Pengikut

Kamis, 25 Oktober 2012

A Simple Thing Called Honesty (6/6)


A simple thing called honesty [Part 6- END]
Author :: stillthirteen13
Tittle     :: A simple thing called honesty [Part 6-END]
Genre    :: Romance, friendship, family (sedikit)
Tags      :: Lee Sungmin, Cho Kyuhyun, Hwang Min Ji (OC), Lee Saeny (OC)
Rating   :: T
Length  :: Chapter


“Min Ji-ya, jangan seperti ini,” bisik Kyuhyun.
Min Ji menggeleng pelan. “Aku belum minta maaf padanya. Dia tidak memberiku kesempatan untuk minta maaf. Dia egois. Aku tidak diijinkan meminta maaf, sedangkan ia terus memintaku untuk memaafkannya. Mana bisa seperti itu, Eomma?!” Min Ji berteriak. Ia meremas kaus putih yang membalut tubuh Kyuhyun dan menggigit bibir bawahnya di saat yang bersamaan, berharap hal tersebut bisa sedikt mengurangi rasa penyesalan yang kini membuatnya merasa sesak setengah mati. Darah segar menetes dari bibirnya karena gadis itu terlalu kencang menggigit bibir bawahnya.
“Min Ji-ya..” Kyuhyun melepaskan pelukannya, memegang kedua bahu Min Ji dengan lembut.
Sungmin mengulurkan ibu jarinya untuk menyeka darah segar dibibir Min Ji, namun Kyuhyun lebih cepat, membuat Sungmin hanya menggapai udara bebas.
“Kita harus pergi sekarang. Appa-mu sudah menunggu.” Kyuhyun mengajak Min Ji bangkit, dipapahnya gadis itu dan mendudukannya di ranjang.
Min Ji kembali menatap kosong ke arah lantai, dan saat itu Kyuhyun menarik lengan Saeny, menyeret gadis itu keluar kamar.
Sungmin meraih beberapa helai tisu yang ada di meja rias lalu berlutut di hadapan Min Ji. Dengan lembut ia membersihkan wajah Min Ji dari air mata, keringat dan apapun itu yang kini menghiasi wajah Min Ji. “Ji-ya, boleh aku memanggilmu seperti itu?”
Mendengar suara Sungmin, Min Ji segera mengarahkan matanya ke asal suara tersebut. “Sungmin-ah,” panggilnya lirih.
Sungmin menjajarkan wajahnya dengan Min Ji, sebelah tangannya memegang bahu Min Ji dan yang sebelahnya lagi memegang pipi Min Ji, menghapus air mata yang lagi-lagi menetes dari sudut mata gadis itu. “Mm? Kau harus kuat, Ji-ya. Aku yakin, eomma-mu juga tidak akan senang melihatmu seperti ini.” Sungmin memaksakan sebuah senyum di bibirnya, sebenarnya ia ingin menangis melihat keadaan Min Ji sekarang. Apalagi jika mengingat ia ikut andil membuat Min Ji merasakan sedih seperti ini.
Min Ji meringsut turun dari ranjang, ikut berlutut di lantai dan bergulum ke dalam pelukan Sungmin. Sungmin meneguk liurnya pahit, memejamkan matanya sambil membenamkan wajah Min Ji di sela lehernya. “Eomma…” Suara Min Ji terdengar semakin menyayat hati.
Sungmin mengeratkan pelukannya, berharap ia bisa menyerap rasa sakit yang Min Ji rasakan.
Kyuhyun POV
Aku menyeret Saeny keluar kamar ini. Melihat Min Ji seperti itu, aku merasa sangat bersalah. Saeny menatapku bingung dan menungguku berbicara. Kuhirup udara dalam-dalam hingga memenuhi paru-paruku sebelum aku mulai dengan kata pertamaku. Ya, ini yang terbaik. setidaknya ini yang bisa kulakukan untuk Min Ji. Aku tidak mau dia terus seperti ini. Jika biasanya dia yang menghiburku, maka saat ini adalah giliranku. Karena sejauh memoriku bisa mengingat, Min Ji selalu berada disampingku disaat aku membutuhkannya. Sedangkan aku belum pernah sekalipun melakukan hal semacam itu karena Min Ji selalu menyembunyikan masalahnya sendirian. Dan jahatnya aku tidak berusaha untuk menghiburnya meskipun dia tidak memintanya.
“Sae-ya, aku ingin kita berpisah. Aku ingin lebih memperhatikan Min Ji saat ini dan seterusnya. Kuharap kau mengerti, karena Min Ji sampai begini juga karena aku..” ucapku pelan.
Wajah Saeny menegang, dan tangannya mencengkram pergelangan tanganku dengan kuat. “Andwae. Aku tidak mau.”
“Saeny, kau harus mengerti. Aku yakin kau bisa mendapatkan yang lebih baik dariku.”
“Apa sekarang kau mencintainya?” tanya Saeny yang berhasil membuat jantungku berdetak semakin cepat.
Molla. Tapi kalau mengingat aku marah saat tahu dia tidur bersama Sungmin, mungkin jawabannya iya,” jawabku ragu. Aku sendiri belum yakin.
“Tidak, Oppa. Kau bukannya cemburu. Kau hanya merasa iri pada Sungmin Oppa yang sebelum ini adalah musuh Min Ji Eonni. Kau merasa iri karena Min Ji Eonni tidak pernah bersikap lemah di depanmu, tapi di hadapan Sungmin Oppa. Min Ji Eonni bisa berubah jadi gadis yang sangat rapuh. Kau hanya merasa lebih berhak dekat dengan Min Ji Eonni dibanding pria manapun karena kau pria satu-satunya yang sejauh ini dekat dengan Min Ji Eonni sebelum saat oppa-ku ada di antara kalian. Aku yakin itu,” tutur Saeny sambil menghambur ke pelukanku.
Kudorong tubuhnya agar menjauh, dan dia langsung menatapku tak percaya. “Bagaimana kau bisa seyakin itu?” tanyaku.
“Karena ceritamu semalam..”
“Bagaimana kalau aku bertanya satu hal padamu, Oppa?” sambung Saeny. Bibirnya yang berwarna merah muda itu tersenyum simpul. “Bagaimana perasaanmu terhadapku?” Lagi-lagi pertanyaannya membuat jantungku berdetak tak wajar.
“Kau tahu jawabanku, Sae-ya…” Kalimat itu langsung meluncur dari mulutku.
Lagi-lagi Saeny tersenyum, bahkan kali ini lebih lepas. Tersirat rasa lega di wajahnya. “Nah, sekarang kau mengerti kenapa aku tidak setuju kan, Oppa?” tanyanya.
Aku hampir saja mengangguk jika seandainya wajah Min Ji tidak melintas di otakku. “Tapi aku sudah yakin akan keputusanku itu. Maaf..” Aku menunduk dalam, tidak ingin melihat bagaimana wajah Saeny saat ini. Perlahan, kuputar tubuhku dan berlalu meninggalkan gadis yang amat kucintai itu di belakangku.
Kuhentikan langkahku saat sampai di depan pintu kamar Min Ji dan melihat keadaan di dalam melalui celah kecil di pintu. Kulihat Sungmin sedang berlutut dan mengusap pipi Min Ji dengan lembut. Wajahnya terlihat sedih, dan Min Ji… Aku tidak tahu. Aku hanya bisa melihat punggungnya.
“ Ji-ya, boleh aku memanggilmu seperti itu?” Terdengar suara Sungmin, dan beberapa saat setelahnya Min Ji yang tadinya menunduk pun mengangkat kepalanya. Mereka berdua saling bertatapan cukup lama.
“Sungmin-ah..,” panggilnya lirih.
Sungmin menjajarkan wajahnya dengan Min Ji, sebelah tangannya memegang bahu Min Ji dan yang sebelahnya lagi memegang pipi Min Ji, terlihat seperti sedang menghapus air mata yang lagi-lagi menetes dari sudut mata gadis itu. “Mm? Kau harus kuat, Ji-ya. Aku yakin, eomma-mu juga tidak akan senang melihatmu seperti ini.” Sungmin memaksakan sebuah senyum di bibirnya, terlihat sekali bahwa sebenarnya pria itu ikut merasakan sakit.
Min Ji meringsut turun dari ranjang, ikut berlutut di lantai dan bergulum ke dalam pelukan Sungmin, membuat pria yang adalah sahabatku itu meneguk liurnya pahit, memejamkan matanya sambil membenamkan wajah Min Ji di sela lehernya. “Eomma..” Suara Min Ji terdengar semakin menyayat hati.
Sungmin mengeratkan pelukannya, seolah berharap ia bisa menyerap rasa sakit yang Min Ji rasakan.
“Min Ji-ya, kau menyukainya? Kau merasa nyaman dengannya?” Aku tersenyum pahit. Bagaimana mungkin Min Ji selalu menyembunyikan kesedihannya di depanku? Bagaimana mungkin ia lebih nyaman bersama Sungmin yang awalnya ia benci ketimbang aku yang hampir sebelas tahun disampingnya?
“Sungmin-ah, kuharap kau tidak hanya sedang berpura-pura sekarang. Kuharap kenyamanan yang saat ini dirasakan Min Ji padamu bukanlah kebohongan. Aku tidak ingin Min Ji merasakan sakit lagi karena dibohongi,” gumamku sambil berbalik dan menyandarkan tubuhku ke dinding. Tiba-tiba saja kehangatan menjalari lengan kananku.
Saeny. Dia memeluk lenganku dan menatapku dengan tatapan teduhnya. “Kau bisa percaya pada Sungmin Oppa,” ucap Saeny sambil tersenyum.
Kuacak pelan rambutnya dan menariknya ke dalam pelukanku. Aku sangat merindukannya. Padahal aku baru berniat meninggalkannya, tapi entah kenapa aku sangat merindukannya. Bagaimana kalau seandainya aku benar-benar meninggalkannya dan memaksakan diri bersama Min Ji? Kurasa aku hanya akan mempersulit Min Ji lagi.
***
Keesokan harinya..
Author POV
Hari ini langit berwarna kelam, seolah ikut merasakan sedih yang sedang dirasakan keluarga Hwang. Upacara pemakaman baru selesai, tapi Min Ji dan appa-nya serta tiga orang lainnya masih berdiri memandangi pusara bertuliskan nama Kim Hyun Mi, istri pemilik rumah sakit Hwang.
“Ji-ya, ayo pulang,” bujuk sang appa pada putrinya yang masih enggan beranjak sesenti pun dari tempatnya berdiri saat ini.
Appa, kenapa Eomma bisa bilang kalau dia yang lebih baik pergi daripada aku? Aku tidak keberatan kalau harus menggantikan posisi Eomma saat ini…” Suara Min Ji terdengar pelan.
Pria paruh baya disebelahnya pun menengadahkan kepalanya, menahan agar air matanya tidak menetes begitu saja. Berusaha tabah dihadapan anaknya.
“Bukankah Eomma sudah mengatakannya padamu? Karena kalau kau yang menghilang, maka Appa dan Eomma tidak akan memiliki siapa-siapa lagi, kau anak kami satu-satunya. Kau harapan kami satu-satunya. Kalau kau yang hilang, Appa dan Eomma akan kehilangan setengah alasan kami untuk bertahan hidup,” jawab pria paruh baya itu dengan suara yang diusahakan terdengar senormal mungkin.
Appa, aku mau tanya satu hal lagi..”
“Apa?”
“Kenapa Eomma sangat ingin aku tidak menghindari operasi tertentu? “
“Kau tahu kan kalau kau seorang dokter? Dan kau bukan satu-satunya dokter di rumah sakit kita. dokter-dokter lain sering membicarakan kelemahanmu itu, dan eomma-mu sangat benci kalau sampai ada orang yang menjelek-jelekanmu di belakangmu. Eomma memaksamu dengan keras agar semangatmu tersulut, tapi sayangnya kau bukan tipe gadis seperti itu.”
Min Ji menggigit bibir bawahnya, merasa buruk karena telah salah paham dengan maksud baik eomma-nya. “Eomma, mianhae,” ucap Min Ji pada gundukan tanah di hadapannya. Tangannya menyentuh figura yang menghiasi lembaran foto ibunya. “Aku akan berusaha, Eomma. Aku janji,” kata Min Ji sambil menyeka air matanya.
Sang ayah pun merangkul pundak anaknya itu dan hendak mengajaknya meninggalkan tempat ini.
“Sebentar lagi, Appa. Aku masih ingin di sini sebentar lagi. Appa pulang duluan saja bersama Kyuhyun dan yang lainnya, sebentar lagi hujan turun.”
“Baiklah. Kyuhyun-ah, ayo. Kita harus bicara..”
Setengah rela, Kyuhyun menganggukan kepalanya. “Sungmin-ah, kau temani Min Ji. Aku tidak ingin dia sendirian di sini,” kata Kyuhyun sambil menepuk pundak Sungmin.
“Aku memang akan di sini.”
Kyuhyun mengulas senyum di wajahnya, kemudian ia berlalu bersama appa Min Ji dan Saeny. Mereka harus menyelesaikan masalah pernikahan mereka.

Sungmin POV
Kuputar tubuhku menghadap gadis bernama Hwang Min Ji. Dari jarak ini, aku bisa melihat bahunya yang bergetar karena tangis. Perlahan, aku melangkah mendekat dan hendak memegang tangannya sebelum akhirnya dia bersuara dan membuatku mengurungkan niatku.
Eomma, aku akan berusaha. Tapi bisakah kau menuntunku dari sana? Aku masih belum bisa berjalan sendiri. Aku belum sedewasa yang kau pikirkan. Jadi bisakah kau tetap menuntunku hingga aku benar-benar bisa menentukan arahku sendiri?” ujarnya lirih. Dengan mantap, aku berdiri di sebelahnya dan menggenggam tangan kirinya dengan erat.
“Aku yang akan menuntunmu. Aku tidak akan pernah melepaskan tanganku ini sebelum kau melepaskannya..”
Dalam sepersekian detik, wajah kami saling berhadapan. Gadis itu menatapku sendu, dan memaksakan sebuah senyum di bibirnya.
“Semuanya sudah berakhir, Sungmin-ah. Kau tidak perlu berpura-pura bersikap baik padaku lagi,” ujarnya yang membuat hatiku mencelos.
Jadi selama ini kau menganggap aku ini pura-pura? Aku menggeleng pelan dan menatapnya lekat. “Aku tidak pernah pura-pura, Ji-ya. Hanya saja semuanya baru kusadari belum lama ini.. aku—”
“Kalau begitu, aku melepaskan tanganku sekarang. Kau tidak perlu menuntunku, aku akan temukan jalanku sendiri,” sambar gadis itu seraya melepaskan tangannya dari genggamanku. “Gomawo, Sungmin-ah.” Dia memelukku sesaat sebelum akhirnya meninggalkan aku sendirian di tempat ini. Dia sudah melepaskan tanganku.
Aku tidak punya alasan untuk mengejarnya saat ini. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang semakin jauh dari jarak pandangku.
3 years later..
Setelah hari itu, Min Ji dan appa-nya pindah ke London. Dan aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Kyuhyun dan Min Ji bercerai hari itu juga. Kini Saeny adikku dan Kyuhyun sedang berada di negara yang sama dengan Min Ji. Mereka pergi ke sana seminggu yang lalu karena Saeny akan melakukan operasi transplatasi ginjal disana. Operasi itu akan dilakukan dua hari lagi. Hari ini, setelah mengosongkan jadwal di rumah sakit, aku akan berangkat ke London untuk menemani Saeny menjalani operasinya. Perjalanan ke London memakan waktu satu hari, jadi aku sampai disana tepat satu hari sebelum operasi Saeny.
Hanya berbekalan tas ransel yang berisi beberapa helai pakaian dan perlengkapan penting lainnya, aku berjalan keluar bandara. Tiba-tiba saja ponselku berdering. “Yeoboseyo, Kyuhyun-ah? Aku baru sampai..” ucapku saat ponselku sudah melekat sempurna di telingaku.
“Sungmin-ah, maaf,” sahut Kyuhyun di seberang sana, membuatku menghentikan langkahku seketika.
Mwo? Apa yang terjadi?”
“Min Ji. Aku melihatnya tadi. Tidak kusangka setelah tiga tahun tidak bertemu dengannya, aku..”
“Apa? Jangan bertele-tele!”
“Aku menyukainya. Maaf..”
Yakk! Apa yang baru saja kau katakan?! Bagaimana dengan Saeny?!”
“Kau mengkhawatirkan Saeny atau takut Min Ji menjadi milikku?”
“Kau—”
“Jujurlah..”
“Tentu saja aku mengkhawatirkan Saeny! Dan soal Min Ji, aku juga mencintainya..”
“Aku tidak tahu dimana Min Ji saat ini. Salah satu di antara kita yang bisa menemukan Min Ji sebelum operasi Saeny adalah pemenangnya.”
Klik!
Kyuhyun memutuskan sambungan teleponnya. Sialan! Apa yang dia katakan?! Dia mau menendang Saeny begitu saja? Tidak akan Cho Kyuhyun!
Kini aku berdiri di atas London bridge, memandangi gemercik air di bawah sana yang mulai memantulkan cahaya-cahaya lampu. Sudah hampir tengah malam dan aku belum melihat Min Ji seujung rambut pun. Begitu banyak orang yang berlalu lalang. Sudah tiga tahun aku tidak melihatnya. Seperti apa dia sekarang? Bagaimana aku menemukannya ditengah jutaan orang? Kau dimana, Ji-ya? Kumohon, jangan muncul di hadapan Kyuhyun.
Dengan lemas, aku melangkahkan kakiku menyusuri jalan raya. Aku berhenti di sebuah taman yang cukup dipenuhi orang. Aku tidak tahu kenapa orang-orang ini begitu antusias. Perlahan, aku mengitari taman ini sambil menendang-nendang udara.
Kedua kakiku berhenti disatu titik yang sama saat melihat sepasang yeoja dan namja yang berdiri beberapa meter di depanku. Gadis itu. Rambutnya yang dulu bergelombang, kini lurus dan berwarna hitam legam. Wajah itu, masih sama. Masih membuat jantungku berdegub aneh saat melihatnya. Ada perubahan yang sangat mencolok darinya, senyumnya. Senyumnya itu sejak tadi tidak pernah lepas dari wajah cantiknya, senyumnya terlihat lebih alami ketimbang senyuman paksa yang selalu ia pasang untuk menutupi suasana hatinya.
“Hwang Min Ji.. Kyuhyun-ah..,” panggilku sambil berjalan mendekati mereka.
Kyuhyun tersenyum lebar sambil merangkul pundak Min Ji, wajahnya seolah berkata ‘akulah pemenangnya, Lee Sungmin’. Aku tersenyum getir, mengingat kebahagianku dan adikku akan hancur di saat yang bersamaan.
“Kau yang menang, Lee Sungmin..” Kalimat itu menggema sempurna di pendengaranku, namun otakku tidak bisa mencernanya dengan baik.
Mwo?” Aku hanya bisa memasang wajah-tak-tahu-apa-apa.
Kyuhyun berdiri di hadapanku, masih dengan senyum lebarnya. Baiklah, kusimpulkan bahwa tadi aku salah dengar. “Kau sampai di tempat ini lebih dulu. Kau yang menang,” ujar Kyuhyun seolah mengerti jalan pikiranku.
“Tapi kau yang menemukan Min Ji lebih dulu, tidak usah berbasa-basi, Tuan Cho,” sahutku sambil meninju pelan lengannya.
Ani. Kau yang menemukannya lebih dulu. Aku baru sampai beberapa menit yang lalu, tapi kau. Kurasa kau sampai di sini jauh sebelum aku. Begitu pula dengan Min Ji. Tentu saja lebih mudah bagiku yang sudah belasan tahun mengenal Min Ji untuk menemukan gadis ini ketimbang kau yang baru dekat dengannya selama dua bulan, itupun tiga tahun yang lalu. Kau yang menang, Sungmin-ah. Lagi pula, aku sangat mencintai adikmu. Mana mungkin aku meninggalkannya,” jelas Kyuhyun.
Aku menoleh kearah Min Ji, menatapnya yang sedang asyik menatap langit. Benar juga, sejak tadi aku berjalan di belakangnya. Tapi aku tidak mengenalinya.
“Sudahlah, aku mau kembali ke rumah sakit. Saeny pasti menungguku.”Kyuhyun berlalu begitu saja setelah sebelumnya menepuk pundakku. “Ahh ya, kenapa kau bisa sampai di tempat ini?” tanya Kyuhyun yang tiba-tiba berbalik menghadapku.
Molla. Aku hanya mengikuti langkah gadis bermantel putih itu saat tiba-tiba ia melintas di depanku ketika aku sedang merenung di London bridge,” kataku sambil menunjuk Min Ji yang berada di samping Kyuhyun. Ya, tadi saat aku memohon agar Min Ji tidak muncul di hadapan Kyuhyun, sosok itu melewatiku dan entah kenapa aku mengikuti langkahnya begitu saja.
Hah, benarkah? Ceritamu membuatku merinding. Dan kau Min Ji, kenapa tidak menyadari bahwa pria yang mengikutimu itu adalah Sungmin?”
Min Ji menoleh ke arahku, lalu sedetik kemudian ia tersenyum. “Mana mungkin aku mengenalinya?  Aku berada di dekatnya selama dua bulanan dan itupun tiga tahun yang lalu,” jawabnya.
Aku terkekeh mendengarnya.
“Baiklah. Aku rasa kalian cukup membuatku merinding. Oh ya, Sungmin-ah. Min Ji ini adalah dokter yang akan mengoperasi Saeny.”
Mwo?! Sejak awal kau mengerjaiku?”
“Ani. Aku juga baru tahu tadi saat Nona Suzy ini mengatakannya padaku. Kau tahu, nama dia di sini berubah jadi Suzy. Hwang Suzy. Katanya orang-orang di sini kesulitan memanggilnya dengan nama korea, jadi dia menciptakan nama yang lebih kebaratan.”
Kami tertawa bersama.
“Sudah ya, aku mau kembali ke rumah sakit. Happy new year, nae chingu!” kata Kyuhyun sambil menyeretku dan merangkul pundakku juga Min Ji, mencium pipi kami dengan kilat lalu pergi begitu saja.
Happy new year?” gumamku sambil berusaha mengingat tanggal. “Benar juga. Bukankah aku juga sudah menyiapkan hadiah untuk Saeny? Hahaha, Nona Suzy, kau membuatku melupakan hal sepele karena seharian aku terus memikirkanmu. Ani, bukan seharian ini saja, tapi setiap tanggalan yang kulewati. Kenapa kau menghilang begitu saja? “ tanyaku yang kini memandang lekat kedua manik matanya.
Min Ji tersenyum dan melingkarkan syal yang digunakannya ke leherku.
“Bukankah waktu itu aku bilang aku ingin menemukan jalanku sendiri? “ jawabannya terdengar seperti pertanyaan, membuat pikiranku kembali terlempar kemasa tiga tahunan yang lalu. Ya dia mengatakan itu saat pemakaman ibunya.
“Lalu, kau sudah menemukannya?” tanyaku balik.
Mm, aku sudah jadi dokter yang hebat sekarang,” jawabnya bangga dan senyumannya masih setia menghiasi wajah cantiknya itu, membuatku tak sabar lagi untuk memeluknya.
Bogosiphoyo, Ji-ya. Nan jeongmal bogosiphoyo,” bisikku padanya yang kini telah berada dalam pelukanku.
Tak lama setelah itu, langit dipenuhi kembang api yang berwarna-warni. Kami pun menegadahkan kepala kami, begitu pula dengan seluruh orang yang ada di taman ini.
Saranghae,” bisikku ditengah gemuruh letusan kembang api. Kuhadapkan tubuhnya ke arahku, memperhatikan setiap lekukan wajahnya yang sudah sangat kurindukan. Perlahan, kudorong tubuhnya hingga menyentuh batang pohon besar yang berada satu jengkal di belakangnya. Kucondongkan wajahku kearahnya dan mengecup lembut bibir mungil nan merah muda itu, merasakan kembali hangatnya bibir itu.
***
Operasi Saeny telah selesai dan berjalan lancar. Kini aku, Kyuhyun dan Min ji sedang menunggu Saeny sadar.
“Kyuhyun-ah, kenapa kau tidak pernah bercerita padaku soal Saeny? Teganya kau menyembunyikan masalah sebesar ini dariku. Kalau kau bilang padaku, aku akan mencarikan donor ginjal untuk Saeny secepatnya.” Min Ji menatap lekat mata Kyuhyun, namun namja itu hanya tersenyum simpul. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Min Ji yang duduk di kursi sebelahnya.
“Bagaimana rasanya? Kesal? Marah? Kecewa?” tanya Kyuhyun.
“Kau— tentu saja aku sangat marah padamu! Aku kesal! Aku kecewa!” sahut Min Ji menggebu-gebu.
Aku tersenyum melihatnya. Pada dasarnya, malaikat tetaplah malaikat. Meskipun ia pernah berubah menjadi iblis. Itupun karena ulahku juga sahabat belasan tahunnya itu.
“Itu juga yang aku rasakan, Min ji-ya. Kau tahu? Aku merasa sangat buruk saat Sungmin menceritakan semua masalahmu yang kau ceritakan padanya. Kenapa kau menceritakan masalahmu pada Sungmin, tapi tidak padaku?”
Min Ji menatapku tajam. Ya, seharusnya aku menjaga rahasianya saat itu. Saat ia mabuk dan tanpa sadar menceritakan semua masalahnya padaku. Aku tidak ingat kapan tepatnya, tapi yang pasti saat aku belum menyadari bahwa aku menyukainya.
“Aku hanya tidak ingin menambah masalahmu,” jawab Min Ji sambil menundukan kepalanya.
Kyuhyun mengacak pelan rambut Min Ji dan memeluk gadis itu. “Mungkin rasanya jengkel saat sahabat kita bersenang-senang dan ia melupakan kita saat itu, tapi jauh lebih jengkel dan sakit saat sahabatmu sedih, punya masalah atau apapun itu dan kita tidak mengetahuinya sama sekali. Pokoknya mulai hari ini, kita harus jujur satu sama lain. Tidak ada yang boleh menutupi apapun. Arraseo?”
Mm, arraseo. Mianhae, Kyuhyun-ah.”
“Aku menyayngimu, Min Ji-ya. Sangat. Sampai kapanpun, kau masuk daftar wanita terpenting dalam hidupku.”
Dengan sendirinya, senyumku mengembang. Sungguh tidak menyangka semuanya berakhir seindah ini. Meskipun awalnya semua terasa hancur berkeping-keping, tapi seiring berjalannya waktu, semua kembali menjadi baik bahkan jauh lebih baik. Apa jadinya jika hari itu Min Ji tidak membongkar semua skenarioku dan Kyuhyun? Aku yakin semuanya tidak akan jadi jauh lebih baik dari ini. Bahkan mungkin aku masih menempatkan Saeny dikondisi yang salah.
Setitik cahaya di tengah kegelapan membawa kedamaian. Jika kejujuran digambarkan sebagai cahaya, dan kebohongan adalah kegelapannya. Apakah setitik kejujuran itu akan membawa kedamaian? Atau justru akan menghancurkan segalanya, membuat segalanya menjadi lebih buruk?
Tidak. Setitik kejujuran itu tidak akan menghancurkan segalanya. Atau tepatnya, kehancuran itu tidak akan bersifat mutlak, karena seiring berjalannya waktu. Setitik cahaya itu akan semakin terang dan terang, membuat segalanya terasa jauh lebih baik.
Gomawo, Min Ji-ya..
END—
Akhirnya selesai juga.. Makasih buat para readers yang uda mau ngikutin cerita abal-abal ini dari awal sampai akhir, ataupun longkap-longkap.. pokoknya neomu gamsahamnida ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar