Pengikut

Sabtu, 06 Oktober 2012

Bring It Back…



BRING IT BACK …
Author : Kwon Yura
Main Cast : Kwon Yuri
Cho KyuHyun
Choi Siwon
Support Cast : Super Junior and SNSD members
PG : +15 and BO
Length : Oneshoot
POV : Yuri side’s
Disclaimer : The all of story is belong to ME. The story is PURE, MINE, OWN, and IMAGINATION. 

Do Not Try to Take Out, Copy and Plagiat, please!!
Because I don’t ever permit you!
So, Please, respect me if you are very fond of all my writing.

Or…
I Will Not Post Anything Again.

Happy Reading! :D

 Last edit by Yongwonhee -120807-


“ Semua yang telah terjadi, akan berlalu begitu saja tanpa memedulikan akan bagaimana berjalannya sebuah cerita takdir yang kau miliki. Walau kau sekuat apapun menolaknya, seberusaha apapun, dan seberapa menyedihkannyakah dirimu, semua itu hanya akan percuma. Karena waktu tidak akan pernah kembali lagi padamu.” –Kwon Yura.
Inspirate Song :

*SNSD – Time Machine
*Cho KyuHyun – 7 Years Of Love
*Ost. The Fegutive Plan B – No More Cigarette
*Ost. The Fegutive Plan B – Poison
Matahari pagi mulai menampakkan sinarnya. Senyum pahit tersungging di wajahku. Pemandangan indah dapat aku nikmati. Gedung-gedung pencakar langit terlihat sangat begitu menakjubkan, karena cahaya matahari yang masih begitu alami membuat pantulan-pantulan bayangan awan dipagi hari yang sangat bersih tanpa berawan.
Kakiku terasa mulai sakit akibat terlalu lama berdiri sejak dua jam yang lalu. Aku menyandarkan punggungku dipohon besar -salah satu pohon taman kota yang masih asri-. Sudah dua jam berlalu begitu saja, tanpa ada tanda-tanda ia akan datang menemuiku. Musim telah berganti menjadi musim gugur. Daun-daun yang berada ditaman ini semuanya berwarna kuning-orange, menampakkan mereka siap untuk digugurkan. Aku menatap langit yang masih belum sepenuhnya cerah.
Padahal sudah tujuh tahun kami tidak bertemu. Apakah ia tetap tak ingin melihatku atau sekadar menanyakan bagaimana kabarku semenjak hari itu? Sudah tujuh tahun berlalu, begitu saja. Tanpa bisa diputar kembali saat-saat tujuh tahun yang lalu, dimana kami… berpisah.
Aku melirik jam ditanganku. Pukul 06.00 KST. Memang msih terlalu pagi untuk melakukan aktifitas, tetapi, apakah ini masih terlalu pagi untuk bertemu setelah sekian lamanya kami tidak bertemu? Kurasa tidak. Ini sudah terlalu siang untuk kita bertemu.
Padahal aku hanya memiliki waktu yang singkat untuk tetap berada di Seoul.
Apakah kau benar-benar tidak akan datang lagi? Aku hanya memiliki waktu satu setengah jam lagi. Lalu, setelah itu… mungkin selanjutnya kita tak akan pernah bertemu lagi. Aku mengambil ponsel milikku yang ku taruh disaku mantel berwarna biru zamrud.
Tidak ada apa-apa. Tidak ada email masuk, pesan masuk, ataupun telepon masuk. Sepi.
Aku menghela napas dalam. Aku masih dapat mengingat dengan jelas semua kenangan yang kita lalui.
Aku tidak pernah untuk mencoba menghapusnya atau menghilangkannya dari benakku. Karena, semua kenangan yang pernah kita lalui dan miliki adalah… kenangan yang berharga untukku. Bulir lembut mengalir begitu saja disudut mataku.
“ Ya! Yuri-ya, jika suatu saat kita menikah, kau ingin memiliki anak seperti apa?” tanyanya dengan lembut padaku. Aku tersenyum mendengarnya. Sinar matahari pagi membuatku merasakan hal yang tak dapat tergantikan.

Saat ini aku tengah menyenderkan kepalaku dan setengah tubuhku di dadanya yang bidang. Aku dan kekasihku ini sedang pergi untuk berkencan. Dan disinilah kami, disebuah taman yang masih hijau dan asri tanpa ada sentuhan tangan manusia sedikitpun. Rerumputan yang hijau dan segar, pohon-pohon yang tinggi menjulang ke langit, dan burung-burung yang berkicau ataupun terbang kesana-kemari, menambah suasana kencan kami semakin menyenangkan dan romantis.

“ Hm? Mungkin dua atau tiga? Ku rasa itu sudah lebih dari cukup.” Jawabku sembari berpikir.

KyuHyun –kekasihku- tertawa pelan mendengar jawabanku. “ Hanya dua atau tiga? Tidakkah itu terlalu sedikit?” tanyanya sembari tersenyum lembut padaku. Aku mendongakkan kepalaku ke atas agar dapat melihatnya dengan baik.

“ Tidak, aku rasa itu cukup. Memangnya kau ingin memiliki berapa anak?” tanyaku dengan raut wajah bingung. Senyum jahil tersungging diwajah tampannya.

“ Aku ingin memiliki banyak anak denganmu. Lalu kita akan menjadi keluarga kecil yang bahagia dan menyenangkan.” Jawabnya dengan senyum lembut yang kembali tersunging diwajahnya.

Aku mengulum senyum manis. “ Dasar! Pembual!” ucapku berpura-pura kesal sembari menyubit hidung mancungnya itu dengan pelan.

“ Ya!” protesnya padaku. Aku tertawa pelan melihatnya. “ Siapa yang pembual? Kau tidak percaya? Bagaimana jika kita buktikan sekarang?” godanya sambil menatapku dengan tatapan evil miliknya.

Ia mendekatkan wajahnya padaku hingga hanya beberapa mili saja jarak diantara kami. Aku menahan napasku. Dadaku mulai bergemuruh tidak beraturan. Apa ini?

“ Ya! Kau ingin lakukan apa?” tanyaku polos dan sedikit panik.

“ Membuktikan kata-kataku barusan, bahwa aku tidaklah berbohong.” Jawabnya sembari tersenyum jahil padaku.

Aku diam menatapnya dengan tatapan bingung dan polos, sedangkan ia memenjamkan matanya dan kemudian… sesuatu yang lembut mendarat dengan baik dibibirku. Melumatnya secara lembut dan perlahan.

Aku hanya bisa diam dan memenjamkan ke dua mataku. Mencoba menikmati sentuhan bibirnya ini.

Aku menyentuh bibirku menggunakan salah satu tanganku dengan sedikit gemetar. Ciuman itu, hingga saat ini aku bisa merasakannya dengan baik. Seakan-akan baru saja terjadi beberapa saat yang lalu.  Ciuman yang lembut yang tak pernah aku rasakan sekalipun dengan pria lainnya.
KyuHyun-ah, ciuman kita dulu, apa kau juga telah melupakannya?
“ Ya! Cho KyuHyun! Ayolah, ke perpustakaan saja!” ajakku padanya sambil menarik-narik lengannya dengan sekuat tenaga. Tetapi, sepertinya percuma. Tubuhnya tidak bergerak sedikitpun. Padahal ia sedang duduk dan aku berdiri.

“ Tidak mau, disini saja. Disini pemandangannya lebih indah.” Jawabnya bersikukuh pada pendiriannya, tetap berada di atas gedung sekolah.

“ Ya! Oppa! Disini tidak enak, oh ayolah, Oppa, kita pergi saja dari sini.” Rengekku lagi padanya, kali ini aku jatuh terduduk di hadapannya.

Ia menatapku lembut. “ Disini pemandangannya lebih menarik, karena ….” Potongnya, lalu ia mendekatkan wajahnya padaku dan menarik tengkukku untuk mendekat padanya. Sebuah ciuman yang lembut tetapi dalam, yang saat ini ia lakukan padaku. “… aku bisa menciumi-mu sesuka hatiku tanpa harus melihat-lihat dulu.” Lanjutnya dengan senyum evil miliknya.

“ Ya! Oppa!” protesku padanya.

Aku juga masih dapat mengingat semua kejahilan-kejahilan yang kau lakukan padaku. Semua itu tidak akan pernah aku lupakan.
Oppa, untuk apa kita datang kemari?” tanyaku saat malam telah tiba dan kami berdiri di depan pintu gereja tua. Aku menatap KyuHyun dengan raut wajah  bingung. Tidak biasanya ia mengajakku datang kemari disaat kencan.

KyuHyun mengulum senyum lembut padaku. “ Aku ingin berdoa kepada Tuhan, agar kita selalu bersama-sama selamanya. Tidak akan pernah dipisahkan, kecuali maut yang memisahkanku, kau, dan anak-anak kita nantinya.”

Untuk beberapa saat aku terdiam terkejut mendengar perkataannya barusan.

“ Ayo, masuk!” ajaknya dengan penuh semangat dan percaya diri sembari menggenggam erat tanganku, menariknya begitu pelan untuk mengikutinya.

Aku diam seribu bahasa dan mengikutinya di belakang tubuhnya.

Kami berjalan menelusuri karpet merah. Ia melengkungkan tangannya dan memasukkan tanganku ke dalamnya. Aku diam menatapnya dengan kening yang berkerut, sedangkan ia tersenyum lembut padaku.

“ Percayakan saja semuanya padaku.” Ucapnya lembut dan yakin. Aku membalas senyumannya dan membiarkannya mengiringiku untuk menghadap Tuhan. Entah mengapa aku merasa gugup, takut, dan… kehilangan. Entahlah.

“ Tuhan, hari ini aku membawa seseorang yang sangat berarti untukku ke hadapanmu. Lihatlah, dia sangat manis dan anggun bukan?” ucapnya saat kami telah berhenti berjalan dan menghadapang sebuah patung yang agung.

Aku menatap KyuHyun lalu kemudian menatap-Nya.

“ Suatu saat nanti, jika aku sudah tidak lagi berada disisinya, tolong jaga dia dengan baik.” Ucap KyuHyun. Aku menatapnya dengan tatapan tak mengerti apa maksud dari ucapannya. Bulir-bulir lembut mengalir membasahi pipinya. Membuat mulutku sedikit terbuka dan shock.

Ada apa dengannya?

Ia menghapus air matanya dengan kasar dan terburu-buru. Ia lalu menatapku, memaksakan sebuah senyuman tersungging di wajahnya dengan bibir yang masih bergetar. “ Ayo kita berdoa.” Ajaknya dengan suara yang sedikit kacau.

Ia lalu melepaskan genggaman tangannya, menautkan kedua tangannya, memenjamkan ke dua matanya, dan kemudian ia mulai berdoa. Untuk beberapa saat, aku melihatnya, namun kemudian langsung tersadar dan berdoa meminta sesuatu kepada-Nya.

Semoga saja tidak akan kejadian yang buruk yang akan terjadi pada kami. Tuhan, ku mohon, aku sangat menyayangi laki-laki ini, dan aku juga mencintainya. Tolonglah aku, Tuhan, jagalah dia dan bahagiakanlah dia. Dan, jangan pernah membuatnya kecewa. Amin, amin, amin.

“ Kau tahu apa yang aku minta darinya?” bisik KyuHyun di telingaku dengan posisi yang masih sama setelah selesai berdoa tetapi masih dengan posisi yang sama.

“ Hm? Apa?” tanyaku balik padanya, melakukan hal yang sama, tidak merubah posisi berdoa kami sama sekali.

“ Aku meminta, agar kau tidak akan pernah melupakanku, atau mencoba menghapus kenangan kita berdua yang telah kita lalui, dan aku sangat berharap, kau akan mencintaiku sampai kapan-pun.” Bisiknya ditelingaku. Aku mengulum senyum senang.

Amin. Semoga saja seperti itu. Selamanya.

“ Dasar, pembual.” Candaku padanya. Ia tertawa pelan.

“ Kau sudah selesai?” tanyanya kemudian.

“ Ya.” Jawabku singkat.

“ Kalau begitu, ayo kita pulang. Ini sudah cukup malam untuk berkeliaran dimana-mana.” Ajaknya lalu ia menggenggam tanganku dengan lembut. Aku membuka ke dua mataku, dan mendapati dirinya sedang tersenyum lembut padaku. Aku membalas senyumannya itu.

“ Ayo pulang.” Ajaknya sekali lagi. Aku mengangguk mengiyakan.

Aku menghela napas dalam untuk kesekian kalinya. Sesak, mengingat semua kenangan itu semua yang tak mungkin aku jabarkan satu-per-satu. Terlalu menyesakkan.
Aku melirik jam tanganku. Pukul 07.52 KST. Aku menghela napas –lagi-. Waktunya sudah hampir habis. Lebih baik aku pergi saja. Karena percuma, sepertinya ia tidak akan datang sama sekali. Aku menatap dengan seksama di sekelilingku. Masih sama. Tidak ada yang berubah. Hanya kami berdua saja yang berubah.
Tempat ini, pasti akan selalu ku ingat.
“ Lepaskan dia, Cho KyuHyun! Lepaskan dia! Dia tidak pantas untukmu! Cepat lepaskan dia! Kau tidak dengar umma berkata apa? Huh?” ucap seorang wanita separuh baya pada KyuHyun yang masih saja menggenggam tanganku dengan kuat dan erat.

“ Tidak! Tidak mau Umma! Jangan pisahkan kami!” bantahnya pada ibunya.

“ Yuri! Apa yang sedang kau lakukan? Lepaskan dia! Cepat! Ayo kita pulang! Kau tidak boleh bersamanya!” ucap Umma padaku. Keadaanku dengan KyuHyun tak jauh berbeda. Ke dua orang tua kami sama-sama tidak menyetujui hubungan kami sama sekali.

Entah mengapa? Alasan mereka memang tidak masuk akal untukku dan KyuHyun. Bagiku dan bagi KyuHyun, kami saling mencintai. Memangnya apa perlu ada kecocokan sebagai calon suami atau istri? Bukankah sebagai orang tua mereka seharusnya menerima pendamping pasangan hidup anak-anaknya dengan lapang dada? Bukan seperti ini. Pertikaian diantara kami.

Umma tidak mau Kyu! Tidak mau! Kau harus menikah dengan wanita yang sederajat dengan kita! Dia masih di bawah level kita! Ia tak pantas denganmu!” maki KyuHyun Umma pada keluargaku. Sedangkan aku dan KyuHyun saling berpegangan erat dan sama-sama menangis.

“ Yuri! Kau dengar apa yang dikatakan Ibunya barusan? Ia merendahkan kita! Padahal kitalah yang di atasnya, bukan dia yang di atas kita! Sudah! Lepaskan tanganmu darinya! Cari laki-laki yang lebih baik dari dia dan sederajat dengan keluarga kita!” ucap Umma dengan emosi yang meluap-luap.

“ Apa yang kalian lakukan? Cepat bantu aku lepaskan mereka!” histeris Umma kami pada bodyguard masing-masing

“ Tidak, Umma, aku tidak mau.”  Bantahku histeris. Tetapi percuma, para bodyguard milik Umma dan milik Umma KyuHyun, membuat genggaman kami sedikit demi sedikit terlepas, kemudian… terpisah.
Aku menghela napas dalam. Air mataku tertahan di pelupuk mataku, membuat mataku terasa perih dan sakit.
Tiga minggu setelah kejadian itu, kami bertemu. Disini, di taman ini, dan di pohon yang ku buat tempat menunggu ini. Kami bertemu. Tak ada lagi pancaran bahagia di mata kami, yang ada hanya sebuah kesenduan dan kesedihan yang teramat sangat.
Lalu, kami saling mengucapkan kata janji. Kami akan selalu bertemu setiap setahun sekali, setiap tahunnya. Hingga kini, hanya aku saja yang memegang teguh kata-kata janji itu.
Dan, diakhir, sebelum kami benar-benar berpisah… hanya ada sebuah pelukan rindu dan ciuman yang menyakitkan bagi kami. Karena pelukan dan ciuman itu adalah hal yang terakhir kalinya kami lakukan, sebelum benar-benar berpisah.
Aku mengulum senyum pahit mengenang semua perasaan itu. Sakit dan perih. Tetap dapat ku rasakan hingga saat ini.
Ponselku bergetar disaku mantelku, membuatku tersadar dan menghapus dengan ksar sisa air mata yang masih tergenang dipelupuk mataku. Aku segera mengambilnya dan mendapati nama di display ponsel candy bar-ku yang sangat aku kenali dengan baik. Aku mengangkatnya dan suara di sebrang sana terdengar begitu lega seketika ketika aku mengangkatnya, seakan-akan semua kecemasan dan kekhawatirannya hilang begitu saja terbawa angin saat aku telah mengangkat teleponnya.
Jagi, kau dimana?” tanya seorang laki-laki disebrang sana. Aku mengulum senyum hambar padanya, walau ia tidak bisa melihat sekalipun.
“ Saat ini, aku berada ditaman. Aku ingin berjalan-jalan sebentar dan bertemu dengan teman lamaku dulu, sebelum kita pergi nantinya.” Jelasku padanya sembari mengulum senyum lembut.
“ Benarkah? Haruskah sepagi buta tadi? Kau tahu? Kau hampir membuatku cemas dan khawatir, atau aku hampir gila karenamu tadi, ketika tidak menemukanmu di ranjang.” Ucapnya khawatir padaku.
Senyumku mengembang saat mendengar suaranya yang cemas. “Maafkan aku, tidak memberi tahumu lebih dulu. Lagipula, kau terlihat sedang pulas sekali dengan tidurmu itu. Membuatku tak tega membangunkanmu.” Jelasku padanya.
“ Dan kau lebih memilihku untuk khawatir dan cemas terhadapmu?” tanyanya pura-pura kesal padaku, dapat ku bayangkan saat ini ekspresinya bagaimana, senyum manis yang tersungging di wajah tampannya dan nada marah yang dibuat-buat. Membayangkan senyum manis miliknya, yang bisa membuat siapapun wanita akan jatuh hati padanya membuat hatiku terasa sangat hangat.
“ Hahahahaha… Baiklah, aku minta maaf telah membuatmu cemas dan khawatir, Siwon-ah. Tetapi, sebentar lagi aku akan pulang.” Ucapku dengan sedih diakhir kalimat yang ku ucapkan. Perasaan sesak lagi-lagi menghampiriku.
“ Akan aku jemput sekarang. Kau dimana? Lalu setelah itu kita pergi ke bandara untuk check out. Tidak ada waktu santai lagi, pukul sembilan pesawat akan take off.” Peringatnya padaku, sembari mengambil kunci mobil miliknya. Aku tahu itu, karena bunyi gemerincing kunci mobilnya terdengar jelas sekali.
“ Baiklah, aku mengerti, jagi. Aku sekarang berada di taman kota Seoul. Aku akan menunggumu di depan taman.” Jelasku singkat padanya.
“ Baiklah, aku akan segera menjemputmu disana, tuan putri.” Godanya padaku dan aku hanya membalas ucapannya itu dengan sebuah senyuman. Telepon pun terputus beberapa saat kemudian, aku memasukkan kembali ponselku ke dalam saku mantel milikku. Dan mulai berjalan pergi meninggalkan tempat ini.
Ia tidak datang, mungkin ia benar-benar takkan datang lagi untuk ke sekian kalinya. Hanya aku saja yang masih menunggu. Menunggu, menunggu, dan menunggu. Menunggu ke datangnya kembali padaku. Tetapi, mungkin tidak akan pernah lagi ia kembali padaku. Aku mulai melangkahkan kaki-ku untuk pergi meninggalkan taman kenangan ini. Senyum pahit dan manis tersungging di wajahku. Sakit dan perih, tetapi bahagia.
Bahkan, disaat-saat terakhir ini-pun, ia tidak datang. Aku menghela napas panjang dan dalam. Mungkin, ini saatnya untuk berhenti menunggunya. Karena aku, sudah tidak akan mungkin menunggunya lagi. Menunggu seseorang yang mungkin tidak akan pernah lagi terbesit bayangan akan diriku dibenaknya. Mungkin sekarang, ia telah bahagia dengan seseorang yang lebih ia cintai. Jika aku sudah pergi meninggalkan Negara ini, mungkin aku sudah harus melupakan semua kenangan, tanpa terkecuali, dengan ikhlas. Karena dengan begitu hidupku akan bahagia nantinya.
Langkahku terhenti saat melihat seorang laki-laki yang berjalan tak jauh dariku, hanya berjarak lima kaki saja dariku. Aku diam untuk selama beberapa saat, menatap lurus ke arah laki-laki itu. Dadaku bergemuruh dan sesak. Ingin rasanya meledak jika seandainya bisa. Karena terlalu terasa begitu sesak di dadaku. Kami saling terdiam membisu selama beberapa saat. Hanya saling bertatapan. Seharusnya akan dengan mudah mulut kami saling mengucapkan kata sapaan sebagai rasa sopan santun. Tetapi, tidak aku ataupun dia yang bicara. Tetapi mungkin ia akan bicara? Lihat saja beberapa saat lagi.
“ H-hai, sudahlah kita tidak bertemu.” Sapanya yang diikuti senyum kaku di wajahnya.
Lihat? Aku benarkan? Ia akan bicara lebih dulu dariku.
Laki-laki itu tak banyak berubah dari yang ku kenal dulu. Hanya gaya rambut, tubuh yang semakin berisi, dan tingginya saja yang berbeda. Ia semakin terlihat seperti seorang pria.
“ Hai, senang bertemu denganmu kembali, Cho KyuHyun.” Sapaku balik padanya.
Senyum ramah tersungging di wajahnya saat aku menyebut namanya. “ Kau tidak berubah, Yuri.” Ucapnya lembut padaku.
Aku menghela napas pelan tapi pasti, menahan perasaan yang sangat membuncahkan hatiku. Perasaan yang kapan saja bisa meledak. “ Ya, kau benar, Cho KyuHyun. Aku tidak berubah.” Jawabku sembari tersenyum senang.
Perasaan itu sudah berakhir. Kami pernah berjanji dulu, jika kami nantinya akan bertemu kembali, maka perasaan itu sudah tidak boleh ada. Dalam arti lain, perasaan itu sudah harus mati.
Dan, ya, kini saat kami bertemu, perasaan itu telah hilang.
“ Bagaimana kabarmu?” tanyanya.
“ Baik, sangat baik. Kau?” jawabku dengan yakin dan perasaan bahagia.
“ Aku juga baik.” Jawabnya dengan senyum yang tersungging di wajahnya.
“ KyuHyun-ssi, aku ingin memberitahumu satu hal.” ucapku dengan misterius dan juga senang.
“ Hm? Apa?”
“ Aku akan menikah.”
Daun-daun musim gugur berjatuhan tertiup angin, membuat pandangan kami saling terganggu karena ada daun-daun yang terbang terbawa angin musim gugur di depan kami.
Kami saling diam dan saling menatap lurus. Tak ada sepatah katapun yang keluar di antara kami. Kami saling membisu dan terdiam. Hanya daun-daun itulah yang membuat pemandangan taman ini semakin indah. Dan menambah cantiknya jalan cerita takdir yang kami miliki.
Tetapi, semuanya telah berakhir. Dengan baik ataupun tidak?
Waktu tidak akan dapat terulang, seberusaha apapun kau mencegahnya untuk pergi meninggalkanmu.
Pada kenyataannya, semua ucapan janji yang terucap harus dipenuhi dan kau tidak bisa mengatur kembali ke masa lampau itu.
Tak akan ada seorang pun yang bisa mengatur waktu. Jadi, jalanilah cerita takdirmu dengan baik, tanpa harus ada penyesalan dikemudian hari.
====================== THE END ===================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar