Pengikut

Sabtu, 27 Oktober 2012

Believe In Love Ca 2

Sudah hampir setahun Luhan -kembali- masuk dalam dunia prostitusi di bawah paksaan Kris. Tak sulit baginya untuk mengikat para hidung belang ke dalam pesonanya. Bahkan beberapa pejabat negara kerap mengunjunginya dan menawarkan imbalan yang jumlahnya tidak sedikit demi mendapatkan tubuh Luhan.
Namun hasil jerih payah itu tak sepenuhnya masuk ke kantong Luhan. 70 persen (tidak, bahkan 85 persen) diambil oleh sang mucikari, Kris. Dan Luhan hanya mengambil sisanya. Tak adil? Memang!
Bermanja-manja dan bertingkah manis pada pelanggannya sudah menjadi kegiatan sehari-hari Luhan. Namun jauh di dasar hatinya, ia selalu mengutuk diri sendiri atas perbuatan kotor yang ia lakukan. Tapi mau bagaimana lagi? Ini semua demi kelangsungan hidupnya. Ia seakan-akan tidak mampu untuk memberontak keluar dari dunia hitam yang menyesatkannya. Tapi perlu digaris bawahi, tidak mampu keluar dari dunia prostitusi bukan berarti ia lelaki yang lemah. Justru mungkin sebaliknya.
Bayangkan jika kalian ada di posisi Luhan saat ini. Mampukah kalian bertahan seperti Luhan? Cobaan yang kian hari kian berat. Ia harus dicampakkan dan dijual oleh orang yang ia cintai.
Jadi sepantasnya ia disebut sebagai lelaki yang kuat bukan?

pagi itu sinar matahari terasa lebih hangat dari sebelumnya. Sedikit demi sedikit menunjukkan tahtanya atas bumi ini. Namun kehangatan sang surya seakan tak mampu menembus hati seorang insan di luar sana.
"kau dapatkan berapa?" tanya Kris sambil menyalakan satu batang rokok, kemudian ia menghisapnya.
"hanya tujuhratus limapuluh ribu won.." dengan rasa takut Luhan menyerahkan hasil kerjanya kemarin malam pada Kris. Ia tahu apa yang akan Kris lakukan jika target per harinya tak dipenuhi. Luhan sangat tahu betul.
Kris berhenti menghisap rokoknya dan beralih menatap uang yang diberikan Luhan. "hanya segini?" Luhan mengangguk, ia siap jika harus dihukum oleh Kris sekarang.
"buka tanganmu!"
"a-apa?"
"kubilang BUKA TANGANMU!"
Luhan membuka tangannya sedikit ragu, Kris yang sudah terlanjur kesal kini menarik tangan Luhan dan menaruh ujung rokoknya yang masih menyala di telapak tangan Luhan.
"Argh! Hentikan!" Luhan berusaha memberontak namun tangannya ditahan oleh Kris agar tetap berada di cengkramannya.
"kau tau apa kesalahanmu kan?" Luhan menjerit kesakitan saat Kris mulai memelintir batang rokok yang ada di genggaman Kris. Dan sialnya ujung rokok itu masih berada di tangan Luhan. Air mata yang jatuh kiranya tak cukup untuk mengurangi rasa sakit yang dialami Luhan.
"Kris.. Hentikan.."
Kris tersenyum sinis, "ini pelajaran bagimu, Xi Luhan..." Kris mendekatkan bibirnya tepat di telinga Luhan dan menjilatnya sekejap. "...bukankah ini hukuman pertamamu? Jadi kuharap kesalahan ini tidak terulang lagi."
bersamaan dengan keluarnya kalimat itu dari mulut Kris, ia memelintir rokoknya kasar di telapak tangan Luhan hingga apinya mati. Setelah itu ia meninggalkan Luhan sendirian di ruang tengah.
Sekejam apapun Kris menyiksanya, hati Luhan tetap mencintai Kris. Katakan jika Luhan bodoh, tapi ini masalah perasaan. Tak ada seorangpun yang dapat mendikte Luhan dengan siapa ia harus mencintai. Ini haknya.
Terkadang ia berharap Kris menyayanginya seperti dulu lagi. Tapi saat ini kurasa itu hal yang mustahil.
di sisi lain terlihat anak lelaki yang membawa beberapa kardus besar dan seorang pria paruh baya yang membantunya. Kemudian mereka memasuki rumah bergaya minimalis.
"tuan Kim, kau boleh pulang." kata anak lelaki itu saat mereka sudah memasuki rumahnya. "tapi, tuan muda..."
"aku sudah besar, aku bisa menjaga diriku sendiri. Pulanglah."
"b-baik, tuan muda."
setelah pria paruh baya yang diketahui sebagai supir pribadi anak lelaki itu pergi, ia memutuskan untuk memulai menata ulang rumah barunya. "baiklah Oh Sehun, mari kita mulai. Tapi dari mana dulu hah? Rumah ini jauh lebih luas dari yang kubayangkan." kata anak lelaki yang diketahui bernama Oh Sehun itu pada dirinya sendiri sambil melihat betapa luas rumah barunya itu.
Sebenarnya tidak terlalu luas seperti yang dibayangkan. Rumah bergaya minimalis, berlantai dua, dan mempunya 3 kamar. Cocok untuk yang berkeluarga. Tapi terlalu luas untuk orang yang ingin tinggal sendiri bukan?
Sehun meninggalkan beberapa tumpukan kardus di ruang tengah dan mulai melihat-lihat isi rumah barunya.
Ruangan demi ruangan ia telusuri namun tak ada satupun ruangan yang dapat memikat hatinya. Atau dengan kata lain Sehun menganggap ruangan-ruangan itu biasa. Tak ada yang spesial.
Sampai akhirnya ia memutuskan untuk naik ke lantai 2, melihat kamar yang akan ia tempati di sana. Tak jauh beda, ia tidak begitu tertarik dengan kamarnya. Mungkin karena ia terlalu lelah atau jenuh setelah berkeliling rumah yang dianggapnya luas itu, ia memutuskan untuk sekedar melihat pemandangan luar dari balkon kamarnya.
Sejauh ini tak ada yang menarik, semua biasa saja. Sampai akhirnya pandangan Sehun tertuju pada sebuah obyek.
Obyek yang terlalu indah untuk dideskripsikan.
Sebelumnya Sehun tak pernah seperti ini, tersenyum layaknya orang bodoh. Tidak kepada siapapun ia melakukan hal memalukan itu, kecuali pada seorang yang mempesona di hadapannya.
Terlalu besarkah pesona sang obyek hingga membuat Oh Sehun yang angkuh menjadi bertekuk lutut atas keindahannya? Entahlah, aku juga tak mengerti.

Saat Luhan akan beranjak dari balkon kamarnya yang berada di lantai atas, tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Sempat menoleh ke beberapa arah, namun tak ada siapapun, yang ada hanya jalanan sepi di pagi hari. Mungkin hanya perasaanku saja, pikir Luhan.
Hingga akhirnya tatapan matanya tertuju pada arah jam 11. Ia dapat melihat dengan jelas seorang anak lelaki yang sedang asyik memperhatikannya dari balkon rumah anak itu. Ia menatap Luhan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Luhan meliriknya sebentar lalu kali ini ia benar-benar meninggalkan balkon dan masuk ke kamarnya. "paling-paling ia menginginkan tubuhku seperti yang lain. Memuakkan." cibir Luhan sesaat sebelum ia masuk ke kamarnya.
Luhan menghempaskan tubuhnya di kasur dan memejamkan matanya. Dalam keadaan masih terpejam ia berusaha meraba bekas luka yang tadi dibuat Kris. Masih terasa perih. Namun luka di hatinya jauh lebih menyakitkan.
Luhan berusaha tak menghiraukan rasa sakitnya, ia terlalu lelah untuk itu. Mengingat kemarin malam ia sama sekali tidak tidur karena harus melayani seorang pria yang telah menipunya. Dengan iming-iming 5 juta won Luhanpun mau melayani pria itu semalam suntuk.
Namun apa yang terjadi? Setelah mereka selesai dan Luhan meminta imbalan atas pelayanannya yang menakjubkan, si pria penipu itu malah memberinya 750 ribu won. Jauh dari yang dijanjikan pria itu bukan?
Dan karena itu Luhan mendapat hukuman dari Kris. "dasar pria tua brengsek! Semua karena kau!" kalimat itu terluncur dari bibir Luhan saat ia mulai memasuki alam bawah sadarnya.

"bangun!"
"apa kau tuli Xi Luhan? Kubilang BANGUN!"
Luhan terlonjak kaget saat mendengar seseorang membentaknya. Dengan sedikit kesadaran, ia mampu melihat Kris ada di hadapannya dengan tatapan geram.
"K-kris.. Argh!" Kris menjambak rambut Luhan sampai ia menengadah karenanya.
"siapa yang menyuruhmu tidur ha? Cepat bekerja! Dan jangan mengulangi kesalahanmu lagi!"
"t-tapi aku..."
"tak ada tapi. Oh! Atau jangan-jangan kau sudah bosan hidup ya? Baiklah aku bersedia menjadi malaikat mautmu."
"tidak! Aku... Baiklah, aku akan bekerja." Kris melepaskan cengramannya di rambut Luhan dan beralih meraih tengkuk Luhan untuk mengecupnya. Sebuah kecupan singkat yang lembut. Namun Luhan tahu, kecupan itu tak berarti apapun. Apa lagi cinta. Itu sangat mustahil mengingat betapa Kris membencinya. Luhan tersenyum miris.
"anak baik."

TOKTOKTOK
"oh ayolah, seseorang datang ke rumah baruku dengan keadaannya yang masih berantakan. Sial!" gerutu Sehun saat ia mendengar pintu rumahnya berbunyi. Ia segera beranjak dari kegiatannya -menata ulang rumahnya setelah tadi ia puas melihat tetangga barunya dari balkon- dan beralih membukakan pintu. Meskipun ia sedang malas.
"YAK! Oh Sehun! Kenapa tadi kau tidak masuk ha?! Aku khawatir tau!" Sehun kaget saat melihat sahabatnya mengomel di depan rumahnya.
"hei! Aku baru pindah rumah! Wajar jika aku tidak masuk sekolah."
"dan parahnya kau tidak memberitahuku. Kejam!"
"eh? Kenapa kau jadi marah Kim Jongin? Oke baiklah aku minta maaf."
"kenapa katamu? Kenapa?! Karena aku sahabatmu! Kau tidak memberitahuku soal ini. Kau kejam Sehun-ah, kau tega!" kata sahabat Sehun yang diketahui bernama Kim Jongin itu.
"aku kan sudah minta maaf. Sebaiknya kau masuk, aku jadi tidak enak hati kalau tetangga baruku mendengarnya." kata Sehun sambil menarik Jongin untuk masuk ke rumahnya.
Saat mereka sudah berada di dalam, amarah Jonginpun mereda dan kini ia hanya terpaku melihat rumah baru sahabatnya.
"Jongin-ah, mau minum apa? Jus jeruk? Air putih? Teh? Atau apa?" Jongin tak menjawab.
"Jongin-ah?"
"ah?! Iya?"
"mau minum apa? Dari tadi kau melamun ya?"
"hehe.. Maaf, eumm.. Aku ingin air putih dingin saja."
"oh, baiklah." Sehun meninggalkan Jongin dan langsung menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih dingin. Sialnya, ia lupa jika di dalam kulkasnya belum terisi apapun. Termasuk air dingin.
"eum.. Jongin-ah, ini kan rumah baru..." kata Sehun dari dalam dapur.
"...isi kulkasku juga belum ada. Karena kebetulan kau ada di sini, bisakah kau membantuku berbelanja makanan? Setelah itu aku akan meneraktirmu makan deh. Ya? Mau ya?"
"..."
"Jongin-ah?" Sehun mulai khawatir karena Jongin tak menjawab pertanyaannya. Jangan-jangan ia mati? Pikir Sehun. Tapi buru-buru ia coret sprekulasi bodohnya itu, mengingat tak mungkin Jongin yang keren mati konyol di rumahnya. Mustahil.
Iapun menghampiri Jongin yang seingatnya ada di ruang tamu.
"Jongin-ah, kau mau ikut? YAK! Kenapa kau malah tidur di sofaku? Dan hapus air liurmu! Menjijikkan!"
"heungh? Hehe maaf Sehun-ah, sofamu telah menggodaku untuk tidur diatasnya. Jadi, salahkan dia!" sejenak Jongin tersenyum aneh dan segera bangun dari posisinya kemudian menatap Sehun sedikit sinis.
"oh ya, tadi kau bilang aku ngiler? Seumur hidupku aku tidak pernah NGILER SAAT TIDUR!"
"hehehe baiklah, maaf. Ayo pergi berbelanja!"
"ha? Apa?"
"temani aku berbelanja! Kulkasku kosong."
"oh baiklah, asal ada imbalannya untuk itu."
Sehun teringat tentang sesuatu, tentang sahabatnya yang satu lagi. "Chanyeol tidak ikut ke rumahku?"
"tidak, hari ini ia ada janji dengan seseorang, mungkin dengan kekasihnya."
"tunggu!"
"apa lagi?"
"sekarang kan jam sebelas pagi, kenapa kau ada di sini? Ini masih jam-jam sekolah." Jongin menghela nafas panjang.
"kau lupa sekarang hari sabtu ya? Bukankah setiap sabtu pulang sekolah jam sepuluh? Kau pikun!" kata Jongin sambil mengetuk kepala Sehun yang entah berisi apa. Sedangkan Sehun hanya nyengir kuda. Dan itu menyeramkan untuk Jongin.

Luhan masih kesal atas perlakuan Kris saat membangunkannya dengan paksa, tak tahukah Kris jika ia lelah? Tapi mau bagaimana lagi? Dia tak mempunyai daya yang lebih untuk melawan perlakuan Kris.
Hari ia mendapat agenda dari Kris untuk 'menjamu' salah seorang anak pemilik perusahaan besar di Korea, sebenarnya Luhan merasa sedikit gugup karena baru kali ini ia harus melayani klien yang masih bersekolah. Dan sekarang Luhan mempersiapkan semuanya sebelum pergi ke hotel yang sudah dijanjikan. Setelah dirasa semuanya siap, ia mulai meninggalkan rumah (Kris) dan langsung menuju hotel.
"Kris sialan!" umpatnya saat akan keluar dari rumahnya.
Saat Luhan keluar, ia sempat berpapasan dengan tetangganya -yang tadi memandanginya di balkon. Dan Luhan baru sadar jika itu adalah tetangga barunya. Karena ia belum pernah melihat sebelumnya.
Tetangga barunya terlihat bersama teman sebayanya yang masih memakai seragam SMA.
Luhan segera beranjak saat ia menyadari bahwa ia ada janji dengan klien. Luhan tidak mau telat. Akhirnya iapun menuju ke halte bus terdekat untuk mencapai hotel yang dijanjikan. Benar-benar merepotkan, pikirnya.
Sekitar 15 menit perjalanan, Luhan akhirnya sampai di tempat tujuan. Ia segera mencari klien-nya dengan ciri-ciri mempunyai tinggi yang kurang lebih sama dengan Kris, rambutnya dicat coklat almond, dan mempunyai senyum yang Khas. Kalau tidak salah namanya Park Chanyeol. Setidaknya itulah sedikit info dari Kris.
"hei!"
Luhan menoleh, "dia.." pikirnya, kemudian ia segera menghampiri orang itu.
"kau terlambat."
"maaf."
"tapi karena kau manis, aku akan memaafkanmu. Eumm.. Setidaknya servismu baik saat di ranjang." kata Klien Luhan sambil menyunggingkan senyumannya. Benar kata Kris, senyumannya khas.
"saya mengerti, Park Chanyeol-sshi."
"jangan panggil aku seformal itu, lagipula kau lebih tua dariku. Panggil saja Chanyeol. Ah, sebaiknya kita bergegas. Aku sudah tidak sabar untuk menikmati manisnya tubuhmu."

Sehun dan Jongin masih asyik berbelanja di super market. Ya, sesekali mereka berdebat tentang apa saja yang harus dibeli dan apa yang tidak. "hei, Jongin-ah!"
"hhm."
"kau tadi melihat tetanggaku? Yang tadi sempat berpapasan dengan kita." kata Sehun sambil mengambil beberapa bungkus snack.
"oh yang tadi?" wajah Jongin yang semula ceria kini menjadi sedikit masam. Ya, ia sangat ingat betul dengan tetangga baru Sehun. Dan ia kesal karena Sehun menatap tetangganya seperti itu. Baru petama kalinya Jongin melihat Sehun menatap seseorang dengan tatapan yang biasa dilontarkan untuk orang yang sedang jatuh cinta.
Jika ia boleh jujur, ia ingin Sehun menatapnya seperti itu. Tidak menatapnya sebagai seorang sahabat, namun orang yang memiliki arti spesial di hati Sehun. Ya, Jongin sudah lama menyukai Sehun. Dan Sehun tidak pernah tahu itu.
"menurutku dia dingin, sinis, dan sombong. Lihat saja tatapannya, ingin kutampar rasanya." lanjut Jongin.
"tapi menurutku dia cantik, tapi aku merasa dia mempunyai sisi misterius. Dia penuh misteri bagiku." Sehun tersenyum dan sedikit membayangkan wajah tetangganya.
"Sehun-ah, sebaiknya kita segera membayar semua ini di kasir."
Dalam hati Jongin ia bertekad, Sehun akan menjadi miliknya, Sehun harus mencintainya. Apapun caranya tak masalah. Asalkan ia bisa mendapatkan hati Sehun.

Lusanya Sehun sudah kembali bersekolah seperti biasa..
"ya! Chanyeol-ah! Kenapa hari sabtu kau tidak ke rumah baruku ha? Aku sudah memberimu alamatnya bukan?" tanya Sehun saat ia berpapasan dengan Chanyeol, sahabatnya.
Chanyeol malah tersenyum aneh dan menyuruh Sehun mendekat kepadanya. "hehe maaf, kau tahu? Sabtu kemarin aku sangat senang."
"kenapa?"
"aku mendapat servis dari primadona yang pernah dibicarakan teman kakaku."
"primadona? Servis? Apa maksudmu?"
Chanyeol menepuk keningnya kesal, "bertarung di atas ranjang maksudku! Kau mengerti?"
"MWO?! K-kau bertarung? Apa kau terluka?"
Lagi-lagi Chanyeol menepuk keningnya sambil berdecak. Bagaimana bisa di usia Sehun yang sudah besar ia tidak mengetahui 'this and that'? Menurut Chanyeol, Sehun adalah anak lelaki yang payah, ia terlalu polos untuk ukuran anak berumur 17 tahun.
Di usia Chanyeol yang baru 17 tahun saja ia sudah pernah melakukan seks dengan pacar-pacarnya terdahulu. Melihat film dan majalah porno sudah lumrah baginya.
Apa Sehun yang memang terlalu polos?
"aduuh.. Gampangnya, aku telah membuat anak dengan si Primadona itu. Mengerti?"
Sehun mengangguk tanda ia baru paham, "APA?!"
"ssshh! Diam!"
"k-kau? Maksudmu kau berhubungan seks dengan.. Dengan.. Dengan.." kata Sehun sedikit berbisik.
"tapi kau tahu, dia sangat manis. Apalagi saat ia meneriakkan namaku, suaranya yang seksi membuatku bergairah. Keringatnya yang mengalir dari pelipisnya, oh ya Tuhaaan.. Dia begitu sempurna untuk ukuran seorang pria." kata Chanyeol sambil memasang senyuman anehnya. Sedangkan Sehun hanya bisa menatap aneh sahabatnya. Tapi tunggu, ia baru bilang apa?
"KAU MELAKUKAN DENGAN PRI-mmpphh! Pmmhh!" belum sempat Sehun menyelesaikan kalimatnya buru-buru dibungkam oleh Chanyeol.
"sssh! Diam! Kau ini idiot atau apa sih?" setelah dirasa Sehun sedikit tenang, Chanyeolpun melepaskan bungkamannya.
"hah! T-tapi.. Bagaimana rasanya? Bukankah itu aneh. Kau memasukkannya dimana? Bukankah kalian akan bermain pedang?" tanya Sehun sambil bergidik ngeri.
"itu sih masalah naluri Sehun-ah. Ya, kau tahu sendiri kan aku sering melakukan itu dengan pacar-pacarku sebelumnya. Dan itu membosankan. Aku berpikir untuk mencari kepuasan baru, kebetulan aku tidak sengaja mendengar pembicaraan teman kakakku yang pernah menggunakan jasa pelacur. Dan bingo! Aku menemukan pelacur gay yang cocok untukku."
"kau sinting!"
"hey! Tarik ulang kata-katamu! Kau belum pernah merasakan servisnya sih. Dia bisa membuat siapapun terjebak dalam pesonanya. Oh iya aku punya kartu namanya, siapa tahu kau akan tertarik. Dan satu lagi, jangan bilang Jongin soal ini. Ia pasti akan membunuhku." Chanyeolpun memberikan kartu nama pelacur itu sebelum akhirnya ia meninggalkan Sehun yang masih terpaku.
Tanpa melihat kartu nama itu Sehun segera meremasnya dan memasukkannya ke kantong celananya. "kurasa Chanyeol mulai sinting!"

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar