Sudah hampir setahun Luhan -kembali- masuk dalam dunia prostitusi di
bawah paksaan Kris. Tak sulit baginya untuk mengikat para hidung belang
ke dalam pesonanya. Bahkan beberapa pejabat negara kerap mengunjunginya
dan menawarkan imbalan yang jumlahnya tidak sedikit demi mendapatkan
tubuh Luhan.
Namun hasil jerih payah itu tak sepenuhnya masuk ke
kantong Luhan. 70 persen (tidak, bahkan 85 persen) diambil oleh sang
mucikari, Kris. Dan Luhan hanya mengambil sisanya. Tak adil? Memang!
Bermanja-manja
dan bertingkah manis pada pelanggannya sudah menjadi kegiatan
sehari-hari Luhan. Namun jauh di dasar hatinya, ia selalu mengutuk diri
sendiri atas perbuatan kotor yang ia lakukan. Tapi mau bagaimana lagi?
Ini semua demi kelangsungan hidupnya. Ia seakan-akan tidak mampu untuk
memberontak keluar dari dunia hitam yang menyesatkannya. Tapi perlu
digaris bawahi, tidak mampu keluar dari dunia prostitusi bukan berarti
ia lelaki yang lemah. Justru mungkin sebaliknya.
Bayangkan jika
kalian ada di posisi Luhan saat ini. Mampukah kalian bertahan seperti
Luhan? Cobaan yang kian hari kian berat. Ia harus dicampakkan dan dijual
oleh orang yang ia cintai.
Jadi sepantasnya ia disebut sebagai lelaki yang kuat bukan?
pagi
itu sinar matahari terasa lebih hangat dari sebelumnya. Sedikit demi
sedikit menunjukkan tahtanya atas bumi ini. Namun kehangatan sang surya
seakan tak mampu menembus hati seorang insan di luar sana.
"kau dapatkan berapa?" tanya Kris sambil menyalakan satu batang rokok, kemudian ia menghisapnya.
"hanya
tujuhratus limapuluh ribu won.." dengan rasa takut Luhan menyerahkan
hasil kerjanya kemarin malam pada Kris. Ia tahu apa yang akan Kris
lakukan jika target per harinya tak dipenuhi. Luhan sangat tahu betul.
Kris
berhenti menghisap rokoknya dan beralih menatap uang yang diberikan
Luhan. "hanya segini?" Luhan mengangguk, ia siap jika harus dihukum oleh
Kris sekarang.
"buka tanganmu!"
"a-apa?"
"kubilang BUKA TANGANMU!"
Luhan
membuka tangannya sedikit ragu, Kris yang sudah terlanjur kesal kini
menarik tangan Luhan dan menaruh ujung rokoknya yang masih menyala di
telapak tangan Luhan.
"Argh! Hentikan!" Luhan berusaha memberontak namun tangannya ditahan oleh Kris agar tetap berada di cengkramannya.
"kau
tau apa kesalahanmu kan?" Luhan menjerit kesakitan saat Kris mulai
memelintir batang rokok yang ada di genggaman Kris. Dan sialnya ujung
rokok itu masih berada di tangan Luhan. Air mata yang jatuh kiranya tak
cukup untuk mengurangi rasa sakit yang dialami Luhan.
"Kris.. Hentikan.."
Kris
tersenyum sinis, "ini pelajaran bagimu, Xi Luhan..." Kris mendekatkan
bibirnya tepat di telinga Luhan dan menjilatnya sekejap. "...bukankah
ini hukuman pertamamu? Jadi kuharap kesalahan ini tidak terulang lagi."
bersamaan
dengan keluarnya kalimat itu dari mulut Kris, ia memelintir rokoknya
kasar di telapak tangan Luhan hingga apinya mati. Setelah itu ia
meninggalkan Luhan sendirian di ruang tengah.
Sekejam apapun Kris
menyiksanya, hati Luhan tetap mencintai Kris. Katakan jika Luhan bodoh,
tapi ini masalah perasaan. Tak ada seorangpun yang dapat mendikte Luhan
dengan siapa ia harus mencintai. Ini haknya.
Terkadang ia berharap Kris menyayanginya seperti dulu lagi. Tapi saat ini kurasa itu hal yang mustahil.
di
sisi lain terlihat anak lelaki yang membawa beberapa kardus besar dan
seorang pria paruh baya yang membantunya. Kemudian mereka memasuki rumah
bergaya minimalis.
"tuan Kim, kau boleh pulang." kata anak lelaki itu saat mereka sudah memasuki rumahnya. "tapi, tuan muda..."
"aku sudah besar, aku bisa menjaga diriku sendiri. Pulanglah."
"b-baik, tuan muda."
setelah
pria paruh baya yang diketahui sebagai supir pribadi anak lelaki itu
pergi, ia memutuskan untuk memulai menata ulang rumah barunya. "baiklah
Oh Sehun, mari kita mulai. Tapi dari mana dulu hah? Rumah ini jauh lebih
luas dari yang kubayangkan." kata anak lelaki yang diketahui bernama Oh
Sehun itu pada dirinya sendiri sambil melihat betapa luas rumah barunya
itu.
Sebenarnya tidak terlalu luas seperti yang dibayangkan.
Rumah bergaya minimalis, berlantai dua, dan mempunya 3 kamar. Cocok
untuk yang berkeluarga. Tapi terlalu luas untuk orang yang ingin tinggal
sendiri bukan?
Sehun meninggalkan beberapa tumpukan kardus di ruang tengah dan mulai melihat-lihat isi rumah barunya.
Ruangan
demi ruangan ia telusuri namun tak ada satupun ruangan yang dapat
memikat hatinya. Atau dengan kata lain Sehun menganggap ruangan-ruangan
itu biasa. Tak ada yang spesial.
Sampai akhirnya ia memutuskan
untuk naik ke lantai 2, melihat kamar yang akan ia tempati di sana. Tak
jauh beda, ia tidak begitu tertarik dengan kamarnya. Mungkin karena ia
terlalu lelah atau jenuh setelah berkeliling rumah yang dianggapnya luas
itu, ia memutuskan untuk sekedar melihat pemandangan luar dari balkon
kamarnya.
Sejauh ini tak ada yang menarik, semua biasa saja. Sampai akhirnya pandangan Sehun tertuju pada sebuah obyek.
Obyek yang terlalu indah untuk dideskripsikan.
Sebelumnya
Sehun tak pernah seperti ini, tersenyum layaknya orang bodoh. Tidak
kepada siapapun ia melakukan hal memalukan itu, kecuali pada seorang
yang mempesona di hadapannya.
Terlalu besarkah pesona sang obyek
hingga membuat Oh Sehun yang angkuh menjadi bertekuk lutut atas
keindahannya? Entahlah, aku juga tak mengerti.
Saat
Luhan akan beranjak dari balkon kamarnya yang berada di lantai atas,
tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Sempat menoleh ke beberapa arah, namun tak ada siapapun, yang ada hanya
jalanan sepi di pagi hari. Mungkin hanya perasaanku saja, pikir Luhan.
Hingga
akhirnya tatapan matanya tertuju pada arah jam 11. Ia dapat melihat
dengan jelas seorang anak lelaki yang sedang asyik memperhatikannya dari
balkon rumah anak itu. Ia menatap Luhan dengan tatapan yang sulit untuk
diartikan.
Luhan meliriknya sebentar lalu kali ini ia benar-benar
meninggalkan balkon dan masuk ke kamarnya. "paling-paling ia
menginginkan tubuhku seperti yang lain. Memuakkan." cibir Luhan sesaat
sebelum ia masuk ke kamarnya.
Luhan menghempaskan tubuhnya di
kasur dan memejamkan matanya. Dalam keadaan masih terpejam ia berusaha
meraba bekas luka yang tadi dibuat Kris. Masih terasa perih. Namun luka
di hatinya jauh lebih menyakitkan.
Luhan berusaha tak menghiraukan
rasa sakitnya, ia terlalu lelah untuk itu. Mengingat kemarin malam ia
sama sekali tidak tidur karena harus melayani seorang pria yang telah
menipunya. Dengan iming-iming 5 juta won Luhanpun mau melayani pria itu
semalam suntuk.
Namun apa yang terjadi? Setelah mereka selesai dan
Luhan meminta imbalan atas pelayanannya yang menakjubkan, si pria
penipu itu malah memberinya 750 ribu won. Jauh dari yang dijanjikan pria
itu bukan?
Dan karena itu Luhan mendapat hukuman dari Kris.
"dasar pria tua brengsek! Semua karena kau!" kalimat itu terluncur dari
bibir Luhan saat ia mulai memasuki alam bawah sadarnya.
"bangun!"
"apa kau tuli Xi Luhan? Kubilang BANGUN!"
Luhan
terlonjak kaget saat mendengar seseorang membentaknya. Dengan sedikit
kesadaran, ia mampu melihat Kris ada di hadapannya dengan tatapan geram.
"K-kris.. Argh!" Kris menjambak rambut Luhan sampai ia menengadah karenanya.
"siapa yang menyuruhmu tidur ha? Cepat bekerja! Dan jangan mengulangi kesalahanmu lagi!"
"t-tapi aku..."
"tak ada tapi. Oh! Atau jangan-jangan kau sudah bosan hidup ya? Baiklah aku bersedia menjadi malaikat mautmu."
"tidak!
Aku... Baiklah, aku akan bekerja." Kris melepaskan cengramannya di
rambut Luhan dan beralih meraih tengkuk Luhan untuk mengecupnya. Sebuah
kecupan singkat yang lembut. Namun Luhan tahu, kecupan itu tak berarti
apapun. Apa lagi cinta. Itu sangat mustahil mengingat betapa Kris
membencinya. Luhan tersenyum miris.
"anak baik."
TOKTOKTOK
"oh
ayolah, seseorang datang ke rumah baruku dengan keadaannya yang masih
berantakan. Sial!" gerutu Sehun saat ia mendengar pintu rumahnya
berbunyi. Ia segera beranjak dari kegiatannya -menata ulang rumahnya
setelah tadi ia puas melihat tetangga barunya dari balkon- dan beralih
membukakan pintu. Meskipun ia sedang malas.
"YAK! Oh Sehun! Kenapa
tadi kau tidak masuk ha?! Aku khawatir tau!" Sehun kaget saat melihat
sahabatnya mengomel di depan rumahnya.
"hei! Aku baru pindah rumah! Wajar jika aku tidak masuk sekolah."
"dan parahnya kau tidak memberitahuku. Kejam!"
"eh? Kenapa kau jadi marah Kim Jongin? Oke baiklah aku minta maaf."
"kenapa
katamu? Kenapa?! Karena aku sahabatmu! Kau tidak memberitahuku soal
ini. Kau kejam Sehun-ah, kau tega!" kata sahabat Sehun yang diketahui
bernama Kim Jongin itu.
"aku kan sudah minta maaf. Sebaiknya kau
masuk, aku jadi tidak enak hati kalau tetangga baruku mendengarnya."
kata Sehun sambil menarik Jongin untuk masuk ke rumahnya.
Saat mereka sudah berada di dalam, amarah Jonginpun mereda dan kini ia hanya terpaku melihat rumah baru sahabatnya.
"Jongin-ah, mau minum apa? Jus jeruk? Air putih? Teh? Atau apa?" Jongin tak menjawab.
"Jongin-ah?"
"ah?! Iya?"
"mau minum apa? Dari tadi kau melamun ya?"
"hehe.. Maaf, eumm.. Aku ingin air putih dingin saja."
"oh,
baiklah." Sehun meninggalkan Jongin dan langsung menuju dapur untuk
mengambilkan segelas air putih dingin. Sialnya, ia lupa jika di dalam
kulkasnya belum terisi apapun. Termasuk air dingin.
"eum.. Jongin-ah, ini kan rumah baru..." kata Sehun dari dalam dapur.
"...isi
kulkasku juga belum ada. Karena kebetulan kau ada di sini, bisakah kau
membantuku berbelanja makanan? Setelah itu aku akan meneraktirmu makan
deh. Ya? Mau ya?"
"..."
"Jongin-ah?" Sehun mulai khawatir
karena Jongin tak menjawab pertanyaannya. Jangan-jangan ia mati? Pikir
Sehun. Tapi buru-buru ia coret sprekulasi bodohnya itu, mengingat tak
mungkin Jongin yang keren mati konyol di rumahnya. Mustahil.
Iapun menghampiri Jongin yang seingatnya ada di ruang tamu.
"Jongin-ah, kau mau ikut? YAK! Kenapa kau malah tidur di sofaku? Dan hapus air liurmu! Menjijikkan!"
"heungh?
Hehe maaf Sehun-ah, sofamu telah menggodaku untuk tidur diatasnya.
Jadi, salahkan dia!" sejenak Jongin tersenyum aneh dan segera bangun
dari posisinya kemudian menatap Sehun sedikit sinis.
"oh ya, tadi kau bilang aku ngiler? Seumur hidupku aku tidak pernah NGILER SAAT TIDUR!"
"hehehe baiklah, maaf. Ayo pergi berbelanja!"
"ha? Apa?"
"temani aku berbelanja! Kulkasku kosong."
"oh baiklah, asal ada imbalannya untuk itu."
Sehun teringat tentang sesuatu, tentang sahabatnya yang satu lagi. "Chanyeol tidak ikut ke rumahku?"
"tidak, hari ini ia ada janji dengan seseorang, mungkin dengan kekasihnya."
"tunggu!"
"apa lagi?"
"sekarang kan jam sebelas pagi, kenapa kau ada di sini? Ini masih jam-jam sekolah." Jongin menghela nafas panjang.
"kau
lupa sekarang hari sabtu ya? Bukankah setiap sabtu pulang sekolah jam
sepuluh? Kau pikun!" kata Jongin sambil mengetuk kepala Sehun yang entah
berisi apa. Sedangkan Sehun hanya nyengir kuda. Dan itu menyeramkan
untuk Jongin.
Luhan masih kesal
atas perlakuan Kris saat membangunkannya dengan paksa, tak tahukah Kris
jika ia lelah? Tapi mau bagaimana lagi? Dia tak mempunyai daya yang
lebih untuk melawan perlakuan Kris.
Hari ia mendapat agenda dari
Kris untuk 'menjamu' salah seorang anak pemilik perusahaan besar di
Korea, sebenarnya Luhan merasa sedikit gugup karena baru kali ini ia
harus melayani klien yang masih bersekolah. Dan sekarang Luhan
mempersiapkan semuanya sebelum pergi ke hotel yang sudah dijanjikan.
Setelah dirasa semuanya siap, ia mulai meninggalkan rumah (Kris) dan
langsung menuju hotel.
"Kris sialan!" umpatnya saat akan keluar dari rumahnya.
Saat
Luhan keluar, ia sempat berpapasan dengan tetangganya -yang tadi
memandanginya di balkon. Dan Luhan baru sadar jika itu adalah tetangga
barunya. Karena ia belum pernah melihat sebelumnya.
Tetangga barunya terlihat bersama teman sebayanya yang masih memakai seragam SMA.
Luhan
segera beranjak saat ia menyadari bahwa ia ada janji dengan klien.
Luhan tidak mau telat. Akhirnya iapun menuju ke halte bus terdekat untuk
mencapai hotel yang dijanjikan. Benar-benar merepotkan, pikirnya.
Sekitar
15 menit perjalanan, Luhan akhirnya sampai di tempat tujuan. Ia segera
mencari klien-nya dengan ciri-ciri mempunyai tinggi yang kurang lebih
sama dengan Kris, rambutnya dicat coklat almond, dan mempunyai senyum
yang Khas. Kalau tidak salah namanya Park Chanyeol. Setidaknya itulah
sedikit info dari Kris.
"hei!"
Luhan menoleh, "dia.." pikirnya, kemudian ia segera menghampiri orang itu.
"kau terlambat."
"maaf."
"tapi
karena kau manis, aku akan memaafkanmu. Eumm.. Setidaknya servismu baik
saat di ranjang." kata Klien Luhan sambil menyunggingkan senyumannya.
Benar kata Kris, senyumannya khas.
"saya mengerti, Park Chanyeol-sshi."
"jangan
panggil aku seformal itu, lagipula kau lebih tua dariku. Panggil saja
Chanyeol. Ah, sebaiknya kita bergegas. Aku sudah tidak sabar untuk
menikmati manisnya tubuhmu."
Sehun
dan Jongin masih asyik berbelanja di super market. Ya, sesekali mereka
berdebat tentang apa saja yang harus dibeli dan apa yang tidak. "hei,
Jongin-ah!"
"hhm."
"kau tadi melihat tetanggaku? Yang tadi sempat berpapasan dengan kita." kata Sehun sambil mengambil beberapa bungkus snack.
"oh
yang tadi?" wajah Jongin yang semula ceria kini menjadi sedikit masam.
Ya, ia sangat ingat betul dengan tetangga baru Sehun. Dan ia kesal
karena Sehun menatap tetangganya seperti itu. Baru petama kalinya Jongin
melihat Sehun menatap seseorang dengan tatapan yang biasa dilontarkan
untuk orang yang sedang jatuh cinta.
Jika ia boleh jujur, ia ingin
Sehun menatapnya seperti itu. Tidak menatapnya sebagai seorang sahabat,
namun orang yang memiliki arti spesial di hati Sehun. Ya, Jongin sudah
lama menyukai Sehun. Dan Sehun tidak pernah tahu itu.
"menurutku dia dingin, sinis, dan sombong. Lihat saja tatapannya, ingin kutampar rasanya." lanjut Jongin.
"tapi
menurutku dia cantik, tapi aku merasa dia mempunyai sisi misterius. Dia
penuh misteri bagiku." Sehun tersenyum dan sedikit membayangkan wajah
tetangganya.
"Sehun-ah, sebaiknya kita segera membayar semua ini di kasir."
Dalam
hati Jongin ia bertekad, Sehun akan menjadi miliknya, Sehun harus
mencintainya. Apapun caranya tak masalah. Asalkan ia bisa mendapatkan
hati Sehun.
Lusanya Sehun sudah kembali bersekolah seperti biasa..
"ya!
Chanyeol-ah! Kenapa hari sabtu kau tidak ke rumah baruku ha? Aku sudah
memberimu alamatnya bukan?" tanya Sehun saat ia berpapasan dengan
Chanyeol, sahabatnya.
Chanyeol malah tersenyum aneh dan menyuruh Sehun mendekat kepadanya. "hehe maaf, kau tahu? Sabtu kemarin aku sangat senang."
"kenapa?"
"aku mendapat servis dari primadona yang pernah dibicarakan teman kakaku."
"primadona? Servis? Apa maksudmu?"
Chanyeol menepuk keningnya kesal, "bertarung di atas ranjang maksudku! Kau mengerti?"
"MWO?! K-kau bertarung? Apa kau terluka?"
Lagi-lagi
Chanyeol menepuk keningnya sambil berdecak. Bagaimana bisa di usia
Sehun yang sudah besar ia tidak mengetahui 'this and that'? Menurut
Chanyeol, Sehun adalah anak lelaki yang payah, ia terlalu polos untuk
ukuran anak berumur 17 tahun.
Di usia Chanyeol yang baru 17 tahun
saja ia sudah pernah melakukan seks dengan pacar-pacarnya terdahulu.
Melihat film dan majalah porno sudah lumrah baginya.
Apa Sehun yang memang terlalu polos?
"aduuh.. Gampangnya, aku telah membuat anak dengan si Primadona itu. Mengerti?"
Sehun mengangguk tanda ia baru paham, "APA?!"
"ssshh! Diam!"
"k-kau? Maksudmu kau berhubungan seks dengan.. Dengan.. Dengan.." kata Sehun sedikit berbisik.
"tapi
kau tahu, dia sangat manis. Apalagi saat ia meneriakkan namaku,
suaranya yang seksi membuatku bergairah. Keringatnya yang mengalir dari
pelipisnya, oh ya Tuhaaan.. Dia begitu sempurna untuk ukuran seorang
pria." kata Chanyeol sambil memasang senyuman anehnya. Sedangkan Sehun
hanya bisa menatap aneh sahabatnya. Tapi tunggu, ia baru bilang apa?
"KAU MELAKUKAN DENGAN PRI-mmpphh! Pmmhh!" belum sempat Sehun menyelesaikan kalimatnya buru-buru dibungkam oleh Chanyeol.
"sssh! Diam! Kau ini idiot atau apa sih?" setelah dirasa Sehun sedikit tenang, Chanyeolpun melepaskan bungkamannya.
"hah!
T-tapi.. Bagaimana rasanya? Bukankah itu aneh. Kau memasukkannya
dimana? Bukankah kalian akan bermain pedang?" tanya Sehun sambil
bergidik ngeri.
"itu sih masalah naluri Sehun-ah. Ya, kau tahu
sendiri kan aku sering melakukan itu dengan pacar-pacarku sebelumnya.
Dan itu membosankan. Aku berpikir untuk mencari kepuasan baru, kebetulan
aku tidak sengaja mendengar pembicaraan teman kakakku yang pernah
menggunakan jasa pelacur. Dan bingo! Aku menemukan pelacur gay yang
cocok untukku."
"kau sinting!"
"hey! Tarik ulang
kata-katamu! Kau belum pernah merasakan servisnya sih. Dia bisa membuat
siapapun terjebak dalam pesonanya. Oh iya aku punya kartu namanya, siapa
tahu kau akan tertarik. Dan satu lagi, jangan bilang Jongin soal ini.
Ia pasti akan membunuhku." Chanyeolpun memberikan kartu nama pelacur itu
sebelum akhirnya ia meninggalkan Sehun yang masih terpaku.
Tanpa melihat kartu nama itu Sehun segera meremasnya dan memasukkannya ke kantong celananya. "kurasa Chanyeol mulai sinting!"
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar