12
Title : Love at The First Sight
Author : Lusy Zanita (@lusyznt)
Main Cast :
Rating : General
Length : Oneshoot
KyuHyun
Author : Lusy Zanita (@lusyznt)
Main Cast :
- Shin Hyerim (OC)
- Kyuhyun
- Tiffany
- Seohyun
- Donghae
- Siwon
- Etc.
Rating : General
Length : Oneshoot
Special thanks to Poster : bananajuice03.wordpress.com -Cute Pixie-
Disclaimer: This story is ©Lusy Zanita, and cast on my story belong to God.
*
The Man Who has Stolen My Heart at The First Sight is You – Lusy Zanita
***
*HYERIM POV*
“Ada apa? Tidak biasanya kau mengajakku keluar saat masih ada jam kuliah?” tanyaku kepada pria yang berada tepat di hadapanku.
“Ada yang ingin aku katakan padamu.
Penting.” ucapnya dengan nada dingin, ekspresinya pun datar. Tidak
seperti biasanya, perasaanku tiba-tiba menjadi tidak enak.
“Katakan saja.”
“Lebih baik hubungan kita sampai disini saja, Hyerim~ah. Maaf.” katanya singkat.
Jujur aku sangat shock mendengar perkataan yang baru saja terlontar dari bibir tipisnya. Aku sangat bisa menangkap maksud dari perkataannya itu.
“Kau ingin kita putus?” tanyaku dengan suara bergetar. Tidak ada jawaban darinya.
“A-aku,maksudku ke-kenapa?”
“Aku rasa sudah tidak ada lagi yang bisa
kita pertahankan dari hubungan ini, lebih baik kita jalani hidup
masing-masing. Aku sudah lelah dengan semua ini.” ucapnya dingin.
“Apa itu karena dia?”
“Tidak ada hubungan dengannya sama sekali! Dan mulai sekarang kumohon jangan ganggu kehidupanku, selamat tinggal Hyerim~ah.”
Aku hanya mampu berdiri mematung dan
menatap punggungnya yang semakin menjauh dari pandanganku. Aku ingin
berteriak tetapi tidak bisa. Lidahku terlalu kelu. Air mataku kini tidak
bisa kubendung lagi. Tetes demi tetes mengalir hingga ke ujung lantai.
Isakan mulai terdengar dari bibirku. Tidak ada yang kuinginkan selain
menghilangkan rasa sakit yang menghujam di hatiku. Rasa sakit yang
timbul saat kau memandangi orang yang kau sayangi dan cintai, akhirnya
pergi meninggalkanmu dan menghilang dari hidupmu, selamanya.
*
Aku melangkahkan kakiku menyusuri hiruk
pikuk jalanan kota Seoul yang ramai sambil menundukan kepala. Tak
kuhiraukan derasnya air hujan membasahi sekujur tubuhku yang tidak
terlindung oleh payung. Dapat kudengar bisikan orang-orang tentangku,
namun apa peduliku? Terserah mereka ingin berbicara apa.
Sekarang yang kurasakan adalah rasa sakit
hati sekaligus kecewa yang sangat mendalam. Kenapa? Karena sekitar 30
menit yang lalu Yesung, kekasihku yang sudah lebih dari 5 bulan aku
berpacaran dengannya memutuskan hubungan kami tiba-tiba. Alasannya
adalah kurangnya komunikasi di antara kami yang terlalu sibuk dengan
urusan kuliah masing-masing, dan lagi aku sangat yakin kalau dia telah
menyukai gadis lain –Im Yoona- teman kampus yang satu fakultas
dengannya. Karena beberapa waktu lalu aku telah melihat dirinya dan juga
Yoona sedang berciuman di sudut kantin, bodoh bukan? Memergoki
kekasihnya berciuman dengan gadis lain tapi lebih memilih diam, dan
justru sekarang menangisi kepergiannya. Sungguh bodoh.
Dan hujan yang sedang mengguyur kota ini
sungguh menggambarkan suasana hatiku yang menyedihkan. Setidaknya aku
bersyukur hujan dapat menyamarkan air mataku yang terus menganak sungai.
Aku terus melangkah seraya menghiraukan
tatapan heran orang-orang di sekitarku. Lima menit kemudian, aku sampai
di stasiun kereta yang letaknya cukup dekat dengan kampus. Aku kemudian
naik kereta menuju stasiun di daerah tempat tinggalku berada. Sepuluh
menit berlalu, aku tiba di stasiun yang kutuju dan segera turun sebelum
kereta yang kutumpangi melaju ke stasiun yang berikutnya.
Kutatap lurus ke depan dan melihat bahwa
hujan masih belum reda. Bahkan hujan semakin deras membasahi Seoul. Aku
masih menimbang-nimbang apakah akan pulang dengan kondisi cuaca seperti
ini. Jarak antara stasiun dan apartemenku memang tidak terlalu jauh.
Hanya butuh berjalan kaki kira-kira 10 menit. Tatapanku kemudian jatuh
ke sebuah café kopi yang terletak di sebelah kanan stasiun. Merasa ingin
menikmati minuman hangat di tengah derasnya hujan seperti ini, aku
kemudian mengurungkan niatku kembali ke apartemen dan memilih berjalan
menuju café Blossom –café langgananku-.
*
“Selamat datang!” sambut seorang pelayan wanita saat aku memasuki café ini.
Aku hanya membungkukkan badanku sedikit, kemudian menuju counter
minuman dengan langkah perlahan. Tetes demi tetes air mulai membasahi
lantai café ini. Namun beberapa pelayan itu tidak menatapku kesal maupun
marah melainkan masih tetap tersenyum ramah, mungkin karena aku adalah
pelanggan tetap mereka, jadi mereka membiarkanku mengotori lantai café
itu.
“Selamat siang Hyerim~ssi-” sapa pelayan wanita yang tadi “Apa kabar?” tanyanya masih dengan senyum di wajahnya.
“Baik Taeyeon~sii.” Kupaksakan senyum tersungging di bibir mungilku.
“Baguslah, apakah pesanannya seperti biasa?” tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk kecil.
Kemudian aku menyerahkan beberapa lembar
uang untuk membayar pesananku, lalu menuju ke tempat duduk
favoritku—yang untungnya masih kosong, sebuah sofa yang bersebelahan
dengan kaca di pojok café. Sambil menunggu, aku menatap ke arah luar
jendela orang-orang yang lalu lalang di jalanan dengan mengenakan jaket
tebal dan payung.
Hawa dingin yang berasal dari pendingin
ruangan terasa menusuk di kulitku. Di tambah lagi dengan baju basah yang
melekat di tubuhku, membuat tubuhku semakin menggigil kedinginan. Aku
rasanya tidak sabar lagi ingin segera menyesap minuman hangat pesananku.
Bosan menatap ke arah jendela, tatapanku
tanpa sengaja menangkap sesosok tubuh tinggi tegap berseragam pelayan
dan kini sedang sibuk mengepel lantai yang tadi kulewati. Aku belum
pernah sekalipun melihat pemuda itu selama aku berkunjung ke café ini.
Mungkin pelayan baru –pikirku-. Wajah pemuda itu nampak merengut kesal
sembari mengepel lantai dengan keras. Aku menjadi tidak enak hati kepada
pemuda itu, mengingat karena dirikulah yang menyebabkannya harus
bersusah payah membersihkan genangan air beserta becek yang mengotori
lantai. Tanpa sadar aku mulai mengamati fisik pemuda itu.
Tampan. Itulah kesan pertamaku saat
melihatnya. Wajah putih dan mulus. Hidungnya yang mancung dan garis
rahangnya kokoh. Bibirnya yang sedikit tebal itu kini sedang merengut.
Tubuhnya yang tinggi dan tegap cukup terlihat keren dibalik seragam
pelayan berwarna merah maroon. Rambut coklat dan ikalnya terlihat sangat
cocok di kepalanya. Walaupun wajahnya saat ini menampakkan raut muka
cemberut dan kesal, tapi hal itu sama sekali tidak mengurangi
ketampanannya. Bahkan, menurutku pemuda itu lebih tampan dari pada
mantan kekasihku Yesung, yang terkenal paling keren di fakultasnya.
Ketampanan pemuda itu memang tidak bisa di abaikan. Buktinya, bukan
hanya diriku saja yang sedang mengawasinya, para pengunjung wanita
lainnya, malah dengan terang-terangan mengawasi pemuda itu.
Dari fisiknya yang sempurna, pemuda itu
sama sekali tidak cocok untuk menjadi pelayan di café ini, apalagi
bertugas membersih-bersihkan lantai seperti yang saat ini di lakukannya.
Pemuda itu lebih terlihat seperti anak orang kaya dari pada sebagai
pekerja biasa. Penampilan memang bisa terlihat menipu.
Ah tidak! Pemuda itu menoleh padaku, dan
parahnya lagi mata kami bertemu. Bodohnya kau Shin Hyerim!! Aku segera
mengalihkan pandanganku kearah lain, kemudian menyesap minuman hangatku
untuk mengurangi rasa malu. Kudengar derap langkah sepatu mulai
mendekatiku, dan yak! Dia sekarang berada tepat dihadapanku, bahkan
menundukkan badannya untuk menyamakan tingginya denganku. Entah mengapa
tubuhku serasa sulit dan kaku untuk di gerakan.
“Jangan menatapku seperti itu nona, tidak
sopan.” ucapnya mulus di telingaku, kurasakan nafasnya berhembus di
sekitar leherku. Setelah mengucapkan kalimat itu sempat kulihat dia
menyeringai kecil, kemudian pergi ke ruangan yang di khususkan untuk
pegawai café itu saja.
“Sialan! Dia mengerjaiku!” aku mengumpat pelan.
Ya ampun, ada apa dengan diriku. Aku sama
sekali tidak bisa mengatur degub jantungku. Jantungku mulai berdetak
tidak karuan. Hanya dengan di bisiki seperti itu saja, sudah membuatku
gelisah tak karuan. Padahal, belum genap sehari aku patah hati, tapi
sekarang aku bahkan sudah melupakan luka hatiku. Dan itu di sebabkan
oleh pemuda tampan yang bahkan tidak aku kenal, jangankan mengenalnya,
tahu namanya saja tidak.
Aku kembali menyesap minuman hangatku
sembari menyantap kue coklat sebagai pendamping minuman ini. Rasanya
sungguh lezat, memang benar kata orang makanan manis merupakan penyembuh
patah hati. Diam-diam sambil masih menyantap makanan yang berada di
hadapanku, aku masih mengawasi pemuda tadi yang entah mengapa ehem-
membuatku tertarik. Kulihat dia sedang di beritahu oleh pemuda blonde
yang tadi mengantarkan pesananku, tetapi yang di beritahu malah
mengacuhkannya saja padahal pemuda blonde itu yang kutahu namanya adalah
Donghae sangat menggebu-gebu saat berbicara. Aku sedikit tersenyum
melihat tingkah pemuda blonde yang mengumpat kesal karena di acuhkan
oleh si pemuda yang -ehem- sejak tadi kuperhatikan. Dan entah mengapa
sekarang pikiranku hanya terdapat pemuda tadi, tak ada sebersit ingatan
ataupun kenangan tentang Yesung.
**
Dua hari berikutnya aku kembali ke café
Blossom untuk menghabiskan waktuku hari ini. Awalnya aku berencana akan
menonton film bersama Tiffany dan juga Seohyun. Tapi karena Seohyun yang
tiba-tiba saja di panggil oleh dosen dan juga Tiffany yang dihampiri
oleh kekasihnya yang baru saja pulang dari Jepang, jadilah aku disini
menghabiskan waktu liburan seorang diri. Sungguh malang benar nasibku.
Aku masuk ke dalam café yang masih sepi
pengunjung, maklum saja ini masih pukul 9 pagi dan café ini baru buka.
Hanya dua tiga orang saja yang terlihat memenuhi meja sambari memakan
ataupun meminum pesanan mereka.
Taeyeon langsung menyapaku begitu
melihatku masuk dan berdiri dihadapannya. Aku berdiri dengan gugup saat
memilih minuman pesananku, bagaimana tidak gugup? Pemuda yang selama dua
hari ini memenuhi pikiranku ternyata ada di belakang Taeyeon bersama
Donghae dan juga Siwon –si pemilik café ini-. Aku berusaha untuk tidak
memikirkannya. Tetapi, aku bisa merasakan kalau dirinya sedang
menatapku, mata kami lagi-lagi sempat bertemu kalau saja aku tidak
langsung menarik arah mataku dan kembali fokus kepada papan menu.
“Kau ingin pesan apa hari ini Hyerim~ssi?” tanya Taeyeon membuyarkan lamunanku.
“Ap-apa? A-aku..aku be-lum tahu.” ucapku malah jadi salah tingkah.
Aku berusaha menahan detak jantungku yang sudah tak karuan. Semoga dia tidak melihat tingkahku yang tidak karuan ini.
“Mau mencoba menu baru kami Hyerim~ssi? Kami sedang promosi, Dark Mocchaccino dengan toping kue Brownies Chocolate irisan strawberry di atasnya.” tawar Taeyeon.
“Ah! Baiklah, aku pesan itu saja.”
jawabku cepat kemudian langsung menuju meja favoritku tanpa membiarkan
Taeyeon berbicara lagi. Entah dia berpikir aku aneh atau apa tidak
masalah, yang terpenting adalah aku bisa mengamankan jantungku agar
tidak lompat keluar karena dari tadi terus-terusan berdetak kencang.
Tidak berapa lama kemudian, pelayan yang
bernama Donghae itu mengantarkan pesananku. Aku menyesap minuman dingin
ini, aah rasanya benar-benar enak! Aku membaca inisial barista yang telah membuat minuman ini. Tentunya bukan barista berinisial DH yang membuatnya. Mungkin saja di antara ketiga barista lainnya,
aku berharap inisial KH yang berada di belakang gelas plastik ini
adalah inisial dari nama pemuda yang menarik perhatianku itu dan dialah
yang membuat minuman ini untukku.
Aku lalu segera mengeluarkan laptop pink kesayanganku dari dalam tas. Kemudian hendak mengecek beberapa email yang masuk. Tapi nihil, kenapa laptop ini tidak mau menyala? Sudah kucoba berulang kali tetap saja tidak mau menyala.
“Kok tidak bisa sih?!” aku mulai panik karena laptop ini tak kunjung menyala. Bagaimana ini? Semua file-file penting dan juga skripsi kuliahku ada disana. Aku mulai frustasi sendiri kalau begini jadinya.
“Hey, kau kenapa?” tiba-tiba sebuah suara berat terdengar tak jauh dari tempatku sekarang.
Aku menoleh ke sumber arah suara tersebut
dan rasa kaget langsung memenuhi hatiku saat kulihat pemuda berambut
coklat yang sering menghantui pikiranku kini berada di sampingku dan
sedang menatapku heran. Wajahnya terlihat lebih tampan jika dilihat dari
jarak sedekat ini. Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan? Bahkan caranya
bernafas dengan benar saja aku lupa.
“Hey!” tegurnya sekali lagi.
“Ah! Ini, anu, emm laptop ku
tidak bi-bisa me-me-menyala.” suaraku terdengar sangat gugup. Oh tidak!
Kenapa aku harus berbicara terbata-bata seperti itu, sekarang dia pasti
mengira diriku aneh.
“Hn, sini biar aku lihat.” ucapnya sembari duduk di sampingku untuk memeriksanya.
Aku berusaha untuk memusatkan pandanganku
kearah laptopku. Hanya saja kedua bola mataku tidak mau menuruti apa
yang aku perintahkan, tetap saja kembali memandang wajah pemuda di
hadapanku ini. Aku diam sambil memperhatikan pemuda itu yang tengah
serius memeriksa dan mencari tahu apa yang terjadi pada laptopku. Dari
raut wajahnya, ia terlihat sudah ahli dengan masalah seperti ini.
Wajahnya yang tengah serius itu malah terlihat semakin tampan dan sukses
membuat jantungku semakin berpacu dengan cepat. Semakin lama, detak
jantungku semakin bergemuruh. Aku hanya bisa berharap agar detak
jantungku ini tidak sampai ke telinganya walaupun aku tahu itu mustahil
dengan jarak kami berdua yang hanya beberapa sentimeter.
Pemuda itu membungkuk kebawah meja
sebentar lalu kembali lagi. Dia kemudian menatapku dengan pandangan yang
tidak dapat di tebak.
“A-anu, itu kenapa?” tanyaku.
“Laptopmu itu tidak rusak, hanya habis
baterai dan kau belum memasangkan kabelnya pada stop kontak.” jawabnya
sambil menunjukan kabel charger yang belum terpasang di stop kontak.
HAH! Sungguh bodoh kau Shin Hyerim!
Kenapa aku bisa lupa kalau semalam baru saja memakainya untuk membuat
laporan hingga baterainya habis dan lupa men-charge-nya?! Aku memang tadi sudah memasang kabel charge-nya pada laptopku tapi belum menyambungkannya pada stop kontak. Ahh aku malu sekali!
Aku buru-buru berlutut untuk menutupi
rasa maluku, tapi karena saking terburu-burunya kepalaku sampai
terbentur meja dan hampir menjatuhkan minuman ke lantai kalau saja
pemuda itu tidak menahannya.
“Hey!! Hati-hati! Kau hampir saja membasahi lantai, LAGI.” tegurnya.
“Ma-maaf aku tidak sengaja.” ucapku meminta maaf sambil mengelus kepalaku yang baru saja terbentur, jujur itu sakit sekali.
“Hn, hati-hatilah. Kau itu kikuk sekali.”
tuturnya, hei! Kenapa aku mendengar terdapat nada geli di kalimat itu?
Pamuda itu lalu berdiri kemudian meninggalkanku sendirian dimeja ini.
Aku menghembuskan nafas lega, nafas yang
sedari tadi kutahan. Aku mengutuki diriku yang bertindak bodoh, kikuk
dan memalukan di hadapan pemuda itu. Rasanya, aku seperti bukan diriku
yang biasanya. Kenapa dia bisa membuatku seperti ini? Mengapa jantungku
selalu berdetak cepat setiap kali melihat dirinya?
Sebuah senyum kecil mulai terbentuk di
bibirku ketika aku mengingat kejadian sebelumnya. Hari ini memang
kulewati dengan sangat memalukan, tetapi setidaknya ia berbicara padaku.
Dan aku benar-benar senang.
**
Ketiga kalinya aku menginjakkan kaki di café Blossom pasca
putus dengan Yesung. Kali ini aku ditemani oleh kedua sahabatku Tiifany
dan Seohyun. Mereka sama-sama mengambil jurusan hukum sedangkan diriku
sendiri berada difakultas kedokteran. Mereka memintaku untuk menemani
mengerjakan tugas kuliah, yang kutahu mereka berdua sedang mengambil
semester pendek untuk memperbaiki nilai mereka yang kurang. Sedangkan
aku? Hanya tinggal bersantai menikmati liburan tanpa harus
mengkhawatirkan satu pun nilai yang jelek.
Kami bertiga memesan minuman dan juga beberapa kue, aku kembali memesan minuman yang sama sebelum ini. Yang di buat oleh barista
yang juga membuatku penasaran dengan inisial KH. Sungguh aku tidak akan
pernah bosan untuk meminum ini, paduan antara susu dengan coklat juga chochochip sungguh memanjakan lidah.
Aku berusaha untuk tidak menatap atau pun
memperhatikan pemuda berambut coklat ikal itu yang kini sedang sibuk
dengan pekerjaannya, dan menghindari tatapan-tatapan curiga dari kedua
sahabatku. Kalau ketahuan, mereka akan terus menggodaku dan berbuat
hal-hal yang akan mempermalukan diriku di hadapan pemuda tampan itu.
Tapi tak kupungkiri bahwa ada sedikit rasa kecewa karena dia terlihat
sangat serius dengan pekerjaannya, padahal aku ingin sebentar saja dia
menolehkan pandangannya kepadaku.
“Hyerim~ah!! Kau kenapa sih?” tanya Tiffany tiba-tiba.
“Tidak apa-apa.” elakku sembari mengeluarkan laptop pink kesayanganku itu lalu menyalakannya, kali ini tidak akan seperti kemarin –lupa mencharge-.
“Tapi wajahmu merah sekali Hyerim~ah. Kau sakit?” kini giliran Seohyun yang bertanya.
“Tidak apa-apa kok, cuma hari ini sedikit
panas yah.” ucapku dengan mengibas-ngibaskan tangan seolah benar-benar
kepanasan. Tiffany dan Seohyun menatapku heran.
Sekilas kutolehkan arah pandangku kearah meja barista di
depan, kulihat pemuda itu sedang memandang kearah meja kami. Dan
lagi-lagi mata kami kembali bertemu. Tapi aku segera melengos melihat ke
arah lain karena aku tidak ingin dia melihat semburat merah yang pasti
sudah bertengger manis di kedua pipiku.
“Ya Shin Hyerim~ ternyata kau…” ujar Tiffany kemudian menatapku dengan pandangan penuh selidik.
Sial! Dia pasti sudah menangkap basah aku yang tadi sempat melihat ke arah pemuda tadi.
“Kau itu bicara apa Fanny~ah?” ucapku pura-pura tidak mengerti.
“Jangan pura-pura bodoh Hyerim~ah, bodoh
sungguhan baru tahu rasa.” cibirnya. “Seohyun~ah, kau tadi melihatnya
kan?” tanyanya untuk meminta pendapat pada Seohyun.
“Iya, aku tadi melihat. Jangan berbohong Hyerim~ah. Kelihatan loh.” ucap Seohyun.
“Ti-tidak!” sanggahku gugup. Sayangnya,
wajahku tidak mampu membohongi kedua sahabatku yang mulai
menginterogasiku. “Kata siapa?”
“Heh. Jangan bohong Shin Hyerim!” ujar Tiffany masih memaksa. “Kelihatan tahu. Kau diam-diam mencuri pandang pada barista berambut coklat ikal disana kan?” kata Tiffany sambil menunjuk-nunjuk kearah pemuda itu.
Aku cepat-cepat melirik ke arah pemuda
itu dan berharap dia tidak sedang melihat kearah kami. Untungnya,
harapanku terkabul. Dia sedang sibuk membuat minuman pesanan pelanggan
yang baru datang. Dia bisa tahu nanti kalau kami sedang membicarakannya,
jika melihat gerak-gerik Tiffany yang sangat kelihatan ini. Bikin malu
saja sahabatku yang satu ini.
“Tidak!” aku berbohong dengan wajah yang
sangat malu sekali. Gerak-gerikku ketahuan rupanya. Dasar bodoh!
gerutuku pada diriku yang sama sekali tidak bisa menutupi bahasa
tubuhku.
“Masih mengelak. Ya sudah, kalau begitu.
Padahal dia itu sangat tampan, untukku sajalah.” ujar Tiffany seraya
memandang memuja pada pemuda itu.
“Tidak bisa! Kau sudah punya Onew!”
jawabku kesal. “Kuadukan pada Onew baru tahu rasa kau!” ancamku marah.
Aku sama sekali tidak suka pada pandangan memuja yang di lemparkan
sahabatku pada pemuda yang kuincar. Sama sekali tidak suka.
Tiffany dan Seohyun kemudian tertawa
cekikikan melihat ekspresiku yang marah. Dan kemudian, aku baru sadar
kalau ternyata aku sedang di kerjai oleh Tiffany. Bodohnya aku. Akhirnya
ketahuan juga. Aku cuma bisa terdiam menatap kakiku yang tiba-tiba
terlihat sangat menarik sekarang, dengan semburat merah yang memenuhi
wajahku.
“Shin Hyerim, kau sudah ketahuan.” goda Seohyun. Sial! Bahkan Seohyun sekarang juga ikut menggodaku.
Aku membuang muka dari kedua sahabatku
ini dan memandang keluar dengan pandangan kesal. Kesal pada dua
sahabatku yang sudah menggodaiku habis-habisan.
“Jujur saja pada kami, Hyerim~ah. Kami pasti akan mendukungmu!” ucap Seohyun.
“Iya, siapa tahu kami bisa membantumu?” ujar Tiffany kemudian.
Aku diam dan menimbang-nimbang dalam hati
apakah aku harus menceritakan apa yang kurasakan pada pemuda itu kepada
kedua sahabatku ini. Kalau Seohyun masih tidak masalah, dia pasti akan
mendengarnya dan menyimpannya baik-baik, tetapi kalau Tiffany tidak bisa
aku jamin. Bukannya, aku tidak percaya pada sahabatku yang satu ini. Tetapi, dia bisa saja melakukan hal-hal yang akan membuatku malu dihadapan pemuda itu.
Akhirnya, aku memutuskan untuk jujur
kepada kedua sahabatku ini. Mereka pasti akan terus menginterogasiku
sampai aku mau buka mulut kalau tidak menceritakannya. Lagi pula mereka
juga sudah mengetahui kondisiku yang sekarang, bahwa aku bukanlah
kekasih dari Yesung lagi yang kebetulan juga adalah sepupu dari Seohyun.
“Aku masih tidak yakin dengan perasaanku
ini. Tapi, kalau melihat atau berdekatan dengannya, jantungku pasti
berdetak lebih cepat.” jawabku berbisik.
“Kau tertarik padanya,bodoh!” simpul Tiffany enteng.
“Tidak mungkin aku menyukainya. Aku sama sekali belum mengenalnya. Bahkan, namanya pun aku tidak tahu.” ujarku membantah.
“Aku memang pernah mengobrol dengannya,
tetapi cuma sekali saja. Itu pun sangat memalukan. Aku sangat kikuk dan
terlihat bodoh di depannya. Aku yakin dia menganggapku gadis aneh.” Aku
menundukkan kepalaku sedih.
“Ada kemungkinan kau menyukainya,
Hyerim~ah. Tapi untuk saat ini, perasaanmu itu masih terlihat seolah kau
penasaran padanya. Itu mungkin karena kau sama sekali tidak tahu
tentang dirinya.” kata Seohyun. “Lebih baik kau coba mengenalnya. Tidak
ada salahnya, kan. Kau nantinya bisa memastikan perasaanmu itu
benar-benar menyukainya atau hanya sebatas rasa kagum saja.” lanjut
Seohyun terlihat sangat berpengalaman saat menjelaskannya.
Aku terdiam berpikir. Aku sangat ingin
mendekati pemuda itu tetapi rasa maluku lebih besar dari pada
keinginanku mengenal pemuda itu.
“Dia itu keren loh. Bahkan lebih keren
dari Yesung. Siapa tahu dia juga belum punya pacar. Sayang kalau
dilewatkan.” Tiffany mencoba menyemangatiku.
“Kalau pun belum, aku yakin dia tidak akan mungkin menyukaiku. Lalu, bagaimana kalau dia sudah punya kekasih?”
“Kalau belum dicoba mana bisa tahu!” kata Tiffany gemas.
“Kalau kau tidak mau bertindak sekarang
biar aku saja yang berbicara dengannya. Mumpung dia sedang tidak ada
pelanggan.” Tiffany bangkit dari duduknya kemudian melangkah mendekati
pemuda itu.
“Ya ampun Fanny, jang—” aku berusaha
menghentikannya, tapi Tiffany bergerak lebih cepat dan telah berjalan
menjauh. Dan sekarang Tiffany sudah berada tepat didepan pemuda itu.
Seohyun pun tidak bisa berkata-kata. Ia
hanya mengangkat bahu dan tersenyum kecil menandakan keprihatinan dengan
apa yang nanti akan terjadi padaku.
Sekarang aku dapat melihat Tiffany yang
sedang berbicara dengan pemuda itu. Aku yakin mereka membicarakan diriku
karena Tiffany sesekali menunjukkan telunjuk kanannya ke arahku. Sial!
Apa yang dikatakan gadis itu padanya?
Pada awalnya pemuda itu menatap Tiffany
dengan ekspresi datar. Namun, setelah ia mendengar apa yang dikatakan
Tiffany, pemuda itu segera menatapku dan melemparkan senyum oh seringai
khasnya kepadaku.
Kutundukkan kepalaku perlahan menatap
lantai. Rasa malu mulai melanda diriku setelah pemuda itu menatapku.
Rasa panas menjalar ke seluruh wajahku. Aku tidak mungkin berani lagi
menatap wajahnya langsung jika sudah seperti ini. Ingin rasanya aku bisa
mengecilkan tubuhku dan menghilang dari tempat ini. Sahabatku itu
benar-benar berhasil membuatku kehilangan muka di hadapannya.
**
Sejak kejadian nekat Tiffany menghampiri
pemuda itu, aku semakin canggung untuk datang ke café ini. Kalaupun aku
datang ke sini, aku sama sekali tidak pernah tinggal lama-lama. Aku
hanya akan membeli minuman kesukaanku dan kemudian melenggang pergi
meninggalkan tempat itu. Aku juga bahkan tidak lagi mencuri pandang ke
arah pemuda itu dan berusaha menghindarinya ketika ia mencoba
mendekatiku. Aku memang sengaja melakukannya agar ia tidak berpikir aku
datang ke sini hanya untuk bertemu dengannya. Memang aku terlihat
seperti pengecut, tetapi lebih baik dari pada harus mempermalukan diriku
kembali di hadapannya.
Di lain pihak, setiap kali aku datang membeli minuman kesayanganku, minumanku akan selalu dibuatkan oleh barista favoritku. Entah kebetulan atau tidak, Dark Mocchaccino yang kunikmati akan selalu dibuatkan oleh barista berinisial KH itu. Aku benar-benar semakin penasaran pada orang ini.
Beberapa hari berikutnya, setelah aku baru pulang dari bekerja part-time di rumah sakit Universitasku, Tiffany memintaku untuk membawakannya Cappuccino
saat aku pulang ke apartemen. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 9
malam dan aku segera buru-buru menuju café Blossom sebelum tutup.
“Maaf Hyerim~ssi tapi kami sudah tutup.” kata Taeyeon ketika aku tiba di hadapannya.
Aku melihat sekeliling dan memang benar café telah di tutup dan para pegawai tengah membersih-bersihkan ruangan itu.
“Aku pesan satu Hot Cappuccino saja. Aku mohooonn?” bujukku dengan nafas yang terengah-engah.
“Maafkan aku, tapi kami sudah tu-”
“Tunggu Taeyeon, biarkanlah dia.” suara
berat di belakang Taeyeon menghentikan kata-katanya. Aku melirik sejenak
ke belakang dan melihat pria yang wajahnya hampir mirip dengan pemuda
yang diam-diam kusukai, datang menghampiri kami. Perbedaannya, pria itu
memiliki rambut hitam legam dan juga yang satu ini kurasa lebih tampan.
“Terima kasih. Maaf merepotkanmu Siwon~ssi.” kataku sambil membungkuk padanya.
“Tidak apa. Kau adalah pelanggan tetap
kami. Sudah sepantasnya kau di layani lebih istimewa.” jawabnya sambil
tersenyum menunjukan kedua lesung pipinya. “Silahkan menunggu.”
Aku segera membayar pesananku dan duduk menunggu di meja yang terdekat.
“Nona, pesananmu sudah selesai!” suara yang kurasa itu adalah milik Siwon memanggilku.
“Baik.” jawabku. Siwon kemudian menyodorkan padaku dua gelas minuman.
“Maaf, tapi saya hanya memesan satu Hot Cappuccino saja.” kataku heran melihat dua gelas minuman ini.
“Ini Hot Cappuccino pesananmu-” ujarnya menyodorkan minuman di tangan kirinya.
“Dan ini Dark Mocchaccino spesial dari kami untuk pelanggan setia kami.” Siwon menyodorkan minuman di tangan kanannya.
“Terima kasih banyak!” jawabku tersenyum
senang menerima dua minuman itu. Aku melihat sekilas di belakang
minumanku yang tertulis inisial KH. Melihat inisial itu, aku
memberanikan diri bertanya.
“Bolehkah aku tahu barista mana yang membuatkan minuman ini?” tanyaku mengangkat minuman milikku.
“Hm.. Aku tidak bisa mengatakannya padamu.” ucapnyanya sambil tersenyum kecil.
“Tapi, aku hanya bisa memberitahukanmu
kalau dia itu diam-diam sangat mengagumimu.” lanjutnya lagi dengan suara
yang sengaja diperbesar. Jawabannya itu sukses membuatku merona merah.
PRAANGG!! suara gelas yang pecah terdengar dari belakang.
“YA KYUHYUN~AH!! HATI-HATI!” teriak seseorang dengan suara yang memekakkan telinga.
“Donghae~ya, jangan berteriak! Dan kau
Kyuhyun~ah gajimu kupotong!” kata Siwon seraya menoleh kepada dua pria
yang sibuk membersihkan pecahan gelas di belakangnya. Aku melirik
sekilas ke arah pemuda yang membuat perasaanku tidak menentu. Wajahnya
nampak cemberut dan kesal, namun semburat merah terlukis jelas wajahnya.
“Dasar hyung bodoh!” suara berat yang terdengar pelan dari bibirnya masih bisa kudengar.
“Maafkan kami atas keributan ini.” kata Siwon kembali menatapku sambil tersenyum simpul.
“Ah! Tidak apa-apa.” jawabku tersenyum
maklum. “Oh iya. Tolong katakan pada orang yang membuatkan ini, terima
kasih banyak. Aku suka sekali!” ucapku sambil tersenyum.
“Akan kusampaikan-” ujarnya. “Hati-hati di jalan.”
Aku melangkah meninggalkan café dan
berjalan di temani lampu-lampu jalan yang menyinari langkahku. Entah
mengapa ada perasaan bahagia yang mulai menyinari hatiku dan aku menjadi
tidak sabar ingin kembali ke café itu lagi.
**
Beberapa hari selanjutnya, tepatnya di
hari Minggu pagi, aku melangkah menyusuri jalanan Seoul yang cukup
lengang. Sesekali kusenandungkan lagu yang sedang kudengar dari Ipod-ku. Cuaca pagi yang sangat cerah ini benar-benar cocok untuk berjalan-jalan maupun berolahraga.
Sambil menenteng tas yang berisi laptop,
aku berjalan menuju café yang biasanya kukunjungi. Aku masuk seperti
biasa, memesan minuman favoritku, dan duduk ditempat yang seperti biasa.
Aku duduk sambil memandang beberapa orang-orang yang sedang bersepeda
di jalanan yang sepi, menunggu minuman Dark Mochaccino-ku selesai.
“Ini pesananmu.” suara berat menghentikan
aktifitasku. Mataku membelalak tidak percaya. Pemuda yang telah membuat
degup jantungku berdetak tidak karuan, kini berdiri di sampingku dan
menaruh minumanku di meja. Wajahnya terlihat dingin, namun sorot matanya
memandangku dengan lembut.
“Bisakah aku meminta tolong untuk mengisi quisioner café kami?” tanyanya sembari menyerahkan selembar kertas dan pulpen padaku.
“Eh? Te-tentu saja.” jawabku gugup sambil terus memandangnya. Rasanya tidak kuasa untuk menarik pandanganku dari wajahnya.
Dia kemudian pergi meninggalkan mejaku.
Tanpa pikir panjang, aku mulai mengisi
pertanyaan yang ada di kertas itu. Nama, alamat rumah, nomor telepon,
pekerjaan, dan semua pertanyaan yang di tanyakan kujawab dengan tidak
ragu-ragu. Sebenarnya, jika di baca baik-baik, quisioner ini
lebih banyak menanyakan seluruh data pribadiku dan sama sekali tidak
menanyakan tanggapanku terhadap layanan café ini. Namun, aku sama sekali
tidak mempermasalahkannya dan memilih mengisinya saja.
“Sudah selesai?” pemuda itu kini tiba-tiba berdiri di sampingku.
“Ya. Ini, silahkan.” aku menyerahkan kertas itu.
“Baik. Terimakasih.” Ia mengambilnya dan pergi meninggalkanku. Aku tanpa sadar memandang punggungnya yang kini berjalan menjauh.
Kutarik kembali pandanganku dan menemukan
sebuah lipatan kertas kecil di hadapanku. Aku membukanya perlahan-lahan
dan membaca tulisan yang ada di dalamnya. Kulirik jam tanganku yang
telah menunjukkan pukul 09.50. Kulipat kembali kertas itu dan kumasukkan
ke dalam tasku.
Jam 10. Depan stasiun kereta. Tunggu aku disana.KyuHyun
Kedua sudut bibirku kini tertarik membentuk sebuah senyuman. Kali ini aku sungguh berterimakasih pada Tiffany.
Aku bergegas bangkit berdiri dan berjalan
ke arah pintu. Kubuka pintu dengan lebar dan berjalan keluar. Kutarik
nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kini, aku siap
menyambut kesempatan yang baru. Pemuda yang telah mencuri hatiku, kini
aku akan terus menatapmu.
~The End~