Title: Little Secret about My Luhan
Author: Nine-tailed Fox
Genre: di blur…haha!
Cast: Oh Sehun
Lu Han
Length: Oneshoot
Rate: Semua aman terkendali~
WARNING: THIS IS BOYS LOVE STORY!
DON’T LIKE DON’T READ! OUT OF CHARACTER! HANYA KHAYALAN BELAKA, TIDAK REAL!
~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.
Sehun dan
Luhan. Bagaimana menurut kalian dengan kedua nama yang baru saja aku
sebutkan tadi? Bukankah nama itu terdengar pas dan cocok satu sama lain?
Bukankah kedua nama itu terdengar enak disebut secara berurutan?
Sehun dan Luhan.
Luhan dan Sehun.
Hhmm…
Tidak kah
nama itu terdengar seperti nama anak kembar? Yah, memang tidak sedikit
orang yang mengatakan bahwa kami memiliki kontur wajah yang nyaris
serupa. Tak sedikit pula yang mengira kalau kami ini saudara kandung.
Tapi semua itu tidak benar adanya, tidak setetes pun dari darah yang
mengalir ditubuh kami adalah sama…golongan darah kami pun berbeda, kami
seratus persen bukan saudara kandung.
Kami adalah…
Bagaimana mengatakannya ya…
Kami…adalah…
Yah, sepasang…kekasih.
Oke, oke…aku akan ambil sisi positifnya meski terkadang aku cukup jengkel mendengar tanggapan banyak orang yang berkata ‘kalian terlihat seperti saudara kandung.’ Atau ‘apakah itu kakakmu?’
yah semacam itu lah…pasangan kekasih mana yang tidak jengkel jika
sering dikatakan lebih cocok sebagai saudara daripada sepasang manusia
dalam ikatan rasa cinta?
Tapi seperti
yang aku katakan tadi mengenai sisi positifnya, aku pernah mendengar
jikalau sepasang kekasih memiliki wajah yang mirip satu sama lain,
mereka berjodoh.
Satu poin aku genggam ditangan.
Selain itu
perlu kalian ketahui meski hal ini hanya penting bagiku. Beberapa kali
aku memainkan Love Game dan mencocokkan nama kami. Hasilnya selalu
bagus! Maksudku dalam nilai persen yang tidak kecil.
Dua poin aku genggam.
Hingga detik ini…aku menganggap bahwa jodohku adalah seorang lelaki manis dan baik hati bernama Lu Han.
“Silahkan pesanan anda. Satu cup bubble tea rasa coklat. Terima kasih telah memesan.”
Aku
mengangguk pelan seraya mengulurkan tangan menerima cup berisi bubble
tea yang kupesan beberapa menit lalu. Kumainkan sejenak sedotan merah
bergaris putih yang menyembul dari tutup cup sambil melangkahkan kaki
menuju kursi taman dibawah pohon.
Kupandangi
mobil trailer penjual bubble tea dihadapanku yang mulai ramai akan
pengunjung, matahari hampir berhasil mendaki tempat tertingginya
dilangit, udara semakin menghangat dan kurasa…minuman bubble tea yang
dingin dan manis ini sangat cocok dinikmati ketika siang hari dimusim
semi.
‘Drrt~ drrt~’
Terasa getar
ponsel yang meski pun pelan namun cukup mampu membuatku tersentak
kaget…segera kususupkan tangan kedalam saku celana jeans, mengambil
smarthphone putih yang Luhan pilihkan untukku beberapa waktu lalu. Yah,
ponsel ini memang baru…tapi Luhan dengan seenaknya menempelkan stiker
Chopper di casing belakangnya.
Oh~ pesan singkat dari Luhan rupanya.
From: My Clumsy Luhan
Oh Sehun!
Jangan katakan kau sudah berangkat sekarang?
Atau jangan-jangan kau sudah ada ditaman?
God~
Tutor lukisku memundurkan jadwal konseling selama tiga puluh menit.
Kau tahu apa alasannya?
Ah sudahlah, aku yakin kau tidak tertarik dengan masalah kencan buta Jung-sangnim.
Intinya aku akan datang terlambat…maaf, Sehun.
Sampai Jumpa nanti!
Soal nama
kontak Luhan di ponselku itu rahasia…dia tidak tahu, jika dia tahu pasti
akan segera digantinya dengan nama ‘Cool Luhan’ atau ‘Adorable Luhan’
atau…yah, semacam nama-nama yang membuatnya terkesan dewasa dan
berwibawa.
Segera kuketik pesan balasan untuknya.
To: My Clumsy Luhan
Oh tidak apa…kau tenang saja.
Cuacanya cerah jadi tidak masalah bagiku.
Tapi kau jangan lama-lama…karena aku tetap tidak suka menunggu.
Aku ingin segera bertemu.
Denganmu…
Gah!
Segera
kututup aplikasi pesan dan kuselipkan kembali ponselku kedalam saku
celana…wajahku mulai memanas, untuk beberapa menit kedepan mungkin akan
kuabaikan saja pesan-pesan atau notif apapun yang masuk kedalam
ponselku.
Kutempelkan
cup bubble tea-ku pada wajahku yang…oh astaga apa warnanya merah? Aku
baru saja berkata jujur kenapa merasa semalu ini?
Kutarik
nafas dan kuhembuskan dengan perlahan. Kuharap, perasaan gugup ini
luntur bersama tetesan embun cup bubble tea yang turun membasahi
leherku.
Luhan selalu mampu membuat jantungku berdegup kencang.
Tak
kurasakan apapun dari ponselku, getar pesan, bunyi tanda notification
atau ringtone panggilan. Aku yakin…Luhan disana pun, tengah merasa
berdebar dan tak tahu harus melakukan apa. Sama sepertiku.
Haha! Kami memang sehati. Aku tahu itu.
Dan tadi itu bukan kata-kata gombal!
Aku serius…ingin…
Bertemu, dengan…dengannya secepat mungkin!
Jangan tanya kapan terakhir kali kami bertemu.
Itu…kemarin…yah, kemarin malam.
Oke, aku memang gombal.
Aku pria yang sentimetil.
Ah sial~
Perdebatan batin yang tak jelas ini membuatku merasa cukup harus.
Kusesap
perlahan ujung sedotan tempat minuman manis kesukaanku ini mengalir
hingga dinginnya sampai kelidahku. Kutelan dan kukunyah bubble empuk
dimulutku ini pelan.
Hhhmm…kalau
boleh aku mengaku, sebenarnya saat kukatakan dipesan singkat tadi kalau
aku benci menunggu. Itu tidak sepenuhnya benar.
Aku cukup senang menunggu…selama yang kutunggu adalah Luhan atau hal-hal yang berhubungan dengan dirinya.
Apa? Aku egois?
Memang. Lalu?
Luhan tetap mencintaiku…haha.
Selama
menunggu aku selalu dapat menemukan hal-hal yang menyenangkan. Misalnya
mengamati orang, ah! Ada penjual es krim…Luhan pasti senang sekali kalau
dia ada disini. Lalu, wah…anak kecil itu kenapa tubuhnya gemuk sekali
ya, Luhan pasti akan mencubitnya dengan gemas kalau ia melihat anak itu.
Tapi
diantara semua itu…tidak ada yang lebih menyenangkan melainkan
memikirkan kekasihku sendiri. Apa yang sedang Luhan lakukan disana?
Bagaimana ributnya ia dan mengoceh kalau ia terlambat? Juga bagaimana
ekspresinya nanti saat tiba disini…
Semua itu membuatku tersenyum sendiri, menampakan dengan jelas keadaan diriku yang sedang mabuk kepayang.
Memang usia
kami terpaut cukup jauh…empat tahun. Bukan aku. Luhan lah yang lebih tua
empat tahun dariku. Tapi hal tersebut tak menimbulkan masalah sekecil
apa pun diantara kami. Kami bersama karena kekurangan kami, kami
bertahan karena dapat melengkapi satu sama lain.
Usia memang
menunjukan bahwa Luhan lebih dewasa dariku…tapi untuk masalah sikap dan
perilaku, aku jauh lebih dewasa darinya. Sungguh~ aku tidak bohong!
Dia…Luhan itu…lucu.
Dia kekasihku…tapi juga temanku.
Dia…segala-galanya bagiku.
Ah, lagi-lagi aku tersenyum dengan pipi yang memanas.
Betapa beruntungnya aku karena Luhan tidak ada disini, kalau tidak aku pasti sudah diledeknya habis-habisan.
Dia memiliki
banyak hal berharga yang membuatnya jauh lebih berharga…dia seperti
kotak harta karun bagiku. Apa yang kuinginkan, apa yang kubutuhkan…Luhan
memiliki semuanya.
Luhan selalu membuatku tersenyum dengan caranya sendiri.
Aku ingat
beberapa hal tentang diri Luhan…dengan senang hati akan kuceritakan dan
akan kubuktikan…betapa berharganya seorang Lu Han.
… … … … …
1. Luhan itu menggemaskan.
Saat itu,
aku lupa tepatnya kapan…pokoknya dihari itu aku mendatangi apartemennya
cukup siang, karena sejak pagi ia tak kunjung menghubungiku. Hal
tersebut membuatku cukup kesal, jadi kuputuskan menemuinya langsung
dengan membawa Bebek Peking kesukaannya untuk makan siang kami nanti.
Aku tidak
perlu repot-repot menekan bel pintu atau berteriak memanggilnya…kode
pintu apartemen Luhan sudah kuhafal diluar kepala. Tentu saja, kode
pintu apartemen Luhan adalah tanggal lahirku sendiri.
“Luhan…kau dimana? Aku datang membawa makanan kesukaanmu!”
Kucari
sosoknya keseluruh penjuru ruangan, dia tidak ada…padahal biasanya
diwaktu seperti ini dia sedang mencuci pakaian atau memasak untuk makan
siang. Aku menghela nafas, jika sudah seperti ini…hanya satu tempat yang
dapat kuperkirakaan dimana Luhan-ku itu berada.
Kuketuk
pintu kamarnya. Pintu kayu bercat pink muda dengan boneka rusa yang
menggantung disana. Boneka rusa yang kubelikan untuknya.
“Luhan! Bangunlah! Kau mau tidur sampai kapan?! Sudah saatnya makan siang!”
Sudah kuduga, dia pasti masih tidur…kemarin kuyakin ia menghabiskan malam dengan melukis hingga pagi. Dasar, kebiasaan.
“Luhan! Ayolah, kau bisa tidur lagi nanti…tapi kau harus makan lebih dulu. Oke?!”
Terdengar
erangan marah dari dalam sana. Ia pasti kesal karena kupaksa untuk
terbangun, Luhan memang sensitive. Meski bukan tipe morning person,
kekasihku itu sangat mudah terusik tidurnya, namun kalau sudah focus
akan satu hal…ia akan sangat sulit diganggu.
“Eunghh~ iyaaaa! Berisik sekali!”
Tak sampai
lima menit kudengar seruan penuh kekesalan tersebut, pintu kamar pun
terbuka. Menampilkan kekasihku, Luhan dalam balutan piyama biru muda
bergambar Donald Duck kesayangannya…oh ya, ia sangat menyukai tokoh
Donald Duck sejak kecil.
Luhan
berdiri dengan mata setengah terpejam, mulut mungilnya masih sesekali
menguap dan surai keemasan dikepalanya tampak tak beraturan…ia usapkan
kepalan tangan kanannya itu pada mata kanannya yang sayu. Aku tersenyum,
ia seperti anak kecil…menggemaskan sekali.
“Sebaiknya kau sikat gigi dan cuci muka terlebih dulu…ayolah.”
“Iyaaaa…~”
Kutarik
lengannya yang bebas dan kuseret tubuh mungilnya menuju kamar mandi.
Haahh~ terkadang aku takut ia diculik jika pergi keluar sendirian atau
disangka membolos sekolah oleh polisi yang memergokinya dijalan.
2. Luhan itu peka terhadap sekitarnya.
Luhan
terlihat sedang bermain bola sepak bersama beberapa anak SD ketika aku
mendatangi taman tempat kami berjanji bertemu. Olahraga favoritnya
memang sepak bola, banyak foto semasa kecilnya yang menunjukan kalau
Luhan akrab sekali dengan olahraga tersebut.
Aku berjalan
dengan lunglai kearahnya, entahlah sejak terbangun pagi ini aku memang
merasa tidak enak badan dan sedikit pening. Awalnya kuurungkan niatku
untuk menemani kekasihku itu melihat pameran lukisan di Gedung Kesenian
Seoul, tapi aku tak ingin mengecewakannya, pameran ini sudah lama ia
nanti sejak diumumkan satu bulan lalu. Setelah minum satu tablet obat
pusing, kupacu mobil mini van ku menemuinya.
“Ah! Sehun, kau sudah datang!”
Ia berhenti
sejenak bermain, membiarkan bola dikakinya direbut salah seorang anak
laki-laki lalu berlari kecil menghampiriku. Aku hanya tersenyum lesu
ditengah rasa pening yang semakin kuat membebani kepalaku.
“Hai, sudah siap pergi?”
“Tentu saja!”
Luhan
mengangguk mantap, kulihat dari binar matanya ia begitu antusias. Oke,
aku sanggup bertahan dan kuusahakan agar tidak pingsan ditengah jalan
nanti.
Kuulurkan
tangan bermaksud meraih dan menggenggam tangan kecil Luhan, namun
sebelum itu terjadi terdengar seruan salah seorang anak.
“Hyung, maaf tolong bolanya!”
Seorang anak
laki-laki berpakaian jersey Manchester United melambaikan tangan pada
kami, kulihat sebuah bola sepak didekat kaki Luhan yang entah sejak
kapan ada disana.
“Ya, tunggu sebentar!”
Namun
bukannya menendang bola itu, Luhan malah menggiring dengan kakinya
menuju tempat anak tadi berada. Aku mengerutkan kening, kenapa dia rajin
sekali? Tapi beberapa saat kemudian, kulihat ia merendahkan diri
didepan anak tersebut dan melalukan sesuatu, sepertinya ia mengikat tali
sepatunya yang terlepas.
“Kalau tidak diikat dengan baik, tali sepatumu akan mudah lepas dan akan membuatmu tersandung nantinya.”
“Ya, hyung. Terima kasih.”
Anak itu
berlalu bersama temannya yang lain seraya melambaikan tangan pada Luhan
yang telah berdiri kembali. Hhh~ anakku nanti pasti akan hidup bahagia
jika memiliki ibu seperti dirinya.
Hah!
Apa yang kupikirkan!
Pusing ini membuat isi kepalaku kacau!
Kacau!
“Sehun!”
Seruannya
terdengar jelas memekakkan telinga, aku tersentak dan dengan berat hati
mengakhiri lamunan indahku tentang masa depan kami yang cerah. Sejak
kapan ia ada didepanku?
“E-eh…ya?”
“Kau pucat…yakin masih mau pergi?”
“Tentu saja, ayo pergi.”
Kuraih
tangannya bermaksud membawanya menuju mobil, tapi ia tak melangkah
selangkah pun…aku menoleh dan melihatnya masih terdiam dan tertunduk
lesu.
“Luhan, ada apa? Pembukaan pamerannya akan dimulai sebentar lagi, kalau tidak bergegas kita bisa terla̶−“
“Kita pulang saja ya, Sehun.”
Aku terdiam…air muka nya perlahan berubah sedih. Kurasakan tangannya melemas namun tetap kugenggam erat.
“Kenapa?”
“Tubuhmu panas, kau sakit. Mana mungkin kita pergi, sebaiknya kita pulang agar kau bisa langsung istirahat”
“Kalau begitu pergilah sendiri. Aku akan pulang.”
Ia
menggeleng sambil tersenyum simpul kemudian menarik tanganku yang masih
bertaut dengan tangannya, membawaku menuju tempat dimana kuparkirkan
mobil.
“Aku tidak akan pergi, kalau tidak bersama Sehun.”
Setelah mendengarnya berkata demikian…aku merasa tubuhku akan tumbang saat itu juga.
Luhan memang orang yang terlalu peka dan peduli…sampai terkadang…sebenarnya sangat sering, melupakan kepentingannya sendiri.
3. Luhan itu pelupa.
Sudahkah
kukatakan kalau aku ini adalah mahasiswa tingkat tiga jurusan sastra?
Ya, aku tahu itu adalah jurusan paling membosankan sedunia. Tapi aku
suka, meski aku bukanlah orang yang suka menggunakan kata-kata puitis
atau dramatis.
“Kau yakin
mau menemaniku? Tugasku ini akan memakan waktu lama sampai selesai, kau
pasti akan merasa cepat bosan dan mengantuk, Luhan.”
“Tidak apa. Aku akan minum banyak kopi agar tidak cepat mengantuk.”
Dasar,
paling-paling yang ia minum nanti hanyalah susu kopi dengan kadar kopi
yang sedikit dan lebih banyak rasa manis. Kalau seperti itu mana ada
pengaruhnya.
Hari ini
Luhan akan menginap di apartemenku, ia tak perlu repot kembali ke
apartemennya untuk mengambil pakaian dan keperluan lain karena semua itu
sudah ada disini. Pakaian, sikat gigi, shampoo, sepatu bahkan pakaian
dalam…entah berapa banyak miliknya tercampur dengan milikku didalam
lemari pakaian.
Setelah berkata kalau aku mendapat tugas membuat laporan mengenai novel berjudul Taiko
yang baru saja selesai kubaca dua hari lalu, ia langsung berkata dengan
semangat kalau akan menginap dan menemaniku begadang sampai tugasku
selesai.
“Aku akan
menemanimu sampai pagi sebagai teman bicara agar kau tidak mengantuk,
oke? Aku janji tidak akan banyak tanya dan…kerjakan tugasmu dengan baik.
Semangat!”
Kulihat
Luhan sudah siap dengan persiapannya menghadapi tengah malam. Ia tidak
mengenakan piyama melainkan hanya kaus hitam dan celana pendek coklat,
membawa segelas minuman panas, kuyakin itu adalah kopi susu…dan beberapa
jilid manga One Piece.
Aku hanya
terkekeh geli melihatnya, dia benar-benar serius rupanya. Luhan duduk
dihadapanku sementara aku kembali focus pada notebook mengerjakan tugas.
Kami memang duduk berhadapan, hanya terpisah meja rendah jadi kami tak
perlu duduk di kursi melainkan cukup duduk dilantai beralaskan sebuah
bantal.
“Sehun, novel Taiko ini menceritakan mengenai apa?”
“Mengenai seorang bernama Toyotomi Hideyoshi yang kemudian menjadi salah satu penguasa Jepang…kenapa? kau tertarik?”
“Tidak. Manga One Piece-ku ini lebih menarik.”
Kami
berbicara tanpa menatap satu sama lain, perhatianku tak pernah lepas
sedikit pun dari layar notebook. Sempat kulirik Luhan beberapa kali
mengintip isi novel Taiko disebelah notebook-ku yang tebalnya dua
kali lipat buku kamus lengkap itu, Wajahnya merengut bingung, aku
tersenyum kecil melihatnya…mengapa dia lucu sekali?
“Oh iya,
kudengar dua dari lima lukisan yang kau ajukan pada asosiasi seni telah
disetujui untuk diikutsertakan dalam pameran kesenian yang akan diadakan
beberapa minggu lagi. Benarkah itu, Luhan?”
Kucoba
membunuh sunyi dengan mengajaknya bicara terlebih dulu. Namun beberapa
detik berlalu tak juga kudengar mulutnya bersuara. Akhirnya aku
berpaling dari tugasku sejenak dan mendapati sosok Luhan yang mulai
terhanyut dalam tidur. Matanya terbuka-terpejam berkali-kali bergelut
melawan rasa kantuk, kepalanya terhuyung-huyung dengan gerakan lambat.
Aku menghela nafas.
Sudah kuduga akan begini jadinya.
Akhirnya
yang kulakukan selama beberapa puluh menit kedepan…hanyalah memandangi
sosoknya yang seperti peri kecil tertidur itu dan mengabaikan tugasku
sejenak.
Wajahnya begitu damai…dan melupakan tujuan utamanya menginap di apartemenku.
4. Luhan itu memiliki perasaan yang sensitif.
Aku sama
sekali tidak merasa aneh ketika sepulangnya dari kuliah, mendapati Luhan
telah berada didalam apartemenku. Hal ini kerap kali terjadi, ia hafal
kode pintu apartemenku diluar kepala…tentu saja karena kodenya adalah
tanggal lahir Luhan sendiri.
Biasanya
kekasihku itu akan terlihat sedang memasak atau membereskan buku-buku
referensi kuliahku yang berserakan dimeja ruang tengah, jangan
heran…bukannya aku tidak cinta kebersihan dan kerapihan, aku hanya malas
mewujudkan semua itu dengan tangan sendiri.
Kulepas sepatu kets-ku dan kuletakan di rak sepatu dekat pintu lalu melangkah masuk.
“Pekerjaanmu di galeri seni sudah selesai? Hari ini kau tidak melukis?”
Kusapa Luhan
yang tengah duduk disofa depan televisi, sambil terus melangkah
menghampiri lemari es mengambil sebotol air mineral dan meneguknya
cepat. Kulihat tivi menyala menampilkan adegan drama yang sedang
disaksikan kekasihku itu, kuteguk lagi isi botol mineral
ditanganku…perhatian Luhan sepertinya terfokus penuh pada drama yang ia
saksikan itu, sampai-sampai pertanyaan ringanku tak digubrisnya sama
sekali. Atau jangan-jangan ia tak menyadari aku yang sudah pulang?
Seperti yang telah kukatakan sebelumnya…kalau sudah focus akan satu hal, Luhan akan sangat sulit diganggu.
Tatapannya
lurus kearah televisi saat aku menghampiri sofa, dia sama sekali tidak
merespon kehadiranku…dasar! Bagaimana kalau ada pencuri masuk?
Aku menghela
nafas sambil menggeleng pelan. Sebuah benda tipis dekat DVD player yang
terletak dibawah televisi menarik perhatianku, kotak CD film
rupanya…bertuliskan Tobenai Tenshi (Angel who cannot fly) dibagian depannya. Hmm, sepertinya film ini bergenre sad.
Jika baru
saja selesai membaca novel atau menonton drama…Luhan akan mudah sekali
terpengaruh, adegan dalam film dan novel itu selalu membayangi
pikirannya dan membuatnya bertanya-tanya, mengapa begini mengapa begitu,
ini apa itu apa dan bla bla bla.
Dan korban dari semua itu…tidak lain dan tidak bukan adalah aku.
Seperti malam ini.
“Sehun, kau jangan tidur.”
“Kenapa? Aku lelah sekali.”
“Bagaimana kalau tidak terbangun lagi?”
Aku memutar
kedua bola mataku jengah…tuhan tolonglah, kurangi sedikit saja kadar
keluguan kekasihku ini. Karena ujung-ujungnya pasti aku lah yang akan
repot menjelaskan berbagai hal sepele padanya…thanks Luhan, berkat
dirimu aku menemukan satu bakat terpendamku. Menjadi guru TK.
“Jangan bodoh, Luhan…cepatlah tidur.”
“Sehun jangan tutup matamu!”
“Ah, kenapa! Ada apa lagi?!”
Ia sedikit
tersentak saat nada suaraku mulai meninggi terhadapnya, aku tidak
sengaja sungguh…kantuk ini membuat darahku naik kekepala dengan cepat.
“Maaf, Sehun.”
Oh, tidak.
Suara lirih darinya itu membuatku sangat menyesal…kudekatkan tubuhku
padanya seraya mulai mengusap puncak kepalanya pelan.
“Ada apa? Apa yang membuatmu gelisah, Luhan?”
Aku berusaha
berkata selembut mungkin agar ia merasa nyaman…seharusnya disaat
seperti ini kugunakan kata-kata puitis dan romantis yang dramatis sesuai
jurusan kuliahku untuk membuatnya terbuai. Dalam situasi yang cocok,
ruang kamarku yang gelap diatas satu ranjang berukuran king size…lalu−
“Sehun, mengapa wajahmu memerah?”
Ouh, shit!
Aku belajar sastra bukan hanya untuk memikirkan hal-hal nista semacam itu!
“Tidak…tidak apa-apa, aku baik-baik saja.”
Ia hanya
mengangguk pelan dengan lesu lalu mengubah posisi tidurnya menjadi
terlentang…sementara aku tetap pada posisiku menghadap padanya.
“Aku merasa
takut, bukan hanya karena film atau novel. Kalau
kupikir-pikir…perpisahan itu adalah hal yang tidak terduga bukan?” aku
membisu, Luhan tak melanjutkan kata-katanya melainkan kembali
memposisikan tubuh menghadapku hingga kini kami kembali saling
berhadapan “Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah siap jika harus
berpisah dengan Sehun.”
Dan kurasa
kebiasaan buruk Luhan tertular padaku, sedikit banyak aku mulai
beranggapan kalau kekasihku ini sebenarnya adalah sosok malaikat yang
tersesat dan tak dapat kembali ke langit karena kehilangan sayapnya…apa
aku juga mulai terpengaruh novel dan film?
… … … …
Hembusan
angin sepoi mengantarkanku kembali kedunia realita, otakku dengan segera
berhenti mengulang masa-masa indahku bersama Luhan. Aku menengadah,
rimbunnya dedaunan pohon mencegah sinar matahari menyengat menyerang
langsung tubuhku yang mulai terbasahi peluh, sepertinya…aku menunggu
Luhan cukup lama.
Cup bubble
tea-ku terasa ringan saat kuangkat, ternyata telah kosong
melompong…entah sejak kapan semua isi cup ini berpindah kedalam perutku.
Kuputuskan untuk melemparnya kedalam tempat sampah di ujung kursi,
lemparanku tepat!
‘Drrrt~ drrt~’
Ponselku
kembali bergetar setelah sekian lama, melihat jam disana…sepertinya
hampir lebih dari tiga puluh menit aku menunggu Luhan, luar biasa
sekali.
From: My Clumsy Luhan
Sehun…
Sebentar lagi aku sampai…
Kusimpan
kembali ponselku setelah selesai kubaca pesan singkat darinya, kurasa
aku tidak perlu membalas pesannya. Jadi kuputuskan untuk kembali
memasuki dunia pikirku sendiri.
Aahh~
Memikirkan Luhan tak pernah ada habisnya, selalu saja kutemukan hal menarik baru dari dirinya.
Dia seperti oasis dipadang pasir. Dia yang membuatku haus namun dia pulalah yang mampu memuaskan dahagaku.
Aku tertawa tipis.
Dia membuatku merasa tidak bisa dan tidak ingin jatuh cinta pada orang lain.
Kurogoh tas
slempangku guna mengambil sesuatu, segera kukeluarkan benda itu saat aku
mendapatkannya. Sebuah kotak plastic transparan berukuran kecil,
kilaunya sangat indah diterpa sinar matahari…kubuka dan kuambil sebuah
cincin dari dalam sana. Cincin tembaga putih yang sederhana, hanya ada
berupa batu merah kecil sebagai hiasannya, juga sedikit ukiran rumit
menambah nilai keindahannya.
Ini memang hanya barang murahan…
Tapi aku yakin Luhan akan menyukainya.
“Sehuu…~n!!”
Reflex
kututup kembali kotaknya dan kumasukan kedalam tempatnya semula. Aku
berdiri dan menoleh kearah asal suara…tak jauh dari sana…Luhan tengah
berlari kecil dengan satu tangan membawa sebuah buku sketsa berukuran
besar. Ia melambaikan satu tangannya yang bebas, senyumnya merekah
dengan indah. Aku bahagia melihatnya.
“Sehun maaf aku lama!”
Dia terus
berlari kearahku…sampai akhirnya ia terpaksa berhenti karena sebuah
sepeda pedagang balon gas lewat didepannya. Namun meski pedagang balon
dan sepedanya itu telah berlalu, Luhan tak juga kembali berlari…kini
tatapannya malah tertuju pada pedagang balon tersebut.
“Uwaaa! Ada balon aku mauuu!!”
Dan dengan
riangnya kekasihku itu berbelok kearah lain mengejar penjual balon gas
tersebut, melupakan diriku yang tepat berada didepannya.
Hhh~ Luhan memang orang yang sulit diganggu jika sudah focus akan satu hal.
Tapi sudahkah kusebutkan kalau tidak sedang focus…Luhan akan sangat antusias terhadap hal yang menarik perhatiannya?
Hm, sepertinya belum.
~THE END~
Maaf kalo ga memuaskan!
Ini pertama kalinya bikin cerita yg seperti ini!
Maaf, maaf, maaf…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar