segar yang tertata rapi di depan halaman rumah megah itu menebarkan aroma yang dibenci Sehun seumur hidupnya. Bunga cantik yang menyeret Sehun untuk mengenang moment di masa lampaunya yang entah kenapa di tolak mentah-mentah oleh otaknya. Otaknya sama sekali tak mengizinkan satu kejadian di masa lampau kembali menyergap. Tidak diperkenankan hingga Sehun sama sekali lupa dan tak sudi kembali mengingat masa lalunya. Selama ini ia hanya menatap ke depan. Pikirannya hanya terfokus pada satu tujuannya selama ini : Menguasai dunia dan jagad raya.
"Andwae..Akh~"
Sehun hampir terjerembab kalau saja ia tak menahan berat tubuhnya dengan menapakkan kedua tangannya ke tanah, ia merasakan sebuah kisahnya di masa lalu berkelebat di otaknya. Hanya bayangan semu. Ia tak mengerti. Ia tak tahu kisah apa itu. Ia merasakan otaknya menolak untuk mengetahui siapa namja yang tiba-tiba menyeruak ke pikirannya saat ia mencium aroma mawar dan melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan mawar. Ia benci itu. Dan itu membuatnya kesakitan dan terlihat lemah. Sekali lagi, ia membenci hal itu. Ia benci menjadi lemah.
"Xiao Lu...Xiao Lu..." gumam Sehun tanpa sadar. Ia merasakan kepalanya bertambah pening saat kata-kata itu keluar dari bibir lembutnya.
KRATAKK
Bunyi langkah kaki yang mematahkan ranting-ranting di depan Sehun tak cukup mengalihkan Sehun dari rasa sakit yang menyerang kepalanya dan membuat nafasnya sesak. Kaki jenjang berbalut jeans hitam itu berdiri tepat di depan Sehun yang melemah hanya karena godaan rangkaian bunga cantik.
"Kasihan sekali kau, Oh Sehun!"
++++++EXO++++++
Kris
menyembunyikan dirinya dari pandangan penuh curiga Tao dengan bantuan
pohon besar yang tumbuh di depan rumah Tao. Kris melirik Tao yang
kembali acuh dan masuk ke dalam rumahnya. Kris menyeringai. "Ternyata
tempat ini yang menjadi tempat persembunyian mereka. Miris sekali
menyadari aku selalu melewati jalan ini dan tak mencurigai tempat ini."Rumah berlantai dua yang cukup sederhana, bercat putih berpadu hijau segar. Luasnya terkesan minimalis, mungil tapi terasa sejuk dan bersahabat. Kris melirik jam hitam di tangannya. 05.45 PM. Hari sudah mulai gelap, matahari mulai menyembunyikan sinarnya di balik peraduan, dan angin mulai mendesau dingin. Kris merapikan blazer hitamnya dan mulai menyelinap masuk ke rumah mungil itu.
Kris melompati pagar rendah yang terbuat dari kayu yang di cat putih bersih. Ia mewaspadai sekitarnya sebelum akhirnya kembali mengendap ke dalam rumah mungil namun bersih itu. Kris memicingkan mata elangnya saat melihat puluhan bunga mawar berwarna merah darah terpajang cantik di perkarangan rumah tersebut. Kris tertegun. Ada sekelebat perasaan tidak nyaman saat melihat mawar cantik tersebut tapi ia berusaha untuk mengabaikannya. Saat ini hal yang terpenting adalah menyerang salah satu EXO Forces yang di incarnya bertahun-tahun. Memang terlalu cepat dan di luar rencananya yang tadinya hanya ingin melacak tempat tinggal Tao. Tapi Kris memiliki prinsip tersendiri, semakin cepat ia menghabisi EXO Forces, semakin mudah pula jalan menuju penguasaan dunia.
Ia menatap sekeliling perkarangan rumah Tao dan mendapati satu lagi pohon besar di depan sebuah jendela di lantai atas. Kris menyeringai. Ia mengendap ke arah pohon tersebut dan akhirnya berdiri tepat di bawah pohon tersebut tepat di dekat semak-semak yang tumbuh rapi. Kris memejamkan matanya, mulai memfokuskan pikirannya, mengumpulkan konsentrasinya untuk membangkitkan jiwa dragon dalam dirinya. Perlahan cahaya merah keluar dari punggung kokoh Kris, sedikit redup karena terhalang blazer hitam yang di kenakan namja bermata elang itu. Perlahan, tubuh tinggi itu terangkat, menjauh dari tanah, melawan gravitasi bumi secara pelan-pelan. Kris membuka matanya dan dengan satu kali hentakan, ia melesat terbang ke salah satu dahan pohon yang kuat dan hinggap bagaikan macan hutan. Kris mengamati jendela yang menghubungkannya pada kamar dengan warna biru cerah bagaikan langit di musim panas itu, kamar yang terkesan ceria dan menyenangkan.
Tak lama, seseorang memutar kenop pintu dan membuat Kris berpindah tempat dahan kokoh lain agar tak terlihat. Seorang namja bermata panda masuk ke dalam ruangan tersebut dengan satu gelas berisi orange juice di tangan kanannya. Ia Huang Zi Tao. Kris kembali tersenyum sinis, benarkan feelingnya? Kamar ini memang kamar seorang Huang Zi Tao. Kalau rencananya untuk membunuh Tao tak akan terlaksana, Kris hanya perlu menunggu namja bermata panda itu keluar dari kamar tersebut lalu Kris akan masuk dan menghirup aroma tubuh Tao dari beberapa pakaiannya. Apakah ini terdengar aneh? Kris rasa ia memang harus menghapal aroma tubuh namja itu bahkan hingga parfumnya. Indera penciumannya cukup tajam dan ia bisa mengetahui keberadaan namja bermata panda itu dari jarak beberapa meter tanpa melihatnya, yah kalaupun namja itu berada di dekatnya.
Kris memperhatikan gerak-gerik Tao yang kini merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Kris berpikir keras, bagaimana caranya untuk masuk? Kris melirik balkon kamar tersebut dan mempertimbangkan apakah ia akan langsung mendarat di balkon tersebut dan membiarkan Tao berteriak histeris? Kris hampir saja ingin mengikuti kata hatinya kalau saja sebuah suara menginterupsi tekadnya.
"Huang Zi Tao~ Gege pulang~"
Kris hampir berteriak kesal karena namja bermata panda itu reflek bangkit dari tempat tidurnya lalu berlari keluar kamar. Apakah itu berarti rencana untuk membunuh Tao gagal? Kris menyangka Tao seorang diri di rumah itu, ternyata...
"Gege aku lapar~"
Begitulah kata-kata terakhir dari Tao yang masih dapat di dengar Kris. Perlahan tubuh berbalut blazer hitam itu melayang mendekati jendela tinggi kamar Tao. Kris mendaratkan kedua kakinya di atas jendela tanpa suara sedikitpun dan matanya mulai waspada dengan pergerakan kenop pintu. Ia memasuki kamar bernuansa biru langit itu dan perlahan berjalan mendekati pintu. Dan dapat di dengarnya suara lembut Tao sedang membujuk gegenya untuk memasak.
"Lugege, buatkan aku apa saja. Aku lapar~"
"Aku lupa membeli persediaan makanan minggu ini. Bagaimana kalau kita makan di luar?" sambut suara yang Kris rasa adalah gege dari Tao. Kris mulai sedikit bingung, Tao tidak tinggal seorang diri di rumah ini, berarti suara itu benar-benar adqa hubungan dekat dengan Tao? Apa benar Tao bersaudara dengan sang pemilik suara tadi? Kalau benar, apa sang pemilik suara tadi juga seorang EXO Forces? Tapi besar kemungkinan kan kalau Tao di adopsi semasa kecilnya atau...
"Baiklah. Kita berangkat sekarang ya ge?"
"Ne, Tao."
Baiklah. Kris rasa ia harus mencari parfum atau beberapa baju Tao. Ia perlu menghapal aroma tubuh namja bermata panda itu atau mengetahui parfum apa yang di pakainya. Untuk membunuhnya, Kris rasa lain kali saja. Hari ini keberuntungan tak memihak kepadanya. "Maybe next time." Gumam Kris santai.
Kris berjalan ke arah lemari dan mulai membukanya. Dilihatnya bermacam warna baju tertata rapi dan mata Kris menangkap tumpukan piyama tepat di depannya. Kris mulai meraih salah satu piyama berwarna biru langit dan mulai menghirupnya. Kris mendesah. "Astaga, bagaimana bisa aku tahu aroma tubuhnya? Dia memakai pewangi pakaian." Kris mengembalikan piyama itu ke tempatnya dan mulai membalikkan badan mencari parfum di atas nakas di dekat tempat tidur Tao.
Kris meraih sebuah botol yang ia yakini parfum milik Tao. Kris mulai menghirupnya perlahan. "Sweet orange. Aroma jeruk yang manis." Gumam Kris seraya menyemprotkan sedikit ke selembar photo Tao yang di dapatnya dari Kai. Kris akan memajang photo itu di dashboard mobilnya agar pencariannya semakin fokus. Kris mengembalikan parfum milik Tao kemudian tanpa sengaja melirik tempat tidur Tao. kris menyeringai.
"Oh astaga Kris. Kau hampir melupakan hal yang penting."
Kris melangkah mendekati tempat tidur Tao dan mulai menghirup aroma tubuh Tao yang menempel di tempat tidur dengan pororo sebagai bedcovernya. Kris tersenyum. "Aroma yang manis. I got you, Tao! kekeke~"
Kris menegakkan tubuhnya dan mulai merapikan blazer hitamnya. Ia rasa cukup sudah ingatan tentang Tao melalui aroma tubuh dan parfumnya. "Aigoo aku merasa seperti anjing pelacak milik polisi yang selalu ingin tahu. Itu menyebalkan."
Kris mendudukkan dirinya di atas tempat tidur Tao saat punggungnya terasa panas. Perasaan tak nyaman mulai menyelimuti pikirannya dan membuatnya gelisah. Tiba-tiba aroma sweet orange yang memenuhi kamar tersebut, kini tergantikan oleh aroma mawar yang merebak ke indera penciuman Kris.
"Ada apa ini? Aku merasa…ah mengapa jadi tercium aroma bunga mawar?"
Mendadak, Kris merasakan pikirannya tertarik ke dalam sebuah tempat yang penuh dengan kabut tebal, kabut itu menghalangi pandangannya beberapa saat dan kabut pun mulai menipis perlahan. Kris merasakan nafasnya tercekat saat melihat Sehun yang berada dua meter di depannya jatuh bertekuk lutut denga tangan memegang kepala dan wajah yang menunjukkan kalau ia sedang merasa kesakitan.
"Sehun…" lirih Kris.
Sehun tak menoleh dan tetap menunduk dengan rintihan-rintihan kecil yang keluar dari bibir plumnya. Perlahan Kris melihat sesosok namja memunggunginya dengan setelan jaket coklat dan celana jeans hitam. Rahang Kris mulai menegang karena di lihatnya namja itu hanya diam melihat Sehun yang kesakitan. Namja itu mulai menunduk, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Sehun yang lemah tak berdaya, dan dapat di lihatnya namja itu meletakkan tangannya ke dagu Sehun, terpaksa Sehun mendongakkan kepalanya dan namja itu mulai mendekatkan kepalanya ke wajah Sehun.
Semakin dekat dan…
Kris terpental ke dunia nyatanya, pupil kecoklatan Kris kini memerah dan nafasnya mulai tersengal-sengal. Kris merasakan rasa panas masih menjalar di punggungnya. "Sehunnie, apa yang terjadi pada bocah sok tau itu?"
Kris berlari ke arah jendela berniat mencari keberadaan Sehun dan tiba-tiba kenop pintu berputar dan terbuka. Menampilkan sosok bermata panda yang membulatkan matanya. Menangkap sebuah sosok yang menyusup ke kamarnya tanpa izin. Tao terperangah. Seluruh anggota tubuhnya terasa membeku. Di lihatnya namja dengan blazer hitam itu langsung memakai sebuah masker hitam dan sejenak menoleh ke arahnya. Tao menahan nafasnya. Aigoo siapakah namja berambut pirang dan berblazer hitam ini?
Tao ingin menjerit tapi tak bisa. Lidahnya terasa kaku. Tapi bisa dilihatnya namja itu mulai naik ke atas jendela dan melompat ke luar. Sayangnya, namja itu tak menyadari bahwa ia telah meninggalkan sebuah benda yang tersangkut di tirai jendela Tao.
Tao buru-buru berlari mendekat ke arah tirai biru langit miliknya dan meraih benda tersebut. Ternyata sebuh gelang berwarna coklat tua yang terbuat dari serat kayu. Tao mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan masih dapat di lihatnya namja berblazer hitam itu berlari melewati perkarangannya. Tao merasakan tubuhnya yang masih bergetar.
"Ta-tadi i-itu si-apa? A-apa di-dia pen-cu-ri?" gumam Tao terbata-bata. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamarnya dan tak mendapati barang-barang berserakan bekas habis di geledah seperti di drama-drama yang biasa di tonton Tao. Ia merasa pria tadi bukanlah pencuri. Lalu apa lagi kalau bukan pencuri?
"Huang Zi Tao, apa yang kau lakukan di situ? Bukankah kau hanya ingin mengambil handphonemu?"
Tao sedikit terperanjat atas kehadiran gegenya di ambang pintu. Luhan mengangkat alisnya melihat tubuh Tao yang bergetar dan wajah pucat pasi. "Tao, gwaencahanayo?"
"Gwae-cha-na, ge. Tadi... tadi a-ada kelelawar masuk ke kamarku hahaha aku takut hehehe." Balas Tao dengan tawa yang ia paksakan. Luhan gege tak perlu tau, jerit batinnya.
Luhan membulatkan bibirnya. "Oh, baiklah. Bagaimana kalau kita berangkat sekarang? Katanya kau lapar."
Tao mengangguk dan mulai mendekati gegenya. "Baik, ge."
++++++EXO++++++
Kris
melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi di jalanan kota Seoul yang
cukup sepi, ia harus memakai jalan alternatif karena Kris merasa ia tak
mau berurusan dengan polisi di saat terdesak begini. Kris mengambil
handphonenya dan mulai menghubungi Sehun. Tak ada jawaban."Shit, kau dimana bocah? Cepat beritahu aku." Gumam Kris gelisah.
Punggungnya kian memanas, Kris yakin Sehun tengah mengirimkan sinyal permintaan tolong padanya. Sehun dalam bahaya. Kris menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dekat dengan sebuah taman. Ia menghela nafas panjang dan langsung menghantam dashboard mobilnya.
BUKK
"Arrgghhh kau dimana, bocah?"
Kris menghela nafasnya berat dan mulai menutup matanya dengan kedua tangannya. Frustasi. Tentu saja. Oh ayolah, bocah sok tahu itu dalam bahaya. Kris mana bisa tenang kalau namja berkulit putih susu itu kini kesakitan dan bertekuk lutut di hadapan namja yang kini… apakah tadi ia tak salah lihat? Apa benar tadi namja misterius itu mencium Sehun? Benarkah?
"Bagaimana bisa namja itu mencium setan sok tahu itu?"
Kris mulai mengingat dimana keberadaan Sehun, tak mungkin ia berkendara mengelilingi kota Seoul. Aigoo Kris tak bodoh, Seoul itu sangat luas. Kabut tebal, yah Kris ingat awalnya kabut tebal yang mengantarnya pada keberadaan Sehun. Sehun yang merintih kesakitan, sepertinya kepalanya pening, dan bertekuk lutut di hadapan namja misterius yang memunggunginya. Kris mulai melihat ke sekitar Sehun. Batu nisan. Kris melihat banyak batu nisan di sekeliling Sehun. Berarti Sehun berada di pemakaman.
"Apa yang kau lakukan di pemakaman, bodoh?" gumam Kris yang masih menutup matanya.
Banyak bunga berwarna merah darah di sekitarnya. Kris bisa menghirup semerbak aroma mawar. Dan Kris sekarang tahu apa yang membuat Sehun kesakitan. "Dasar bocah bodoh." Umpat Kris lagi.
"Tapi kau di pemakaman mana, bocah?" geram Kris.
Kris semakin menguatkan instingnya, melihat ke sekeliling Sehun dalam benaknya. Dan ia melihat satu lagi clue yang membuatnya tersadar. Pohon beringin besar di antara ratusan pohon ek. Kris langsung tersadar dan kembali memukul stir mobil.
"Bocah bodoh, bocah sok tahu, kau disana ternyata! Dasar gila."
++++++EXO++++++
Lay
kembali tersenyum kecil, memamerkan lesung pipi nya yang terukir di
pipi kanannya. Ia kembali merunduk, mensejajarkan kealanya ke hadapan Oh
Sehun yang kesakitan. "Kau mengikutiku dari tadi kan, Oh Sehun?""…"
Lay mengusap-usap lehernya dan mencoba menahan tawa. "Dengan maksud apa kau kesini, huh?"
Sehun tetap tak menjawab. Ayolah, tubuhnya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan kepalanya sangat pusing, apakah bisa ia menjawab dalam keadaan seperti ini?
Lay memandang lurus kepada Sehun yang menunduk, dan mulai mengangkat dagunya. Dapat di lihatnya dengan jelas kalau Oh Sehun yang biasanya terlihat sering melemparkan tatapan mata tajam, dingin nan membunuh, kini hanya tersisa Oh Sehun yang polos dan seperti anak kecil yang baru saja terjatuh dari sepeda. Anak kecil yang polos, setidaknya itu yang terlintas di pikiran Lay saat dilihatnya wajah putih susu khas Oh Sehun.
Lay tertegun. Wajah polos Oh Sehun yang kesakitan seakan menariknya mendekat. Tidak tidak. Lay menggelengkan kepalanya sekedar mengusir rasa aneh yang bercokol di kepalanya. Apa-apaan ini. Sehun yang sekarang ini menyimpan segala bentuk kejahatan seorang vampire seperti dirimu Lay, batin Lay gusar.
Lay kembali menatap Oh Sehun. Lay rasa Sehun benar-benar kesakitan, Sehun tidak sedang memainkan drama untuk mengecohnya. Lay memegang dagu Sehun dan mulai mendekatkan wajah mereka. Lay tak mengubris otaknya yang terus-terusan berteriak, mengajukan penolakan atas sikapnya saat ini. Lay kembali tertegun. Matanya terpaku pada satu titik hitam di leher kiri Sehun. Tubuh Lay membeku seketika. Ia merasa ada sekelebat kejadian merasuk otaknya saat melihat titik hitam di leher Sehun.
Lay menciptakan jarak diantara mereka, tubuh Lay mulai mendingin, dan kepalanya mulai di penuhi sesuatu yang terasa sesak. Sekelebat kejadian mulai terlihat cerah di kepala Lay. Seorang anak kecil dengan setangkai mawar merah tengah mencabuti satu persatu kelopaknya.
Gege, kau tahu? Sehun sangat menyukai mawar.
Walaupun berduri, ia terlihat anggun.
Ia seperti bunda, cantik tapi bisa menjaga dirinya sendiri.
Apakah mawar juga punya kelemahan?
Lay merasa dirinya terasa membeku dan tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Di usahakannya mati-matian untuk menanyakan siapa diri Sehun ini sebenarnya? Lay yakin dia vampire, lalu anak kecil yang tadi berlarian di otaknya itu siapa? Sehun kan?
Lay baru saja ingin melontarkan pertanyaan kepada Sehun sebelum suara menginterupsi kelanjutan sikapnya.
"SEHUNA, KAU DIMANA?"
Lay mengalihkan pandangannya ke arah namja bertubuh tegap tinggi dan rambut blonde yang kini melangkah di sekitarnya. Namja itu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru makam dan terlihat bingung. Lay yakin namja blonde itu kini mencari keberadaan Sehun.
Lay menatap Sehun sejenak lalu menghela nafasnya. "Pahlawanmu sudah datang. Sampai berjumpa kembali."
Lay mulai berlari sebelum namja blonde itu menemukan Sehun.
"Sehuna~"
Kris mendapati Sehun yang tengah bertekuk lutut dengan wajah menahan sakit. "Aigoo sehuna, dasar bodoh! Apa yang kau lakukan disini, huh?"
Kris melihat sekelilingnya. Ia tak bisa menebak apa yang di lakukan Sehun ditengah hutan. Kris tak melihat serangkaian mawar seperti yang ada di bayangannya saat Sehun tengah mengirimnya sinyal bahaya.
"Kau baik-baik saja, Sehuna?"
++++++TBC++++++
Tidak ada komentar:
Posting Komentar