
Title : Gyeoureun Namja
Author : Han Airen
Length : Chaptered (5 of 5)
Main Cast : Lee Sungmin; Cho Kyuhyun; Eunhyuk; Kim Ryeowook
Genre : Romance (Genderswitch)
Warnings : Typo and OOC
Summary : Tidak hanya musim dingin, tetapi kau
adalah semua musim dalam hidupku karena seperti apapun waktu berputar
hanya ada kau dalam duniaku
.
.
.
“Mianhae, hiks… Mianhae…” lirihmu dalam tidur.
Tok. Tok. Tok. “Ming, kau sudah bangun jagi? Kyuhyun sudah menunggumu di bawah.”
Sebuah suara lembut yang sangat kau kenal membangunkanmu
dari mimpi buruk itu. Kau membuka matamu dan mengubah posisi tidur
menjadi duduk.
“Ne, eomma. Aku sudah bangun.” Jawabmu setengah berteriak.
Kau beranjak dari tempat tidur saat mendengar langkah
kaki mulai menjauhi kamarmu dan menuruni tangga. Dengan langkah gontai
kau memasuki kamar mandi yang terdapat di dalam kamar.
Kau tidak segera beranjak untuk membersihkan tubuh,
hanya memandangi pantulan diri di balik cermin, kegiatan yang mulai
sering kau lakukan sejak mimpi-mimpi itu menghantuimu satu bulan lalu,
sejak kau mengetahui kenyataan bahwa kaulah yeoja yang dicintai Hyukie.
Kau memandang miris bayanganmu, begitu sayu dan
berantakan. Kau tahu bayangan itu bukan pantulan dirimu yang baru bangun
dari tidur, tetapi pantulan keputusasaan dan rasa bersalah.
‘Babo,’ pikirmu dan segera beranjak menuju shower untuk membersihkan diri.
.
.
.
Kau mematut diri di cermin, bukan untuk mendandani diri
agar terlihat cantik di mata Kyuhyun, tetapi sekedar ingin terlihat rapi
di hari kencan kalian. Kencan pertama di musim gugur setelah sebulan
ini kau berusaha menghindari kekasihmu.
Sweater pink, jeans biru selutut, sepatu kets berwarna blue sapphire, dan rambut kuncir kuda menjadi pilihan style-mu
hari ini. Kau terlihat sederhana, tetapi tidak menghilangkan kesan
manis yang menjadi ciri khasmu. Setelah yakin kau cukup pantas untuk
berkencan hari ini, kau berjalan menuruni tangga untuk menghampiri
Kyuhyun.
.
.
.
Handel & Gretel Café pukul 10am KST
Kau masih asyik memakan cake strawberry-mu hingga tak mempedulikan tatapan penuh harap dari kekasihmu yang saat ini tengah duduk di hadapanmu.
“Apakah cake itu sangat enak?” Kau mendongak saat suara bass Kyuhyun menghampiri gendang telingamu.
“Heuumm, cobalah.” Kau mengambil sepotong cake dan menyuapkannya untuk Kyuhyun.
Sebuah senyuman dan tatapan hangat Kyuhyun tertangkap jelas oleh matamu saat dia mengunyah potongan cake yang kau berikan. Tanpa sadar kau pun ikut mengulum senyum, tulus, yang satu bulan ini telah menghilang dari bibir cherry-mu.
“Cake ini rasanya enak. Pantas saja kau sangat
menikmatinya hingga melupakan aku yang bersamamu.” Ucapan Kyuhyun
terdengar sangat datar olehmu, tetapi mampu menusuk ke dalam hati.
Apalagi saat matamu menangkap aura dingin dari iris onyx-nya.
Kau merasakan kelu di bibirmu, tak mampu membantah
kebenaran dari perkataan Kyuhyun. Pikiranmu mulai menjalar liar,
berusaha mengingat kapan terakhir kali kau menganggapnya ‘ada’.
‘Tidak pernah, aku tidak pernah melupakanmu Kyu.
Karena pada kenyataannya aku tidak pernah benar-benar mengingatmu. Dari
awal hingga kini kau menjadi kekasihku, kau tidak pernah benar-benar ada
di hati dan pikiranku. Mianhae, kau hanya sahabat untukku.’
Cup. Kau segera menghentikan pikiran liar yang
menguasaimu saat merasakan sebuah kecupan ringan mendarat di pipi
mulusmu. Dan tentu saja kau mendapati Kyuhyun sebagai satu-satunya
pelaku pengecupan itu karena saat ini dia tengah tersenyum kepadamu.
“Wajahmu yang sedang melamun seperti itu membuatmu
semakin menggoda, Ming.” Ucap Kyuhyun sambil mengerlingkan matanya
kepadamu. “Jangan lakukan itu di tempat umum, ne? Aku tidak ingin ada korban lain dari wajah manismu itu, jagi.” Pinta Kyuhyun dengan suara yang terkesan menggoda menurutmu.
Kau hanya tersenyum menanggapi candaan kekasihmu sambil
sesekali meliriknya, sepertinya kau sudah mulai menemukan cara untuk
kembali ke instrumen ceriamu.
“Jadi, setelah ini kita akan ke mana?” Tanyamu penuh semangat.
“Kita akan berkeliling di sekitar sini, melakukan kencan
dewasa.” Senyuman Kyuhyun tak henti tersungging untukmu, sementara kau
mengernyitkan dahi pertanda bingung dengan perkataan Kyuhyun.
“Mwo? Kencan dewasa?” Tanyamu menuntut.
“Iya, kencan dewasa. Berjalan bersama sambil
bergandengan tangan di pusat keramaian. Sesekali menghampiri toko yang
dilewati hanya untuk bercengkrama ataupun memilih barang couple. Kebetulan kita belum memilkinya bukan?” Jelas Kyuhyun penuh semangat.
“Sepertinya menarik, ayo kita lakukan.” Kau hendak
beranjak dari dudukmu jika Kyuhyun tidak segera menahan dan memintamu
untuk duduk kembali.
“Sebelum kita pergi, aku mau kita mematikan ponsel dulu.
Aku tidak mau kencan kita terganggu.” Pinta Kyuhyun sambil menunjukkan
ponselnya yang telah dimatikan kepadamu. Dengan segera kau melakukan
seperti yang Kyuhyun inginkan tanpa melihat ada sebuah seringaian yang
tercetak samar di bibir tebal kekasihmu.
.
.
.
.
.
.
Hari sudah semakin sore, tetapi sepertinya kencanmu
dengan Kyuhyun belum berakhir karena kini kau sedang duduk di sebuah
taman di kawasan Yeongdeungpo-gu, menunggu Kyuhyun kembali dari
perburuan ice cream. Karena merasa bosan, kau mulai merogoh saku jeans, mengambil ponsel pink kebanggaanmu dan segera menghidupkannya, sekedar mengecek adakah pesan ataupun mailbox yang masuk.
Belum sempat kau menutup flip-nya, ponselmu terus bergetar tanpa jeda. Kau terkejut saat mendapati 10 pesan sampai ke ponselmu dengan id pengirim yang sama, Ryeowook Kim. Bahkan 5 pesan pemberitahuan mailbox pun mengisyaratkan hal yang sama, Wookie berusaha keras menghubungimu.
Kau mulai membaca satu per satu pesan dari Wookie, yang
hampir semua isinya tidak jauh berbeda, menanyakan keberadaanmu. Tetapi,
saat kau sampai pada pesan kesepuluh …
.
From : Ryeowook Kim
Hyukie akan berangkat dengan pesawat pukul 5pm KST, kuharap kau membaca pesan ini dan mailbox dariku sebelum itu. Dan datanglah ke bandara, kami menunggu.
.
Kau terdiam, terlihat masih berusaha mencerna maksud dari isi pesan Wookie. ‘Bandara? Hyukie? Apa maksudnya?’ Monolog pikiranmu.
Segera kau mengetik beberapa digit angka untuk masuk ke pesan mailbox-mu, sekedar mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
.
Mailbox 1:
Ming, kau dimana? Kenapa ponselmu mati? Apakah kau tidak tahu ini hari keberangkatan Hyukie ke Eropa? Hari ini aku, gege-mu, dan Henry akan mengantarnya, apa kau tidak mau ikut? Hubungi aku segera.
.
Mailbox 2:
Ming, kau dimana? Apa kau bersama Kyu? Kenapa ponsel kalian berdua mati? Kalian tidak ingin mengantar Hyukie?
.
Mailbox 3:
Ming, kami akan berangkat ke Incheon sekarang. Kau bisa menyusul kami ke sana, jangan terlambat. Hyukie akan take off jam 5.
.
Mailbox 4:
Ming, kami sudah tiba di bandara. Apakah kau sudah membaca pesanku? Kau dimana, cepatlah datang.
.
Mailbox 5:
Ming, bisakah kau datang? Sahabatmu akan
pergi, kita tidak tahu kapan bisa bertemu dengan Hyukie lagi. Datanglah
Ming, dan biarkan Hyukie melihatmu sebelum keberangkatannya… Itu akan
sangat berarti untuknya. Kami menunggumu.
.
Dengan berakhirnya mailbox terakhir dari Wookie, berakhir pula pertahananmu, dengan bebas air mata menghiasi pipi chubby-mu.
Bahkan kini ponselmu tengah bergerak bebas mengikuti gravitasi bumi
seiring melemahnya genggamanmu. Kau bingung, tak tahu harus melakukan
apa, tubuhmu terlanjur lemas untuk bergerak saat mendapati kabar
kepergian Hyukie yang begitu mendadak.
‘Hyukie akan pergi. Tidak, ini tidak boleh’, pikirmu. Kau melihat jam besar yang berdiri kokoh di tengah taman, pukul 4pm KST. ‘Masih sempat’, pikirmu (lagi).
Segera kau menyeka air matamu yang sempat mengalir dan
beranjak dari duduk, berniat berlari ke pinggir jalan raya untuk mencari
taksi dan pergi ke bandara, tetapi tanpa kau duga sebuah tangan
menahanmu. Kau membalikkan tubuh dan mendapati Kyuhyun sedang menatapmu–
dingin.
“Ada apa, Ming?” Tanya Kyuhyun dengan suara yang tak kalah dingin dari tatapannya.
“Kyu, Hyukie di bandara, dia akan berangkat ke eropa.
Aku tidak tahu, kenapa dia harus pergi? Kita harus ke sana, kita …”
Racauanmu yang penuh kepanikan terputus.
“Hyukie mendapatkan beasiswa musik ke Belanda, dia akan
berada di sana selama setahun, atau mungkin lebih. Dan hari ini adalah
jadwal keberangkatannya.” Jelas Kyuhyun, datar.
“Kau tau semua itu?” Tanyamu memastikan. Entah kemana perginya kepanikanmu tadi, yang ada saat ini adalah rasa penasaran.
“Tentu saja, kami sepupu dan tinggal satu rumah,
bagaimana mungkin tidak tahu. Bahkan aku orang pertama yang diberitahu
Hyukie mengenai beasiswanya.” Jawab Kyuhyun, masih datar dan dingin.
Kau mengernyit heran mendengar penjelasan Kyuhyun, menatap Kyuhyun dengan foxy yang kebingungan seolah bertanya, ‘kenapa?’. Seakan mengerti dengan kebingunganmu, Kyuhyun kembali menjelaskan.
“Aku tidak mau kau berubah, karena itu aku mengajakmu
berkencan hari ini dan memintamu mematikan ponsel seharian agar kau
tidak mengantar kepergian Hyukie.” Terang Kyuhyun tenang, sementara kau
mulai menunjukkan emosi– terluka, kecewa, dan marah.
“Apa maksudmu, Kyu?” Tanyamu mulai bergetar– menahan
amarah dan berusaha menghempaskan tangan yang entah kenapa semakin erat
menahanmu.
“Dari awal aku tahu pandanganmu bukanlah untukku. Kau
menyukai Hyukie, begitu juga sebaliknya. Tapi kalian tidak cukup percaya
diri untuk mengungkapkannya hingga Hyukie mengira akulah gyeoureun namja-mu.” Kau melihat Kyuhyun menarik nafasnya sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Sungguh, aku tidak berniat memilikimu, Ming.
Mencintaimu dalam diam dan berharap saudaraku bahagia bersamamu itu
sudah cukup bagiku. Hingga akhirnya kau memintaku untuk menjadi
kekasihmu, sejak saat itu aku mulai egois. Aku ingin memilikimu
seutuhnya, hati dan ragamu.” Ucap Kyuhyun yang terlihat dan terdengar
sendu bagimu.
Dadamu sesak mendengar pengakuan Kyuhyun, rasa bersalah
mulai merasukimu, membuatmu tak kuasa menitikkan air mata– penyesalan.
Sungguh kau sangat ingin mengucapkan maaf yang mungkin tidak akan
menyembuhkan kesakitannya. Sekali lagi, kau menyakiti perasaan yang tak
bersalah. Kau mulai membuka bibirmu untuk menjelaskan semua kepada
Kyuhyun, tetapi suara bass-nya terlanjur menginterupsimu.
“Kau yang memintaku, Ming. Dan sekarang kau milikku. Aku
tidak akan melepaskanmu, sekalipun itu kepada Hyukie.” Suara dingin
Kyuhyun kembali terdengar di telingamu, membelah alam bawah sadarmu.
“Kita pulang sekarang.” Pinta Kyuhyun sambil menarik tanganmu menuju
mobilnya.
Kau bergeming, berusaha menahan langkah dan melepaskan
genggaman erat Kyuhyun. Usahamu cukup berhasil karena saat ini Kyuhyun
membalikkan tubuhnya menghadapmu.
“Kyu, mianhae… Tapi aku mencintai Hyukie,
tolong lepaskan tanganmu karena aku akan mengejarnya.” Pintamu memohon
dengan nada bergetar dan air mata yang hampir tumpah.
“Apa yang kau harapkan dengan mengejarnya? Dia akan
membatalkan kepergiannya? Tidak, kau datang ataupun tidak Hyukie akan
tetap pergi. Jadi sekarang kita pulang.” Perintah Kyuhyun sambil
berusaha menarikmu kembali.
Kau masih bergeming, tak ingin menyerah. “Mianhae, Kyu… Mianhae…
Tapi aku mohon biarkan aku menemui Hyukie, aku sangat ingin menemuinya.
Tidak peduli Hyukie akan pergi ataupun tidak, aku ingin dia tahu bahwa
aku masih mencintanya.” Mohonmu dengan isakan yang sudah tak mampu kau
tahan.
“Dan melukaiku?” Tanya Kyuhyun sendu.
“Mianhae, Kyu. Tapi untuk kali ini saja biarkan
aku memperbaiki apa yang telah aku rusak.” Kini air matamu bebas
mengalir, deras. Rasa bersalah dan takut kehilangan begitu menguasaimu.
“Perbaiki dengan mulai mencintaiku dan melepaskan Hyukie.” Ucap Kyuhyun tegas.
“Kyu…”
“Aku tidak mau merasakan sakit, Ming. Jika aku
melepaskanmu sekarang, aku akan kehilanganmu selamanya dan itu rasa
sakit yang tidak akan pernah tersembuhkan.” Jelas Kyuhyun begitu
menuntut, tetapi ada getar yang kau tangkap dari nada bicaranya.
Tubuhmu merosot jatuh ke tanah yang kau pijak seolah tak
memiliki kekuatan lagi untuk berdiri apalagi melepaskan cengkeraman
tangan Kyuhyun yang membelenggumu kuat. Kau memang bukan yeoja
lemah, tetapi rasa bersalah dan takut kehilangan membuatmu tak berdaya.
Hanya sesak yang mampu kau rasakan saat ini. Kau terus menangis,
mengucapkan maaf seolah itu bisa mengurangi sesakmu.
“Mianhae, hiks… Mianhae, Kyu… Hiks, biarkan aku pergi …”
Maaf dan mohon, dua kata yang terus kau gumamkan dalam
tangisanmu, tetapi itu tak urung membuat Kyuhyun meluluhkan hatinya.
Kyuhyun terus menggenggam pergelangan tanganmu erat, bahkan kini dia
berusaha memeluk tubuh rapuhmu, membagi rasa sakit yang kalian rasakan.
“Mianhae, Ming. Kau tak memberiku pilihan.” Ucap Kyuhyun melembut dan kau masih terus menangis– kini dalam pelukan Kyuhyun.
“Menangislah. Setelah ini, kita mulai kembali kisah kita.” Kyuhyun semakin mengeratkan pelukannya padamu.
‘Sesak. Sakit.’
Kau memukuli dadamu sekuat yang kau mampu, berharap
sesak di dalam dadamu berkurang. Berharap sakit di hatimu mampu
teralihkan seiring pukulan. Tangismu tak berhenti, dan tak tahu kapan
akan berhenti selama sesak itu terus merajaimu. Dan seketika kau
kehilangan kesadaranmu.
.
OoooOoooOoooO
.
Seoul 3 tahun kemudian, Winter
Kau sedang berdiri di balkon apartemenmu, sekedar menikmati pagi musim dingin di Seoul dari ketinggian bersama secangkir cappuccino
hangat. Dinginnya udara Desember tak kau indahkan, terbukti dari
tubuhmu yang tak bergerak sedikit pun dari sandaran balkon. Pikiranmu
terlalu sibuk dengan kenangan-kenangan lalu hingga tak mempedulikan
udara dingin yang semakin menusuk kulitmu, tak sadarkah kau hanya
mengenakan jeans selutut dan kaos lengan pendek pagi ini?
Pikiranmu terus menerawang ke masa dimana kau masih bisa bersama namja yang begitu menyukai musim dingin, hingga sebuah tangan kekar yang memeluk pinggangmu dari belakang menyadarkanmu.
“Kyu…” panggilmu lirih.
“Saranghae, Lee Sungmin.” Ucap Kyuhyun mesra.
Kau tak membalas ucapan itu, hanya tersenyum miris
mengingat hingga kini kau tak mampu membalas pernyataan cinta Kyuhyun,
kekasihmu.
“Kau tak ingin menjawabnya, Ming?” Tanya Kyuhyun yang kini berusaha membalik tubuhmu untuk saling berhadapan.
“Kau ingin aku menjawab apa, Kyu?” Tanyamu lemah, tak ingin lagi pengungkapan perasaanmu menyakiti orang-orang yang kau sayang.
“Belum bisa melupakan Hyukie, eoh?” Kyuhyun balik bertanya kepadamu sembari mengulum senyum luka.
“Kau tau, Kyu.” Kau menghentikan sejenak kalimatmu,
berusaha menyusun kata yang tidak akan menyakiti Kyuhyun, lagi. “Yang
pertama itu akan selalu berkesan dan tak mudah untuk dilupakan.”
Matamu memandang ke dalam onyx Kyuhyun, mencari
bukti bahwa kalimatmu kini tak akan menyakiti perasaannya. Di antara
aktivitasmu itu, kau mendapati Kyuhyun mengulum senyumnya, tulus.
“Ramalan cuaca mengatakan hari ini salju pertama akan
turun, ayo kita jalan-jalan.” Ucap Kyuhyun yang terdengar ceria di
telingamu.
Kau tersenyum, tanpa aba-aba menarik lengan kekar Kyuhyun untuk memulai kencan kalian hari ini.
.
.
.
.
.
.
Yongsan Family Park pukul 9am KST
Kau masih setia mengikuti langkah kaki Kyuhyun
membawamu, meskipun tak dapat dipungkiri pertanyaan-pertanyaan mulai
menggelayuti benakmu. Kau memilih diam, tak ingin menginterupsi apapun.
Hanya mengikuti dan menunggu hingga Kyuhyun menjelaskan semuanya.
Rasa heran yang terus mengikutimu sejak awal datang ke
taman ini begitu menyita perhatianmu hingga masih belum menyadari bahwa
kakimu tengah berpijak di jembatan itu, tempat kalian bertiga saling
bertemu dan menyapa untuk pertama kali.
“Ming.” Suara lembut Kyuhyun membuatmu kembali fokus pada keadaan sekitar.
“Eh?” Kau melihat sekelilingmu, sama seperti
sebelum-sebelumnya segelintir kenangan menghampiri setiap kali kau
mengunjungi tempat ini. “Kyu, kenapa …”
“Kau suka salju bukan?” Tanya Kyuhyun tanpa mengindahkan raut bingungmu. Kau menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Ayo kita lakukan permainan.” Ucap Kyuhyun tenang.
“Euuumm, permainan?” Tanyamu sambil memiringkan kepala, menunggu penjelasan dari namja yang berstatus kekasihmu.
“Kau tahu, Ming …” Kyuhyun terdiam sejenak dengan iris yang menatap foxy-mu
dalam. “Patah hati itu menyedihkan, tetapi lebih menyedihkan lagi
memaksa seseorang untuk mencintai kita.” Ucap Kyuhyun tenang sambil
mengalihkan pandangannya darimu, menerawang.
Kau yang tidak mengerti ke mana arah pembicaraan ini hanya terdiam, menunggu hingga tepat waktunya giliranmu bicara.
“Tetapi jauh lebih menyedihkan lagi jika kita tidak
berusaha memperbaikinya. Karena itu …” Kini tatapan Kyuhyun kembali
mengunci dirimu. “Ayo kita lakukan permainan penutup untuk mengakhiri
permainan yang sudah kita mulai sebelumnya.” Ucap Kyuhyun tegas.
Kau masih bergeming, belum bisa menangkap maksud dari
ajakan Kyuhyun. Tetapi raut wajahmu tengah menunjukkan kebingungan yang
tidak biasa. Seakan mengerti keadaanmu, Kyuhyun melanjutkan
penjelasannya.
“Aku pernah mengatakan padamu, aku tidak akan dengan
mudah melepaskan apa yang menjadi milikku. Itu sebabnya aku terus
mempertahankanmu, sekalipun itu menyakitimu, aku, dan Hyukie.” Ucap
Kyuhyun yang terdengar lirih olehmu di kalimat terakhirnya. Dan kau
merasakan hentakan keras di dadamu kala nama itu disebut kembali.
“Hhheeuuuhhhh… Aku lelah, Ming. Lelah mempertahankan
yang tidak bisa aku miliki. Terasa sesak di sini.” Matamu yang mulai
terasa basah melihat dengan jelas saat Kyuhyun meremas dada kirinya,
menunjukkan kesakitan yang amat dalam.
“Tetapi aku hanya manusia yang bisa bersikap egois untuk
kebahagianku, seperti keegoisanmu yang terus mempertahankan Hyukie di
hatimu. Tak membiarkanku masuk dan menyakitiku.” Ucapan Kyuhyun yang
begitu sendu sukses mengalirkan air yang sedari tadi tertahan di pelupuk
matamu. Rasa bersalah itu kembali menyapamu.
Kau terdiam, masih belum tahu apa yang ingin kau
katakan, begitu pula Kyuhyun. Kalian terlihat sibuk dengan pemikiran
masing-masing.
“Karena itu, aku tidak ingin mengakhiri ataupun
melepaskanmu begitu saja. Aku masih ingin berusaha untuk memilikimu
karena aku mencintaimu.” Ucap Kyuhyun tegas.
“Kyu …”
“Jadi, ayo kita lakukan sebuah permainan dimana yang
menang berhak mendapatkan apa yang diinginkannya. Bagaimana?” Tanya
Kyuhyun yang kini tampak tersenyum kepadamu.
“Kyu, aku …”
“Tidak apa-apa, Ming. Jangan memandangku dengan tatapan
iba seperti itu, aku tidak suka. Aku sudah memikirkan ini, dan kurasa
akan adil untuk kita.” Ucap Kyuhyun berusaha menenangkanmu yang terlihat
gelisah.
Kau menatap Kyuhyun lekat mencari alasan untuk menolak
permainan yang ditawarkannya, tetapi nyatanya kau tidak menemukannya,
keyakinan Kyuhyun terbaca kuat olehmu. Dan hatimu sangat
menginginkannya, untuk menebus rasa bersalahmu dan memperbaiki kerusakan
yang telah kau mulai.
“Apa yang harus kulakukan?” Tanyamu yakin.
Kyuhyun tersenyum kepadamu sebelum mengalihkan
pandangannya ke langit. “Harusnya salju pertama turun hari ini, tapi
kita tidak tahu kapan tepatnya.” Kini pandangan Kyuhyun kembali
kepadamu. “Seperti salju pertama yang mempertemukan kita, aku juga ingin
datangnya salju yang menentukan kisah kita selanjutnya.”
“Aku tidak mengerti?” Tanyamu bingung.
“Tetaplah di sini hingga salju-mu datang. Jika
kau mampu bertahan, kita akan kembali menjadi sahabat, tapi jika tidak
…” Kyuhyun menghembuskan nafasnya berat, “Kau tidak perlu melupakan
Hyukie, tapi bukalah hatimu untukku. Kau setuju?” Tanya Kyuhyun
kepadamu, meyakinkan.
Kau berpikir, merasa ragu untuk menjawab. ‘Mampukah aku melakukannya? Sedangkan tanganku sudah mulai terasa kaku saat ini. Tapi hanya ini kesempatannya.’
“Baiklah, ayo kita lakukan.” Jawabmu mantap. Kyuhyun tersenyum sembari membelai pipimu.
“Aku tidak bisa menemanimu, kau harus melakukannya sendiri.” Ucap Kyuhyun melepaskan belaiannya padamu dan beranjak pergi.
“Kau tidak takut aku berbuat curang?” Tanyamu, menghentikan langkah Kyuhyun.
“Kau bisa melakukannya dengan meninggalkanku sejak dulu. Lagipula salju-mu tidak akan datang jika aku tetap di sini.” Ucap Kyuhyun tanpa membalik tubuhnya dan terus beranjak pergi menginggalkanmu.
Hffftttt, kau menghela nafasmu yang kini mulai
menampakkan embun di setiap helaan. Dingin, suhu enam derajat celsius
hari ini dipastikan dapat membuatmu membeku jika salju tak segera turun,
tetapi kau harus bertahan agar kau, Kyuhyun, dan Hyukie bisa memulai
awal yang berbeda.
.
.
.
Enam jam kau bertahan, tetapi salju tak kunjung
menampakkan kehadirannya. Bahkan kini kau tengah duduk memeluk erat
tubuhmu, berharap dapat mengurangi dingin yang kini mulai membekukkan
syaraf-syarafmu. Tubuhmu sudah tidak kuat menahan dingin yang seakan
meremukkan tulang, tetapi ego memaksamu untuk terus bertahan. Bahkan
pandangan mencela pejalan kaki yang melihat kebodohanmu tak menyurutkan
tekadmu.
‘Aku sudah tidak kuat, tapi aku harus bertahan. Tapi
aku sungguh-sungguh tidak kuat, aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi.
Tuhan, apa yang harus aku lakukan?’
Kau mulai mengangkat kepalamu yang kian memberat,
memastikan apakah salju sudah turun. Langit memang menggelap, tetapi
salju rasanya belum akan turun dan kau sudah membeku. Tampaknya kau
memang harus menyerah, menyadari itu air matamu mengalir.
“Mungkin ini memang yang terbaik.” Lirihmu.
Kau mulai menggerakkan tubuh, berusaha beranjak dari
tempat itu. Di tengah usaha tubuhmu oleng, dengan cepat kau menumpukan
tubuhmu di pagar jembatan. Kau terisak sambil berusaha berdiri dengan
kakimu, tetapi tak bisa– kau tak mampu merasakan pijakan kakimu hingga
akhirnya kau limbung karena kesadaran yang menurun.
Di tengah kesadaran yang tersisa kau mendengar derap
langkah yang terburu-buru mendekatimu, merasakan sebuah pelukan
mendekapmu sembari memanggilmu dengan kekhawatiran penuh. Kau tersenyum
saat suara hangat itu kembali kau dengar, sekalipun tak melihatnya kau
tahu dia ada di sini.
.
OoooOoooOoooO
.
Seoul National University Hospital pukul 11pm KST
“Euungghhhh…” Kau melenguh berusaha mengumpulkan
kesadaran yang sempat meninggalkanmu. Seluruh tubuhmu terasa nyeri dan
sulit untuk membuka mata. Sayup-sayup kau mendengar suara yang memanggil
namamu.
“Ming, gwaenchanayo?”
“Ming?”
Dua buah suara yang akrab di telingamu memanggil khawatir, membuatmu terus berusaha untuk membuka kelopak matamu.
“Eomma. Wookie.” Panggilmu saat kesadaran tengah memenuhimu seutuhnya.
“Syukurlah, jagiya.” Eomma langsung mendekapmu erat seolah rasa khawatirnya sirna ketika melihatmu sadar. “Eomma akan memanggil dokter. Wookie-ah, jaga Ming, ne?” Ucap eomma-mu sembari menatap Wookie.
“Ne, ajuma. Wookie akan menjaga, Ming.” Ucap Wookie sambil menggenggam tanganmu erat. Dan segera kau melihat eomma menghilang dibalik pintu.
“Wookie.” Panggilmu lemah.
“Ne? Ada yang kau butuhkan Ming?” Tanya Wookie penuh perhatian kepadamu.
“Hyukie …” Kau diam tak melanjutkan kalimatmu merasa apa
yang akan kau katakan adalah kebodohan, berpikir bahwa Hyukie ada di
sini.
“Dia ada di luar bersama Kyu, kau ingin aku memanggilnya?” Tanya Wookie sambil tersenyum lembut kepadamu.
“Eh? Jinjja?” Tanyamu tak percaya.
“Ne, jamkkanman.” Ucap Wookie sambil membelai lembut punggung tanganmu sebelum beranjak keluar.
Sesaat setelah Wookie menutup pintu kau memejamkan mata
untuk menghilangkan pusing yang terus menderamu. Rasa pusing itu
benar-benar menyiksamu sehingga kau tak menyadari ketika seseorang
tengah masuk ke ruang rawatmu.
“Kau mencariku?” Sebuah suara lembut menginterupsimu.
Deg. Deg. Deg. Jantungmu berpacu kala suara itu
menggelitik gendang telingamu. Kau membuka mata perlahan dengan
perasaan yang berkecamuk, senang juga takut– jika semua hanyalah mimpi.
Saat matamu membuka sempurna, kau mendapati pria tampan bermata tajam
itu tengah menyunggingkan gummy smile-nya. Matamu seketika berair, namun kau menahannya– tak ingin terlihat lemah (lagi) di mata namja yang kau cintai.
“Hyukie-ya?” Panggilmu lirih.
“Ne, naneun.” Jawabnya lembut sambil meraih tanganmu yang terkulai lemah.
“Bogosipeo.” Ucapmu bergetar.
“Nado, Ming. Nan hangsang neol bogosipeoyo.” Balas Hyukie mempererat genggaman tangan kalian.
Suasana seketika hening, tak ada lagi kata yang terucap
di antara kalian. Kau dan Hyukie hanya saling tersenyum dan menatap,
meresapi rasa rindu yang bergolak liar.
“Hajiman, neol baboya?” Tanya Hyukie memecah keheningan.
“Mwoya?” Ucapmu manja, tak terima dengan ucapan Hyukie.
“Kenapa kau menungguku selama itu di cuaca yang sangat dingin. Bagaimana jika aku tidak datang?” Tanya Hyukie menuntut.
“Maksudmu?” Tanyamu bingung.
“Kyu memberitahu jika kau akan menungguku di jembatan,
tetapi aku tidak segera datang. Aku takut justru itu akan menyakiti
kalian karena kau adalah kekasih Kyu.” Jawab Hyukie sendu.
“Kyu memintamu datang?” Tanyamu ragu dan– bingung.
“Ne, bahkan Kyu memakiku karena tubuhmu semakin melemah menungguku. Mianhae, Ming.” Ucap Hyukie lirih saat mengucapkan maaf kepadamu.
Kau terdiam, merasa aneh dengan penjelasan Hyukie. Seketika pikiranmu berkelebat, mengingat setiap detail perkataan Kyuhyun sebelum pergi meninggalkanmu pagi tadi.
.
- Flashback On -
Aku mencintamu dan masih ingin berusaha untuk memilikimu.
Tetaplah di sini hingga salju-mu datang.
Salju-mu tidak akan datang jika aku tetap di sini.
- Flashback Off –
.
‘Kyu, inikah maksdumu? Memilikiku sebagai sahabat
dan Hyukie-lah yang harus kutunggu di jembatan itu, Hyukie-lah salju-ku,
gyeoul-ku, gyeoureun namja-ku.’
Seketika kau tersenyum memikirkan kemungkinan terbesar yang Kyuhyun lakukan untukmu dan Hyukie– mengalah.
“Ming?” Panggil Hyukie yang merasa bingung dengan diammu.
“Hyukie-ya.” Panggilmu sambil menatap dan tersenyum lembut kepada Hyukie.
“Ne?”
“Lalu kenapa kau datang?” Tanyamu meminta penjelasan.
“Aku …” Bola mata Hyukie mulai bergerak liar bahkan dia
menggaruk tengkuknya yang kau yakin tidak gatal sama sekali. Kau
tersenyum melihat tingkahnya, menunggu dan tidak ingin menginterupsi.
“Satu kali saja aku ingin seperti Kyu, membuatmu bangga
dengan memperjuangkan hatiku, perasaanku, dan …” Hyukie lagi-lagi
menghentikan kalimatnya membuatmu bingung dan sedikit– kesal.
“Saranghae. Nan neol jeongmal saranghaeyo, Ming.” Ucap Hyukie tegas menekankan setiap kata cinta itu sambil memandang irismu lekat.
“Hyukie …” Kau tak mampu mengatakan apapun hanya tetesan air mata sebagai jawaban perasaanmu kini– haru.
Di sela rasamu yang membuncah, kau melihat kebingungan
di wajah tampan Hyukie dan untuk kali ini– entah kenapa kau mengerti
alasan kebingungannya.
“Hyukie-ya, aku tidak akan menunggumu seperti ini jika Kyu tidak melepasku, membiarkanku untuk bersama gyeoureun namja-ku.” Ucapmu seraya tersenyum– hangat.
“Geuraeseo?” Tanya Hyukie untuk memastikan penjelasanmu.
Kau hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai
jawabannya, dan seolah mengerti arti tindakanmu Hyukie bergegas memeluk
tubuh lemahmu.
“Saranghae, Ming. Jeongmal saranghaeyo.” Ucap Hyukie bahagia sambil merengkuh tubuhmu erat, namun penuh hati-hati karena tak ingin menyakitimu.
“Nado, Hyukie-ya. Nan hangsang neol saranghaeyo.” Jawabmu berusaha membalas pelukan Hyukie.
Kau dan Hyukie berpelukan erat, menyalurkan cinta kalian
yang sempat tertahan. Tak ada yang ingin saling melepaskan, ingin
merasakan lebih lama lagi kehangatan dari orang yang dicintai. Dan kata
cinta itu terus mengalun seiring intensitas pelukan kalian, seolah semua
itu bisa membayar setiap sakit yang telah kalian rasakan. Salju yang
mulai turun malam itu dan dua pasang mata yang memancarkan bahagia
seolah menjadi saksi kisah kalian yang rumit.
.
.
.
FIN
.
.
.
Alhamdulillah, akhirnya ‘FIN’ juga walaupun sempet buntu
karena susah nemuin ending plot yang pas. Emang gak bakat nie author
satu #nyadar diri ~^^ Ini part terpanjang yang pernah aq ketik, nyampe
3700+ kata, mudah-mudahan readers gak capek bacanya, hhe.. Jadiiiiii,
antiklimaks gak nie ceritanya?? Hhe..^^V
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar