Pengikut

Kamis, 04 Oktober 2012

Gyeoureun Namja 5 of 5


Title : Gyeoureun Namja
Author : Han Airen
Length : Chaptered (5 of 5)
Main Cast : Lee Sungmin; Cho Kyuhyun; Eunhyuk; Kim Ryeowook
Genre : Romance (Genderswitch)
Warnings : Typo and OOC
Summary : Tidak hanya musim dingin, tetapi kau adalah semua musim dalam hidupku karena seperti apapun waktu berputar hanya ada kau dalam duniaku
.
.
.

Mianhae, hiks… Mianhae…” lirihmu dalam tidur.
Tok. Tok. Tok. “Ming, kau sudah bangun jagi? Kyuhyun sudah menunggumu di bawah.”
Sebuah suara lembut yang sangat kau kenal membangunkanmu dari mimpi buruk itu. Kau membuka matamu dan mengubah posisi tidur menjadi duduk.
“Ne, eomma. Aku sudah bangun.” Jawabmu setengah berteriak.
Kau beranjak dari tempat tidur saat mendengar langkah kaki mulai menjauhi kamarmu dan menuruni tangga. Dengan langkah gontai kau memasuki kamar mandi yang terdapat di dalam kamar.
Kau tidak segera beranjak untuk membersihkan tubuh, hanya memandangi pantulan diri di balik cermin, kegiatan yang mulai sering kau lakukan sejak mimpi-mimpi itu menghantuimu satu bulan lalu, sejak kau mengetahui kenyataan bahwa kaulah yeoja yang dicintai Hyukie.
Kau memandang miris bayanganmu, begitu sayu dan berantakan. Kau tahu bayangan itu bukan pantulan dirimu yang baru bangun dari tidur, tetapi pantulan keputusasaan dan rasa bersalah.
‘Babo,’ pikirmu dan segera beranjak menuju shower untuk membersihkan diri.
.
.
.
Kau mematut diri di cermin, bukan untuk mendandani diri agar terlihat cantik di mata Kyuhyun, tetapi sekedar ingin terlihat rapi di hari kencan kalian. Kencan pertama di musim gugur setelah sebulan ini kau berusaha menghindari kekasihmu.
Sweater pink, jeans biru selutut, sepatu kets berwarna blue sapphire, dan rambut kuncir kuda menjadi pilihan style-mu hari ini. Kau terlihat sederhana, tetapi tidak menghilangkan kesan manis yang menjadi ciri khasmu. Setelah yakin kau cukup pantas untuk berkencan hari ini, kau berjalan menuruni tangga untuk menghampiri Kyuhyun.
.
.
.
Handel & Gretel Café pukul 10am KST
Kau masih asyik memakan cake strawberry-mu hingga tak mempedulikan tatapan penuh harap dari kekasihmu yang saat ini tengah duduk di hadapanmu.
“Apakah cake itu sangat enak?” Kau mendongak saat suara bass Kyuhyun menghampiri gendang telingamu.
“Heuumm, cobalah.” Kau mengambil sepotong cake dan menyuapkannya untuk Kyuhyun.
Sebuah senyuman dan tatapan hangat Kyuhyun tertangkap jelas oleh matamu saat dia mengunyah potongan cake yang kau berikan. Tanpa sadar kau pun ikut mengulum senyum, tulus, yang satu bulan ini telah menghilang dari bibir cherry-mu.
Cake ini rasanya enak. Pantas saja kau sangat menikmatinya hingga melupakan aku yang bersamamu.” Ucapan Kyuhyun terdengar sangat datar olehmu, tetapi mampu menusuk ke dalam hati. Apalagi saat matamu menangkap aura dingin dari iris onyx-nya.
Kau merasakan kelu di bibirmu, tak mampu membantah kebenaran dari perkataan Kyuhyun. Pikiranmu mulai menjalar liar, berusaha mengingat kapan terakhir kali kau menganggapnya ‘ada’.
‘Tidak pernah, aku tidak pernah melupakanmu Kyu. Karena pada kenyataannya aku tidak pernah benar-benar mengingatmu. Dari awal hingga kini kau menjadi kekasihku, kau tidak pernah benar-benar ada di hati dan pikiranku. Mianhae, kau hanya sahabat untukku.’
Cup. Kau segera menghentikan pikiran liar yang menguasaimu saat merasakan sebuah kecupan ringan mendarat di pipi mulusmu. Dan tentu saja kau mendapati Kyuhyun sebagai satu-satunya pelaku pengecupan itu karena saat ini dia tengah tersenyum kepadamu.
“Wajahmu yang sedang melamun seperti itu membuatmu semakin menggoda, Ming.” Ucap Kyuhyun sambil mengerlingkan matanya kepadamu. “Jangan lakukan itu di tempat umum, ne? Aku tidak ingin ada korban lain dari wajah manismu itu, jagi.” Pinta Kyuhyun dengan suara yang terkesan menggoda menurutmu.
 Kau hanya tersenyum menanggapi candaan kekasihmu sambil sesekali meliriknya, sepertinya kau sudah mulai menemukan cara untuk kembali ke instrumen ceriamu.
“Jadi, setelah ini kita akan ke mana?” Tanyamu penuh semangat.
“Kita akan berkeliling di sekitar sini, melakukan kencan dewasa.” Senyuman Kyuhyun tak henti tersungging untukmu, sementara kau mengernyitkan dahi pertanda bingung dengan perkataan Kyuhyun.
Mwo? Kencan dewasa?” Tanyamu menuntut.
“Iya, kencan dewasa. Berjalan bersama sambil bergandengan tangan di pusat keramaian. Sesekali menghampiri toko yang dilewati hanya untuk bercengkrama ataupun memilih barang couple. Kebetulan kita belum memilkinya bukan?” Jelas Kyuhyun penuh semangat.
“Sepertinya menarik, ayo kita lakukan.” Kau hendak beranjak dari dudukmu jika Kyuhyun tidak segera menahan dan memintamu untuk duduk kembali.
“Sebelum kita pergi, aku mau kita mematikan ponsel dulu. Aku tidak mau kencan kita terganggu.” Pinta Kyuhyun sambil menunjukkan ponselnya yang telah dimatikan kepadamu. Dengan segera kau melakukan seperti yang Kyuhyun inginkan tanpa melihat ada sebuah seringaian yang tercetak samar di bibir tebal kekasihmu.
.
.
.
.
.
.
Hari sudah semakin sore, tetapi sepertinya kencanmu dengan Kyuhyun belum berakhir karena kini kau sedang duduk di sebuah taman di kawasan Yeongdeungpo-gu, menunggu Kyuhyun kembali dari perburuan ice cream. Karena merasa bosan, kau mulai merogoh saku jeans, mengambil ponsel pink kebanggaanmu dan segera menghidupkannya, sekedar mengecek adakah pesan ataupun mailbox yang masuk.
Belum sempat kau menutup flip-nya, ponselmu terus bergetar tanpa jeda. Kau terkejut saat mendapati 10 pesan sampai ke ponselmu dengan id pengirim yang sama, Ryeowook Kim. Bahkan 5 pesan pemberitahuan mailbox pun mengisyaratkan hal yang sama, Wookie berusaha keras menghubungimu.
Kau mulai membaca satu per satu pesan dari Wookie, yang hampir semua isinya tidak jauh berbeda, menanyakan keberadaanmu. Tetapi, saat kau sampai pada pesan kesepuluh …
.
From : Ryeowook Kim
Hyukie akan berangkat dengan pesawat pukul 5pm KST, kuharap kau membaca pesan ini dan mailbox dariku sebelum itu. Dan datanglah ke bandara, kami menunggu.
.
Kau terdiam, terlihat masih berusaha mencerna maksud dari isi pesan Wookie. ‘Bandara? Hyukie? Apa maksudnya?’ Monolog pikiranmu.
Segera kau mengetik beberapa digit angka untuk masuk ke pesan  mailbox-mu, sekedar mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
.
Mailbox 1:
Ming, kau dimana? Kenapa ponselmu mati? Apakah kau tidak tahu ini hari keberangkatan Hyukie ke Eropa? Hari ini aku, gege-mu, dan Henry akan mengantarnya, apa kau tidak mau ikut? Hubungi aku segera.
.
Mailbox 2:
Ming, kau dimana? Apa kau bersama Kyu? Kenapa ponsel kalian berdua mati? Kalian tidak ingin mengantar Hyukie?
.
Mailbox 3:
Ming, kami akan berangkat ke Incheon sekarang. Kau bisa menyusul kami ke sana, jangan terlambat. Hyukie akan take off jam 5.
.
Mailbox 4:
Ming, kami sudah tiba di bandara. Apakah kau sudah membaca pesanku? Kau dimana, cepatlah datang.
.
Mailbox 5:
Ming, bisakah kau datang? Sahabatmu akan pergi, kita tidak tahu kapan bisa bertemu dengan Hyukie lagi. Datanglah Ming, dan biarkan Hyukie melihatmu sebelum keberangkatannya… Itu akan sangat berarti untuknya. Kami menunggumu.
.
Dengan berakhirnya mailbox terakhir dari Wookie, berakhir pula pertahananmu, dengan bebas air mata menghiasi pipi chubby-mu. Bahkan kini ponselmu tengah bergerak bebas mengikuti gravitasi bumi seiring melemahnya genggamanmu. Kau bingung, tak tahu harus melakukan apa, tubuhmu terlanjur lemas untuk bergerak saat mendapati kabar kepergian Hyukie yang begitu mendadak.
‘Hyukie akan pergi. Tidak, ini tidak boleh’, pikirmu. Kau melihat jam besar yang berdiri kokoh di tengah taman, pukul 4pm KST. ‘Masih sempat’, pikirmu (lagi).
Segera kau menyeka air matamu yang sempat mengalir dan beranjak dari duduk, berniat berlari ke pinggir jalan raya untuk mencari taksi dan pergi ke bandara, tetapi tanpa kau duga sebuah tangan menahanmu. Kau membalikkan tubuh dan mendapati Kyuhyun sedang menatapmu– dingin.
“Ada apa, Ming?” Tanya Kyuhyun dengan suara yang tak kalah dingin dari tatapannya.
“Kyu, Hyukie di bandara, dia akan berangkat ke eropa. Aku tidak tahu, kenapa dia harus pergi? Kita harus ke sana, kita …” Racauanmu yang penuh kepanikan terputus.
“Hyukie mendapatkan beasiswa musik ke Belanda, dia akan berada di sana selama setahun, atau mungkin lebih. Dan hari ini adalah jadwal keberangkatannya.” Jelas Kyuhyun, datar.
“Kau tau semua itu?” Tanyamu memastikan. Entah kemana perginya kepanikanmu tadi, yang ada saat ini adalah rasa penasaran.
“Tentu saja, kami sepupu dan tinggal satu rumah, bagaimana mungkin tidak tahu. Bahkan aku orang pertama yang diberitahu Hyukie mengenai beasiswanya.” Jawab Kyuhyun, masih datar dan dingin.
Kau mengernyit heran mendengar penjelasan Kyuhyun, menatap Kyuhyun dengan foxy yang kebingungan seolah bertanya, ‘kenapa?’. Seakan mengerti dengan kebingunganmu, Kyuhyun kembali menjelaskan.
“Aku tidak mau kau berubah, karena itu aku mengajakmu berkencan hari ini dan memintamu mematikan ponsel seharian agar kau tidak mengantar kepergian Hyukie.” Terang Kyuhyun tenang, sementara kau mulai menunjukkan emosi– terluka, kecewa, dan marah.
“Apa maksudmu, Kyu?” Tanyamu mulai bergetar– menahan amarah dan berusaha menghempaskan tangan yang entah kenapa semakin erat menahanmu.
“Dari awal aku tahu pandanganmu bukanlah untukku. Kau menyukai Hyukie, begitu juga sebaliknya. Tapi kalian tidak cukup percaya diri untuk mengungkapkannya hingga Hyukie mengira akulah gyeoureun namja-mu.” Kau melihat Kyuhyun menarik nafasnya sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Sungguh, aku tidak berniat memilikimu, Ming. Mencintaimu dalam diam dan berharap saudaraku bahagia bersamamu itu sudah cukup bagiku. Hingga akhirnya kau memintaku untuk menjadi kekasihmu, sejak saat itu aku mulai egois. Aku ingin memilikimu seutuhnya, hati dan ragamu.” Ucap Kyuhyun yang terlihat dan terdengar sendu bagimu.
Dadamu sesak mendengar pengakuan Kyuhyun, rasa bersalah mulai merasukimu, membuatmu tak kuasa menitikkan air mata– penyesalan. Sungguh kau sangat ingin mengucapkan maaf yang mungkin tidak akan menyembuhkan kesakitannya. Sekali lagi, kau menyakiti perasaan yang tak bersalah. Kau mulai membuka bibirmu untuk menjelaskan semua kepada Kyuhyun, tetapi suara bass-nya terlanjur menginterupsimu.
“Kau yang memintaku, Ming. Dan sekarang kau milikku. Aku tidak akan melepaskanmu, sekalipun itu kepada Hyukie.” Suara dingin Kyuhyun kembali terdengar di telingamu, membelah alam bawah sadarmu. “Kita pulang sekarang.” Pinta Kyuhyun sambil menarik tanganmu menuju mobilnya.
Kau bergeming, berusaha menahan langkah dan melepaskan genggaman erat Kyuhyun. Usahamu cukup berhasil karena saat ini Kyuhyun membalikkan tubuhnya menghadapmu.
“Kyu, mianhae… Tapi aku mencintai Hyukie, tolong lepaskan tanganmu karena aku akan mengejarnya.” Pintamu memohon dengan nada bergetar dan air mata yang hampir tumpah.
“Apa yang kau harapkan dengan mengejarnya? Dia akan membatalkan kepergiannya? Tidak, kau datang ataupun tidak Hyukie akan tetap pergi. Jadi sekarang kita pulang.” Perintah Kyuhyun sambil berusaha menarikmu kembali.
Kau masih bergeming, tak ingin menyerah. “Mianhae, Kyu… Mianhae… Tapi aku mohon biarkan aku menemui Hyukie, aku sangat ingin menemuinya. Tidak peduli Hyukie akan pergi ataupun tidak, aku ingin dia tahu bahwa aku masih mencintanya.” Mohonmu dengan isakan yang sudah tak mampu kau tahan.
“Dan melukaiku?” Tanya Kyuhyun sendu.
Mianhae, Kyu. Tapi untuk kali ini saja biarkan aku memperbaiki apa yang telah aku rusak.” Kini air matamu bebas mengalir, deras. Rasa bersalah dan takut kehilangan begitu menguasaimu.
“Perbaiki dengan mulai mencintaiku dan melepaskan Hyukie.” Ucap Kyuhyun tegas.
“Kyu…”
“Aku tidak mau merasakan sakit, Ming. Jika aku melepaskanmu sekarang, aku akan kehilanganmu selamanya dan itu rasa sakit yang tidak akan pernah tersembuhkan.” Jelas Kyuhyun begitu menuntut, tetapi ada getar yang kau tangkap dari nada bicaranya.
Tubuhmu merosot jatuh ke tanah yang kau pijak seolah tak memiliki kekuatan lagi untuk berdiri apalagi melepaskan cengkeraman tangan Kyuhyun yang membelenggumu kuat. Kau memang bukan yeoja lemah, tetapi rasa bersalah dan takut kehilangan membuatmu tak berdaya. Hanya sesak yang mampu kau rasakan saat ini. Kau terus menangis, mengucapkan maaf seolah itu bisa mengurangi sesakmu.
Mianhae, hiks… Mianhae, Kyu… Hiks, biarkan aku pergi …”
Maaf dan mohon, dua kata yang terus kau gumamkan dalam tangisanmu, tetapi itu tak urung membuat Kyuhyun meluluhkan hatinya. Kyuhyun terus menggenggam pergelangan tanganmu erat, bahkan kini dia berusaha memeluk tubuh rapuhmu, membagi rasa sakit yang kalian rasakan.
Mianhae, Ming. Kau tak memberiku pilihan.” Ucap Kyuhyun melembut dan kau masih terus menangis– kini  dalam pelukan Kyuhyun.
“Menangislah. Setelah ini, kita mulai kembali kisah kita.” Kyuhyun semakin mengeratkan pelukannya padamu.
‘Sesak. Sakit.’
Kau memukuli dadamu sekuat yang kau mampu, berharap sesak di dalam dadamu berkurang. Berharap sakit di hatimu mampu teralihkan seiring pukulan. Tangismu tak berhenti, dan tak tahu kapan akan berhenti selama sesak itu terus merajaimu. Dan seketika kau kehilangan kesadaranmu.
.
OoooOoooOoooO
.
Seoul 3 tahun kemudian, Winter
Kau sedang berdiri di balkon apartemenmu, sekedar menikmati pagi musim dingin di Seoul dari ketinggian bersama secangkir cappuccino hangat. Dinginnya udara Desember tak kau indahkan, terbukti dari tubuhmu yang tak bergerak sedikit pun dari sandaran balkon. Pikiranmu terlalu sibuk dengan kenangan-kenangan lalu hingga tak mempedulikan udara dingin yang semakin menusuk kulitmu, tak sadarkah kau hanya mengenakan jeans selutut dan kaos lengan pendek pagi ini?
Pikiranmu terus menerawang ke masa dimana kau masih bisa bersama namja yang begitu menyukai musim dingin, hingga sebuah tangan kekar yang memeluk pinggangmu dari belakang menyadarkanmu.
“Kyu…” panggilmu lirih.
Saranghae, Lee Sungmin.” Ucap Kyuhyun mesra.
Kau tak membalas ucapan itu, hanya tersenyum miris mengingat hingga kini kau tak mampu membalas pernyataan cinta Kyuhyun, kekasihmu.
“Kau tak ingin menjawabnya, Ming?” Tanya Kyuhyun yang kini berusaha membalik tubuhmu untuk saling berhadapan.
“Kau ingin aku menjawab apa, Kyu?” Tanyamu lemah, tak ingin lagi pengungkapan perasaanmu menyakiti orang-orang yang kau sayang.
“Belum bisa melupakan Hyukie, eoh?” Kyuhyun balik bertanya kepadamu sembari mengulum senyum luka.
“Kau tau, Kyu.” Kau menghentikan sejenak kalimatmu, berusaha menyusun kata yang tidak akan menyakiti Kyuhyun, lagi. “Yang pertama itu akan selalu berkesan dan tak mudah untuk dilupakan.”
Matamu memandang ke dalam onyx Kyuhyun, mencari bukti bahwa kalimatmu kini tak akan menyakiti perasaannya. Di antara aktivitasmu itu, kau mendapati Kyuhyun mengulum senyumnya, tulus.
“Ramalan cuaca mengatakan hari ini salju pertama akan turun, ayo kita jalan-jalan.” Ucap Kyuhyun yang terdengar ceria di telingamu.
Kau tersenyum, tanpa aba-aba menarik lengan kekar Kyuhyun untuk memulai kencan kalian hari ini.
.
.
.
.
.
.
Yongsan Family Park pukul 9am KST
Kau masih setia mengikuti langkah kaki Kyuhyun membawamu, meskipun tak dapat dipungkiri pertanyaan-pertanyaan mulai menggelayuti benakmu. Kau memilih diam, tak ingin menginterupsi apapun. Hanya mengikuti dan menunggu hingga Kyuhyun menjelaskan semuanya.
Rasa heran yang terus mengikutimu sejak awal datang ke taman ini begitu menyita perhatianmu hingga masih belum menyadari bahwa kakimu tengah berpijak di jembatan itu, tempat kalian bertiga saling bertemu dan menyapa untuk pertama kali.
“Ming.” Suara lembut Kyuhyun membuatmu kembali fokus pada keadaan sekitar.
“Eh?” Kau melihat sekelilingmu, sama seperti sebelum-sebelumnya segelintir kenangan menghampiri setiap kali kau mengunjungi tempat ini. “Kyu, kenapa …”
“Kau suka salju bukan?” Tanya Kyuhyun tanpa mengindahkan raut bingungmu. Kau menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Ayo kita lakukan permainan.” Ucap Kyuhyun tenang.
“Euuumm, permainan?” Tanyamu sambil memiringkan kepala, menunggu penjelasan dari namja yang berstatus kekasihmu.
“Kau tahu, Ming …” Kyuhyun terdiam sejenak dengan iris yang menatap foxy­-mu dalam. “Patah hati itu menyedihkan, tetapi lebih menyedihkan lagi memaksa seseorang untuk mencintai kita.” Ucap Kyuhyun tenang sambil mengalihkan pandangannya darimu, menerawang.
Kau yang tidak mengerti ke mana arah pembicaraan ini hanya terdiam, menunggu hingga tepat waktunya giliranmu bicara.
“Tetapi jauh lebih menyedihkan lagi jika kita tidak berusaha memperbaikinya. Karena itu …” Kini tatapan Kyuhyun kembali mengunci dirimu. “Ayo kita lakukan permainan penutup untuk mengakhiri permainan yang sudah kita mulai sebelumnya.” Ucap Kyuhyun tegas.
Kau masih bergeming, belum bisa menangkap maksud dari ajakan Kyuhyun. Tetapi raut wajahmu tengah menunjukkan kebingungan yang tidak biasa. Seakan mengerti keadaanmu, Kyuhyun melanjutkan penjelasannya.
“Aku pernah mengatakan padamu, aku tidak akan dengan mudah melepaskan apa yang menjadi milikku. Itu sebabnya aku terus mempertahankanmu, sekalipun itu menyakitimu, aku, dan Hyukie.” Ucap Kyuhyun yang terdengar lirih olehmu di kalimat terakhirnya. Dan kau merasakan hentakan keras di dadamu kala nama itu disebut kembali.
“Hhheeuuuhhhh… Aku lelah, Ming. Lelah mempertahankan yang tidak bisa aku miliki. Terasa sesak di sini.” Matamu yang mulai terasa basah melihat dengan jelas saat Kyuhyun meremas dada kirinya, menunjukkan kesakitan yang amat dalam.
“Tetapi aku hanya manusia yang bisa bersikap egois untuk kebahagianku, seperti keegoisanmu yang terus mempertahankan Hyukie di hatimu. Tak membiarkanku masuk dan menyakitiku.” Ucapan Kyuhyun yang begitu sendu sukses mengalirkan air yang sedari tadi tertahan di pelupuk matamu. Rasa bersalah itu kembali menyapamu.
Kau terdiam, masih belum tahu apa yang ingin kau katakan, begitu pula Kyuhyun. Kalian terlihat sibuk dengan pemikiran masing-masing.
“Karena itu, aku tidak ingin mengakhiri ataupun melepaskanmu begitu saja. Aku masih ingin berusaha untuk memilikimu karena aku mencintaimu.” Ucap Kyuhyun tegas.
“Kyu …”
“Jadi, ayo kita lakukan sebuah permainan dimana yang menang berhak mendapatkan apa yang diinginkannya. Bagaimana?” Tanya Kyuhyun yang kini tampak tersenyum kepadamu.
“Kyu, aku …”
“Tidak apa-apa, Ming. Jangan memandangku dengan tatapan iba seperti itu, aku tidak suka. Aku sudah memikirkan ini, dan kurasa akan adil untuk kita.” Ucap Kyuhyun berusaha menenangkanmu yang terlihat gelisah.
Kau menatap Kyuhyun lekat mencari alasan untuk menolak permainan yang ditawarkannya, tetapi nyatanya kau tidak menemukannya, keyakinan Kyuhyun terbaca kuat olehmu. Dan hatimu sangat menginginkannya, untuk menebus rasa bersalahmu dan memperbaiki kerusakan yang telah kau mulai.
“Apa yang harus kulakukan?” Tanyamu yakin.
Kyuhyun tersenyum kepadamu sebelum mengalihkan pandangannya ke langit. “Harusnya salju pertama turun hari ini, tapi kita tidak tahu kapan tepatnya.” Kini pandangan Kyuhyun kembali kepadamu. “Seperti salju pertama yang mempertemukan kita, aku juga ingin datangnya salju yang menentukan kisah kita selanjutnya.”
“Aku tidak mengerti?” Tanyamu bingung.
“Tetaplah di sini hingga salju-mu datang. Jika kau mampu bertahan, kita akan kembali menjadi sahabat, tapi jika tidak …” Kyuhyun menghembuskan nafasnya berat, “Kau tidak perlu melupakan Hyukie, tapi bukalah hatimu untukku. Kau setuju?” Tanya Kyuhyun kepadamu, meyakinkan.
Kau berpikir, merasa ragu untuk menjawab. ‘Mampukah aku melakukannya? Sedangkan tanganku sudah mulai terasa kaku saat ini. Tapi hanya ini kesempatannya.’
“Baiklah, ayo kita lakukan.” Jawabmu mantap. Kyuhyun tersenyum sembari membelai pipimu.
 “Aku tidak bisa menemanimu, kau harus melakukannya sendiri.” Ucap Kyuhyun melepaskan belaiannya padamu dan beranjak pergi.
“Kau tidak takut aku berbuat curang?” Tanyamu, menghentikan langkah Kyuhyun.
“Kau bisa melakukannya dengan meninggalkanku sejak dulu. Lagipula salju-mu tidak akan datang jika aku tetap di sini.” Ucap Kyuhyun tanpa membalik tubuhnya dan terus beranjak pergi menginggalkanmu.
Hffftttt, kau menghela nafasmu yang kini mulai menampakkan embun di setiap helaan. Dingin, suhu enam derajat celsius hari ini dipastikan dapat membuatmu membeku jika salju tak segera turun, tetapi kau harus bertahan agar kau, Kyuhyun, dan Hyukie bisa memulai awal yang berbeda.
.
.
.
Enam jam kau bertahan, tetapi salju tak kunjung menampakkan kehadirannya. Bahkan kini kau tengah duduk memeluk erat tubuhmu, berharap dapat mengurangi dingin yang kini mulai membekukkan syaraf-syarafmu. Tubuhmu sudah tidak kuat menahan dingin yang seakan meremukkan tulang, tetapi ego memaksamu untuk terus bertahan. Bahkan pandangan mencela pejalan kaki yang melihat kebodohanmu tak menyurutkan tekadmu.
‘Aku sudah tidak kuat, tapi aku harus bertahan. Tapi aku sungguh-sungguh tidak kuat, aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi. Tuhan, apa yang harus aku lakukan?’
Kau mulai mengangkat kepalamu yang kian memberat, memastikan apakah salju sudah turun. Langit memang menggelap, tetapi salju rasanya belum akan turun dan kau sudah membeku. Tampaknya kau memang harus menyerah, menyadari itu air matamu mengalir.
“Mungkin ini memang yang terbaik.” Lirihmu.
Kau mulai menggerakkan tubuh, berusaha beranjak dari tempat itu. Di tengah usaha tubuhmu oleng, dengan cepat kau menumpukan tubuhmu di pagar jembatan. Kau terisak sambil berusaha berdiri dengan kakimu, tetapi tak bisa– kau tak mampu merasakan pijakan kakimu hingga akhirnya kau limbung karena kesadaran yang menurun.
Di tengah kesadaran yang tersisa kau mendengar derap langkah yang terburu-buru mendekatimu, merasakan sebuah pelukan mendekapmu sembari memanggilmu dengan kekhawatiran penuh. Kau tersenyum saat suara hangat itu kembali kau dengar, sekalipun tak melihatnya kau tahu dia ada di sini.
.
OoooOoooOoooO
.
Seoul National University Hospital pukul 11pm KST
“Euungghhhh…” Kau melenguh berusaha mengumpulkan kesadaran yang sempat meninggalkanmu. Seluruh tubuhmu terasa nyeri dan sulit untuk membuka mata. Sayup-sayup kau mendengar suara yang memanggil namamu.
“Ming, gwaenchanayo?”
“Ming?”
Dua buah suara yang akrab di telingamu memanggil khawatir, membuatmu terus berusaha untuk membuka kelopak matamu.
Eomma. Wookie.” Panggilmu saat kesadaran tengah memenuhimu seutuhnya.
“Syukurlah, jagiya.” Eomma langsung mendekapmu erat seolah rasa khawatirnya sirna ketika melihatmu sadar. “Eomma akan memanggil dokter. Wookie-ah, jaga Ming, ne?” Ucap eomma-mu sembari menatap Wookie.
“Ne, ajuma. Wookie akan menjaga, Ming.” Ucap Wookie sambil menggenggam tanganmu erat. Dan segera kau melihat eomma menghilang dibalik pintu.
“Wookie.” Panggilmu lemah.
“Ne? Ada yang kau butuhkan Ming?” Tanya Wookie penuh perhatian kepadamu.
“Hyukie …” Kau diam tak melanjutkan kalimatmu merasa apa yang akan kau katakan adalah kebodohan, berpikir bahwa Hyukie ada di sini.
“Dia ada di luar bersama Kyu, kau ingin aku memanggilnya?” Tanya Wookie sambil tersenyum lembut kepadamu.
“Eh? Jinjja?” Tanyamu tak percaya.
Ne, jamkkanman.” Ucap Wookie sambil membelai lembut punggung tanganmu sebelum beranjak keluar.
Sesaat setelah Wookie menutup pintu kau memejamkan mata untuk menghilangkan pusing yang terus menderamu. Rasa pusing itu benar-benar menyiksamu sehingga kau tak menyadari ketika seseorang tengah masuk ke ruang rawatmu.
“Kau mencariku?” Sebuah suara lembut menginterupsimu.
Deg. Deg. Deg. Jantungmu berpacu kala suara itu menggelitik gendang telingamu. Kau membuka mata perlahan dengan perasaan yang berkecamuk, senang juga takut– jika semua hanyalah mimpi. Saat matamu membuka sempurna, kau mendapati pria tampan bermata tajam itu tengah menyunggingkan gummy smile-nya. Matamu seketika berair, namun kau menahannya– tak ingin terlihat lemah (lagi) di mata namja yang kau cintai.
“Hyukie-ya?” Panggilmu lirih.
Ne, naneun.” Jawabnya lembut sambil meraih tanganmu yang terkulai lemah.
Bogosipeo.” Ucapmu bergetar.
Nado, Ming. Nan hangsang neol bogosipeoyo.” Balas Hyukie mempererat genggaman tangan kalian.
Suasana seketika hening, tak ada lagi kata yang terucap di antara kalian. Kau dan Hyukie hanya saling tersenyum dan menatap, meresapi rasa rindu yang bergolak liar.
Hajiman, neol baboya?” Tanya Hyukie memecah keheningan.
Mwoya?” Ucapmu manja, tak terima dengan ucapan Hyukie.
“Kenapa kau menungguku selama itu di cuaca yang sangat dingin. Bagaimana jika aku tidak datang?” Tanya Hyukie menuntut.
“Maksudmu?” Tanyamu bingung.
“Kyu memberitahu jika kau akan menungguku di jembatan, tetapi aku tidak segera datang. Aku takut justru itu akan menyakiti kalian karena kau adalah kekasih Kyu.” Jawab Hyukie sendu.
“Kyu memintamu datang?” Tanyamu ragu dan– bingung.
Ne, bahkan Kyu memakiku karena tubuhmu semakin melemah menungguku. Mianhae, Ming.” Ucap Hyukie lirih saat mengucapkan maaf kepadamu.
Kau terdiam, merasa aneh dengan penjelasan Hyukie. Seketika pikiranmu berkelebat, mengingat setiap detail perkataan Kyuhyun sebelum pergi meninggalkanmu pagi tadi.
.
- Flashback On -
Aku mencintamu dan masih ingin berusaha untuk memilikimu.
Tetaplah di sini hingga salju-mu datang.
Salju-mu tidak akan datang jika aku tetap di sini.
- Flashback Off –
.
‘Kyu, inikah maksdumu? Memilikiku sebagai sahabat dan Hyukie-lah yang harus kutunggu di jembatan itu, Hyukie-lah salju-ku, gyeoul-ku, gyeoureun namja-ku.’
Seketika kau tersenyum memikirkan kemungkinan terbesar yang Kyuhyun lakukan untukmu dan Hyukie– mengalah.
“Ming?” Panggil Hyukie yang merasa bingung dengan diammu.
“Hyukie-ya.” Panggilmu sambil menatap dan tersenyum lembut kepada Hyukie.
“Ne?”
“Lalu kenapa kau datang?” Tanyamu meminta penjelasan.
“Aku …” Bola mata Hyukie mulai bergerak liar bahkan dia menggaruk tengkuknya yang kau yakin tidak gatal sama sekali. Kau tersenyum melihat tingkahnya, menunggu dan tidak ingin menginterupsi.
“Satu kali saja aku ingin seperti Kyu, membuatmu bangga dengan memperjuangkan hatiku, perasaanku, dan …” Hyukie lagi-lagi menghentikan kalimatnya membuatmu bingung dan sedikit– kesal.
Saranghae. Nan neol jeongmal saranghaeyo, Ming.” Ucap Hyukie tegas menekankan setiap kata cinta itu sambil memandang irismu lekat.
“Hyukie …” Kau tak mampu mengatakan apapun hanya tetesan air mata sebagai jawaban perasaanmu kini– haru.
Di sela rasamu yang membuncah, kau melihat kebingungan di wajah tampan Hyukie dan untuk kali ini– entah kenapa kau mengerti alasan kebingungannya.
“Hyukie-ya, aku tidak akan menunggumu seperti ini jika Kyu tidak melepasku, membiarkanku untuk bersama gyeoureun namja-ku.” Ucapmu seraya tersenyum– hangat.
Geuraeseo?” Tanya Hyukie untuk memastikan penjelasanmu.
Kau hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai jawabannya, dan seolah mengerti arti tindakanmu Hyukie bergegas memeluk tubuh lemahmu.
Saranghae, Ming. Jeongmal saranghaeyo.” Ucap Hyukie bahagia sambil merengkuh tubuhmu erat, namun penuh hati-hati karena tak ingin menyakitimu.
Nado, Hyukie-ya. Nan hangsang neol saranghaeyo.” Jawabmu berusaha membalas pelukan Hyukie.
Kau dan Hyukie berpelukan erat, menyalurkan cinta kalian yang sempat tertahan. Tak ada yang ingin saling melepaskan, ingin merasakan lebih lama lagi kehangatan dari orang yang dicintai. Dan kata cinta itu terus mengalun seiring intensitas pelukan kalian, seolah semua itu bisa membayar setiap sakit yang telah kalian rasakan. Salju yang mulai turun malam itu dan dua pasang mata yang memancarkan bahagia seolah menjadi saksi kisah kalian yang rumit.
.
.
.
FIN
.
.
.
Alhamdulillah, akhirnya ‘FIN’ juga walaupun sempet buntu karena susah nemuin ending plot yang pas. Emang gak bakat nie author satu #nyadar diri ~^^ Ini part terpanjang yang pernah aq ketik, nyampe 3700+ kata, mudah-mudahan readers gak capek bacanya, hhe.. Jadiiiiii, antiklimaks gak nie ceritanya?? Hhe..^^V
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar