Author :: stillthirteen13
Tittle :: A simple thing called honesty [Part 3]
Genre :: Romance, friendship, family (sedikit)
Tags :: Lee Sungmin, Cho Kyuhyun, Hwang Min Ji (OC), Lee Saeny (OC)
Rating :: T
Length :: Chapter
“Apa yang sedang kau sembunyikan dariku, Min Ji-ssi?” tanya Sungmin menyelidik.
Min Ji memberanikan diri untuk menatap mata Sungmin tepat di manik matanya. Seketika bibirnya menyunggingkan senyuman khasnya. “Aniya.
Hanya saja aku tidak enak padamu, kau ada masalah dengan rumah sakitmu
karena soal kemarin kan? Makanya kau mau ke rumah sakit Appa sekarang, iya kan? Maaf telah merepotkanmu, aku akan minta Appa
untuk menyelesaikan ini,” jelas Min Ji yang semakin terlihat kaku.
Perlahan Min Ji berjalan mundur karena Sungmin terus melangkah maju
mendekati Min Ji.
“Pasti bukan itu alasannya. Katakan
padaku,” desak Sungmin. Kini ia berhasil mencengkram bahu Min Ji dan
menyejajarkan pandangan mereka.
“K..kau mau apa, Sungmin-ssi? Aku ini istrinya Kyuhyun. Kau ingat?”Seketika cengkraman yang cukup kuat itu terlepas begitu saja.
“Istrinya Kyuhyun itu Saeny. Kau hanya kedok. Kau ingat?” sahut Sungmin sambil berlalu begitu saja.
Min Ji memandangi punggung pria di
depannya yang semakin menjauh. Ia menarik sudut bibir kanannya.
Tersenyum sinis memandangi punggung yang suatu saat nanti tidak akan
setegap itu lagi. Entah kapan, tapi yang pasti Min Ji berani menjamin
hal itu.
~~~
Author POV
Selama perjalanan menuju rumah sakit milik Min Ji Appa,
Sungmin dan Min Ji tidak berbicara satu sama lain. Hanya diam sambil
memperhatikan jalan yang lambat laun menjadi ramai karena orang-orang
mulai melaksanakan aktivitasnya.
“Min Ji!!” seru seseorang dari kejauhan
yang berhasil membuat jantung Min Ji bekerja dua kali lebih cepat dari
biasanya. Orang itu semakin mendekat dan kini orang itu telah berada
dihadapan Min Ji. Satu langkah di depan Min Ji.
“Eo, Eomma? Ann—”
“Ikut Eomma. Eomma ingin bicara
denganmu.” Istri pemilik rumah sakit Hwang itu segera menyeret Min Ji ke
ruang kerjanya –Min Ji- dan meninggalkan Sungmin yang bahkan belum
keluar dari mobil.
Di ruangan Min Ji..
“Ada apa, Eomma? Kenapa buru-buru seperti ini?” tanya Min Ji saat eomma-nya sudah melepaskan tangannya.
“Bagaimana bisa kau datang bersama Dokter Lee?” tanpa basa-basi, eomma Min Ji langsung menuju poin utama permasalahannya.
Min Ji menunduk, memikirkan jawaban macam apa yang akan diberikan olehnya sebagai pembelaan.
“Tadi eomma juga melihat Kyuhyun dengan seorang yeoja,” sambung eomma
Min Ji. Nadanya semakin meninggi dan itu sontak mengganggu kinerja otak
Min Ji yang sedang berusaha menemukan jawaban untuk pertanyaan
sebelumya.
“Mungkin itu saudaranya, Eomma..”
“Tidak mungkin. Mana ada orang yang mencium saudaranya sendiri. Apapun alasannya, itu tidak wajar.”
Min Ji tercekat. Perasaannya campur aduk. Takut, bingung, sedih, dan lain-lain.
“Oh, mungkin kekasihnya.” Kata-kata itu
meluncur begitu saja dari mulut Min Ji. Perasaanya benar-benar kalut
hingga ia dengan entengnya membeberkan fakta dibalik pernikahan ilusinya
kepada sang eomma secara tidak langsung.
“Bicara apa kau Min Ji?! Dia suamimu dan kau istrinya!!” Mata wanita paruh baya itu memerah karena menahan emosi.
Min Ji menatap datar pada eomma-nya itu. entah apa yang sedang merasukinya saat ini. “Aku juga tadi datang bersama Sungmin. Eomma lupa?” ujar Min Ji dengan santai.
“Min—”
“Anggap saja Kyuhyun sedang balas dendam padaku, Eomma. Lagi pula ini cukup adil.”
‘PLAK!’ Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kiri Min Ji.
“Jangan permainkan pernikahan! Kupikir
kalian menikah karena saling mencintai, tapi kalau seperti ini untuk apa
kalian menikah?! Kau yang memaksaku dan appa-mu untuk merestui
pernikahan kalian, tapi kenapa kau main gila di belakang suamimu?! Kau
mempermalukan keluarga kita!” Nyonya Hwang kesulitan mengatur nafasnya.
“Bagaimana kalau ternyata Kyuhyun yang tidak mencintaiku?” sahut Min Ji, dingin.
Si ibu kembali membelalakan matanya.
“Jadi Kyuhyun yang berselingkuh lebih dulu?” Nada bicaranya melembut.
Bagaimana pun, Min Ji adalah anaknya dan tidak ada satu pun orang tua
yang ingin anaknya disakiti.
“Aniya. Aku duluan. ”
“Hwang Min Ji!”
“Wae, Eomma?”
“Kau— apa yang harus ibu katakan pada keluraga Cho?! Kau membuat Appa dan Eomma malu saja.”
“Jawabannya mudah, Eomma. Eomma hanya
perlu diam dan melupakan kejadian hari ini. Berpura-puralah tidak
terjadi apa-apa. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja.”
PLAK!
“Hentikan semuanya sekarang juga!”
“Tidak bisa, Eomma. Aku sedang menikmati peranku.”
PLAK!
“Hentikan, Min Ji!”
Mata Min Ji meredup. Bukan karena tamparan eomma-nya
yang membuatnya sedih, melainkan karena Min Ji kasihan pada dirinya
sendiri. Kenapa sampai detik ini ia masih saja membela Kyuhyun? Kenapa
sampai detik ini ia masih saja rela menjadi tameng untuk Kyuhyun?
Tamparan seperti tadi adalah hal yang biasa bagi Min Ji, yang membuatnya
terasa lebih menyakitkan adalah ia menerima tamparan itu hanya demi
melindungi seorang sahabat yang telah menipunya.
“Appa dan eomma-nya Kyuhyun mengundang untuk makan malam bersama besok. Eomma dan Appa harus datang. Aku dan Kyuhyun akan menjemput kalian jam 7,” ujar Min Ji seraya tersenyum seolah tadi tidak terjadi apa-apa.
“Eomma sudah tahu. Ingat, selesaikan masalah kalian hari ini juga.” Eomma Min Ji beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Min Ji.
Air mata yang sedari tadi Min Ji tahan, kini mengalir begitu saja. Ia menatap nanar punggung eomma-nya
yang semakin menjauh. Pandangannya mengabur karena air matanya sendiri.
Min Ji segera menolehkan wajahnya ke samping saat kedua matanya
menangkap sosok Sungmin yang tiba-tiba berada di depan pintu dan masuk
ke dalam ruangannya ketika eomma Min Ji baru saja membuka pintu yang terbuat dari kayu itu
“Kau mendengarkan pembicaraan kami?” tanya wanita paruh baya itu dengan ketus.
“ Bukan mendengarkan, hanya tidak sengaja terdengar, Nyonya Hwang..”
Eomma Min Ji berdecak sebal dan melangkah lebih cepat meninggalkan ruangan itu.
“Gwaenchana?” tanya Sungmin, dingin.
Min Ji menghirup udara dalam-dalam dan
menatap mata Sungmin. “Entahlah,” jawabnya sambil berlalu ke meja
kerjanya. Tatapan Sungmin berubah. Melihat Min Ji yang pandangannya
kosong itu sedikit membuatnya merasakan nyeri di bagian dadanya.
“Urusanmu sudah selesai, Sungmin-ssi?” tanya Min Ji dengan nada yang datar.
Sungmin mengangguk sekali dan berjalan menedekati Min Ji.
“Bisa antar aku pulang?”
Lagi-lagi Sungmin mengangguk. Dengan lesu, Min Ji beranjak dari tempatnya dan berjalan mendahului Sungmin.
Sungmin POV
Aku hanya bisa menatap punggungnya,
berjalan beberapa langkah di belakangnya dan mengawasinya. Aku tidak
menyangka bahwa Min Ji mati-matian meminta restu dari orang tuanya untuk
menikah dengan Kyuhyun. Sepertinya Kyuhyun benar-benar menipunya.
Telak. Dan kurasa Min Ji benar-benar mencintai Kyuhyun.
Min Ji duduk di kursi sebelah pengemudi.
Dia memakai sabuk pengamannya dan menatap keluar jendela dengan
pandangan kosongnya. Aku pun duduk di tempatku, di belakang kemudi.
“Min Ji-ssi, gwaenchana?” tanyaku pelan.
Min Ji mengangguk tanpa menoleh ke arahku.
Aku diam, tidak menghidupkan mesin
mobilku juga tidak menggunakan sabuk pengamanku. Aku hanya memperhatikan
wajahnya yang sendu itu. Bercak darah masih menghiasi sudut bibirnya.
Sebenarnya ada apa dengan hubungan anak dan ibu ini? Kenapa ibunya bisa
dengan entengnya menampar putri satu-satunya itu? Bahkan sampai tiga
kali. “Ini.” Kuberikan sapu tangan berwarna biru muda padanya.
Ia menatapku heran dan mengacuhkan tanganku yang sudah terulur. “Wae?” tanyanya.
Aku diam. Aku tidak bisa menggerakan
tubuhku, lidahku bahkan untuk sekedar meneguk liur pun aku tak bisa. Aku
baru menyadari apa yang sedang kulakukan sekarang. Harusnya aku tidak
seperti ini. Tapi lagi-lagi aku merasakan denyutan nyeri di dadaku saat
melihat wajahnya yang sendu. Tangan kiriku terulur dengan sendirinya dan
menelusuri pipi kanannya, membersihkan bercak darah yang ada di sana
dengan perlahan. Tanganku beralih ke leher jenjangnya, menariknya
mendekatiku. Lambat laun jarak antara kami semakin menipis. Setetes
cairan bening meluncur begitu saja dari sudut matanya yang bulat. Segera
kuseka cairan itu dengan ibu jariku. Kumiringkan kepalaku sedikit ke
kiri, dan aku melakukannya lagi. Untuk yang ketiga kalinya, aku mengecup
bibirnya. Aku tidak berniat melepaskan bibirku yang sudah lebih dari
tiga detik menempel dibibirnya ini. Min Ji pun hanya diam, bahkan air
matanya masih menetes. Kami terus pada posisi kami sekarang hingga
seseorang datang dan mengetuk-ngetuk jendela mobil dibelakangku dengan
kencang. Min Ji segera menarik tubuhnya dan matanya membulat.
“Eom.. eomma?” gumamnya. Wajahnya ketakutan setengah mati seperti seorang pembunuh yang sedang dipergoki.
Aku pun menoleh kearah jendela depan dan melihat eomma Min Ji yang sedang berjalan ke sisi mobil yang satunya dengan nafas yang memburu dan emosi yang membuncah.
“Min Ji!! buka pintunya!!” teriak eomma Min Ji yang terdengar dalam karena suaranya teredam oleh jendela mobil.
Min Ji memeluk lengan kananku, menghindari tatapan eomma-nya yang kuakui sungguh menusuk itu. Eomma
Min Ji memaksa membuka pintu dan ia juga memaksaku untuk membukakan
pintu yang kukunci dari dalam itu. Aku pun melakukannya dan dalam
sepersekian detik, pintu itu sudah terbuka lebar.
“HWANG MIN JI!! Beraninya kau!!” bentak eomma Min Ji sambil menarik lengan Min Ji dengan kasar.
“Sungmin, tolong aku..” pinta Min Ji,
lirih. Tapi apa dayaku. Beberapa detik setelahnya wanita paruh baya itu
telah berhasil menyeret Min Ji keluar dari mobil dan mulai memukuli Min
Ji dengan tas jinjing di tangannya.
Aku segera melesat keluar dari mobilku dan hendak melerai kebrutalan yang sedang terjadi, tapi sulit.
“KAU!! Eomma menyuruhmu untuk
menyelesaikan masalah ini, kenapa kau malah memperburuk semuanya?!”
Wanita Itu terus melayangkan pukulannya ke arah Min Ji, dan gadis yang
sedang dipukuli itu malah diam, bahkan ia tidak mencoba menahan pukulan
itu. Tidak berusaha melindungi kepalanya yang sejak tadi jadi sasaran
pukulan.
“CUKUP, EOMMA!!” Akhirnya Min Ji bersuara, ani
maksudku membentak. Ia menengadahkan kepalanya, dan kulihat darah segar
mengalir dari pelipisnya. Mungkin karena terkena bagian samping tas
jinjing yang dilapisi besi berwarna emas itu. Mata nyonya pemilik rumah
sakit itu membulat.
“Min.. Min Ji-ya, gwaenchana?” ucapnya tergagap. Tangannya terulur untuk meraih wajah Min Ji, namun putrinya itu menepis tangannya dengan kasar.
“Eomma baru bertanya sekarang? Sejak dulu aku tidak pernah baik-baik saja, Eomma?! Saking seringnya Eomma dan Appa memukuliku,
aku jadi tidak merasakan sakit lagi!” Nafas Min Ji memburu. Ia menatap
ibunya dengan tajam. Aku hanya berdiri di tempatku. Ini bukan urusanku,
tidak seharsunya aku ikut campur.
“Apa maksudmu, Ji-ya?”
“Sepatuh apapun aku pada kalian, semuanya
tetap salah di mata kalian. Mulai hari ini, jangan harap aku akan
menuruti keinginan kalian lagi. Kurasa aku sudah cukup dewasa untuk
menentukan pilihanku sendiri.” Lagi-lagi air mata menetes dari sudut
matanya.
“Aku pergi dulu. Mianhaeyo, Eomma..” Min Ji membungkukkan badannya dan berbalik meninggalkan eomma-nya yang tampaknya masih menyesal.
“Min Ji..”
“Nan gwaenchana, Eomma..” sahut Min Ji tanpa menoleh sedikit pun. Ia berjalan menuju mobil lalu duduk diam di dalamnya.
“Ada apa dengannya? Itu pertama kalinya
Min Ji membentakku ibunya sendiri, biasanya Min Ji hanya diam saat
sedang dimarahi, tapi kali ini dia melawan. Biasanya Min Ji selalu
patuh, terlepas dari suka ataupun tidak dengan keputusanku, tapi hari
ini dia menentangnya. Apa caraku salah? Dia anakku satu-satunya, dan aku
hanya ingin yang terbaik untuknya. Kenapa aku jadi melukainya?” tanya
Nyonya Hwang yang kurasa itu ditujukan padaku.
Aku pun mendekatinya. “Kuakui tadi itu sedikit kasar, tapi—”
“Tolong temani Min Ji sampai dia tenang
dan katakan padanya, aku minta maaf.” Dengan lesu Nyonya Hwang menyetop
sebuah taksi dan dia pergi begitu saja.
Aku pun kembali ke mobil berwarna hitamku
yang terparkir beberapa langkah di belakangku. Aku berjalan menuju sisi
mobil tempat Min Ji duduk, kuambil beberapa helai tisu dan hendak
membersihkan darah yang mengalir di wajah Min Ji, namun tiba-tiba dia
memelukku. Memelukku dengan sangat erat dan tangannya meremas kemejaku
dengan kuat.
“Mianhae, Eomma. Mianhae…”
Gadis ini terlalu baik. Dia menyesal telah membentak ibunya.
~~~
Kuparkirkan mobilku tepat di depan
rumahku. Min Ji sudah tidur dengan pulas. Kulepaskan sabuk pengamanku,
keluar dari mobil dan berjalan ke sisi satunya. Dengan perlahan kubuka
pintunya dan kulepaskan sabuk pengaman yang melintang ditubuh Min ji.
Aku membopongnya masuk ke dalam rumah dan membaringkannya di tempat
tidur di kamarnya. Saat baru saja kubaringkan tubuhnya di atas kasur dan
hendak pergi, Min Ji menahan tanganku.
“Gomawo, Sungmin-ssi..” Suaranya agak serak.
Kuputuskan untuk berbaring di sebelahnya
dan menghadapkan tubuhku ke arahnya. Tanganku kembali menyentuh wajahnya
dan menghapus setiap tetes air mata yang kembali menetes dari matanya.
“Wae?” tanyanya lagi. Hari ini, aku juga bingung kenapa aku bisa sebaik ini padanya.
“Anggap saja ini layanan gratis karena
kau sudah membantuku dan Kyuhyun,” jawabku sambil mengelus puncak
kepalanya. Kemudian ia bergulum ke dalam pelukanku. Memelukku dengan
sangat erat sambil menyembunyikan wajahnya di dadaku. Dengan ragu, aku
membalas pelukannya. Mendekapnya dengan erat. Kurasakan nafasnya mulai
teratur dan ia kembali tertidur.
Melihat kejadian tadi, sepertinya
hubungan antara Min Ji dan orang tuanya cukup rumit. Dan apa Kyuhyun
tahu kalau awalnya orang tua Min Ji tidak merestui pernikahan mereka?
Sudahlah, itu bukan urusanku. Yang penting Saeny bisa bersama Kyuhyun
sekarang.
Setelah beberapa jam tertidur, Min Ji
menggeliat dan membuka matanya. Perlahan kulepaskan pelukannku dan
menciptakan kembali jarak antara kami yang sebelumnya musnah.
“Tadi eomma-mu menitipkan salam, dia bilang dia minta maaf.” Mendengar nama eomma-nya disebut, mata Min Ji kembali meredup.
“Benarkah?” tanyanya tak bernafsu.
“Mmm.”
“Sungmin-ssi, apa ceritanya
masih panjang? Bolehkah aku berhenti sekarang? Aku tidak akan memaksa
Kyuhyun berpisah dengan Saeny. Aku akan melepaskannya, bahkan kalau
perlu, aku akan menjelaskan semuanya pada keluarga Kyuhyun, “ jelasnya
tersendat-sendat karena ia menangis sesenggukan.
“Andwae, Min Ji-ya!! Tidak akan semudah itu. Meskipun akan sangat sakit, aku mohon bertahanlah.”
Seketika wajahnya berubah dingin. Dan kami tenggelam dalam kebisuan.
“Oppa, kau di rumah?” Terdengar
teriakan Saeny yang semakin medekat. Lalu tak lama kemudian, terdengar
suara pintu yang dibuka. Itu pintu kamar sebelah, tepatnya kamarku. Aku
dan Min Ji melonjak bangun dan duduk di atas kasur.
“Oppa?” panggil Saeny lagi.
Suara langkah kakinya semakin mendekat
dan tiba-tiba saja Min Ji yang berada sedikit di belakangku menarik
lenganku. Dengan cepat tangan yang satunya meraih belakang kepalaku dan
dia menempelkan bibirnya di bibirku. Dia sedikit bernafsu menciumiku.
Aku tidak bisa melakukan apapun selain melingkarkan tangan kananku di
pinggangnya, menjaga agar keseimbanganku tidak goyah. Kali ini semuanya
berbalik. Jika biasanya aku yang diam-diam mencium gadis ini, kali ini
dia yang melakukannya padaku.
‘Ceklek..’
“Ahh, mianhae. Aku hanya ingin memastikan Oppa di rumah. Aku tidak bermaksud mengganggu kalian.” Suara Saeny menghentikan aktivitas Min Ji yang di luar dugaanku.
Sontak aku menatap ke arah pintu lalu
sedetik kemudian aku beralih menatap Min Ji. Kini tangannya memegangi
bagian atas kemejanya, merapatkan baju yang sedikit memperlihatkan
bagian tubuhnya karena dua kancing paling atas terbuka. Bukan aku yang
melakukannya tentunya, tapi dia sendiri. Entah kapan dia melakukannya.
Dan untuk apa?
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Kyuhyun tak habis pikir. Tersirat perasaan kaget sekaligus kecewa di wajahnya.
“Menurutmu? Kami sepasang kekasih bahkan
sebentar lagi akan menikah, apa itu salah?” sahut Min Ji sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang kuyakini tidak gatal. Kulihat Saeny
kebingungan, dia menatap Min Ji dan Kyuhyun bergantian.
“Eonni benar, Oppa. Kau jangan munafik, kita juga kan pernah melakukan hal seperti itu,” ujar Saeny polos.
“Kau benar, Sae-ya. Aku hanya
terkejut melihat Min Ji bisa seperti itu.” Suara Kyuhyun terdengar aneh,
dan saat berbicara ia menatap Min Ji dengan tajam.
“Kau berlebihan, Kyuhyun-ah.”
Min Ji mengancingkan kemejanya lagi, mengikat rambutnya dan menyandarkan
kepalanya di bahuku. Sesuai skenario, aku pun tersenyum lalu merapikan
rambutnya yang sedikit berantakan.
“Kalian tidak bekerja? Tidak biasanya
kalian ada di rumah saat sore seperti ini.” Sambil mengamit lengan
Kyuhyun, Saeny berjalan mendekati kami.
“Ne, kami bolos. Hahaha!” sahutku sambil tertawa renyah. Tatapan tajam Kyuhyun masih setia mengawasi aku dan Min Ji.
“Sae-ya, bisakah kau membuatkan
empat cangkir kopi? Sepertinya ini waktu yang tepat untuk minum kopi
bersama. Kita jarang kumpul seperti ini saat sore.”
Saeny mengangguk setuju lalu melenggang
keluar kamar dengan riang. Kyuhyun melipat kedua tangannya di depan dada
dan menatap aku dan Min Ji bergantian.
“Aku mau bantu Saeny dulu.” Min Ji
beranjak dari kasur dan melangkahkan kakinya untuk keluar kamar. Tapi,
baru selangkah ia melewati Kyuhyun, namja itu menarik lengan Min Ji.
“Wae, Kyuhyun-ah? Kau
marah? Ayolah, ini permainanmu sendiri. Dan lagi, aku harus melakukan
ini agar semuanya berakhir dengan sempurna sesuai keinginan kalian. Iya
kan?”
Kyuhyun melepaskan tangannya begitu saja.
Aku merasakan jantungku berdetak cepat. Kata-kata itu.. Ani..Ani.. pasti hanya kebetulan. “Itu benar, Kyuhyun-ah. Lebih baik kita ke taman belakang sekarang, jangan sampai Saeny mendengar percakapan kita.”
Kyuhyun mengangguk pelan, kemudian aku
dan Kyuhyun turun ke bawah menuju taman belakang rumah, menunggu Saeny
dan Min Ji datang dengan sebuah nampan berisikan empat cangkir kopi.
Kini kami duduk bersama di atas hijaunya
rumput yang tumbuh rapi di belakang rumahku. Saeny duduk disebelah
Kyuhyun, dan aku duduk di sebelah Min Ji. Saeny terlihat sangat
menikmati suasana ini, sejak tadi ia tidak henti-hentinya tertawa.
Senang rasanya melihat Saeny seperti itu. Lain halnya dengan Saeny, Min
Ji terlihat sangat lelah. Dia memegang cangkir kopinya tanpa nafsu.
Hanya memandangi cairan hitam pekat itu sambil bolak balik menghela
nafas dalam-dalam.
Kuletakan cangkir kopiku yang hanya
tersisa ampas kopi didalamnya. Kutekuk satu kaki kananku yang tadinya
kulonjorkan, menyandarkan punggungku di pohon besar yang berdiri kokoh
dibelakangku lalu perlahan aku meraih kepala Min Ji dan menyandarkannya
didadaku. Min Ji melingkarkan tangannya dipinggangku, memelukku dari
samping. Ia kembali menghela nafas dan memejamkan matanya seraya
melepaskan oksigen yang telah berubah menjadi karbon dioksida itu ke
udara.
“Kau lelah?” tanyaku lembut. Ini hanya skenario dadakan yang tiba-tiba terlintas di kepalaku. Ahh, ani. Harus kuakui, aku memang merasa iba padanya sekarang.
Min Ji menganggukan kepalanya. “Sangat,” jawabnya pelan.
Kuusap puncak kepalanya dan menciumnya.
Aku segera mengangkat daguku yang tadinya kuletakan diatas kepala Min Ji
saat kurasakan sebuah tatapan menusuk dari depanku. Kyuhyun. Dia
memandang tajam ke arahku dan Min Ji.
“Oppa, waeyo?” Suara Saeny
menghentikan aksi tatap menatap antara aku dan Kyuhyun. Dengan cepatnya
Kyuhyun mengatasi kondisi ini, dia tersenyum lalu memeluk Saeny.
Min Ji membuka matanya, menatap miris
pada pasangan itu. Kuperhatikan wajah gadis yang berada dipelukanku ini.
Tiba-tiba air mata menggenang dipelupuk mata indahnya. Kuikuti arah
pandang Min Ji dan aku mengerti. Aku mendapati Kyuhyun dan Saeny sedang
mempertemukan bibir mereka dengan lembut dan hangat. Seolah sadar sedang
diperhatikan, Min Ji menengadahkan kepalanya dan mata kami saling
bertemu. Air matanya meluncur begitu saja dari sudut matanya.
Segera kuhapus cairan bening di wajahnya
itu dengan ibu jariku dan setelahnya aku mendekatkan bibirku ke
telinganya. “Kau akan membantuku kan?” bisikku pelan.
Min Ji mengangguk meskipun kurasa ia terpaksa. Setelah aku mengetahui hubungan antara Min Ji dan eomma-nya,
kurasa tidak ada gunanya aku bersikap kasar padanya. Setidaknya ia
tidak akan begitu tertekan dan tidak akan menghancurkan semuanya ketika
suatu saat emosinya meledak sebelum cerita ini sampai pada akhirnya. Dan
lagi, dia terlalu baik. Tidak marah saat tahu Kyuhyun telah menipunya,
malah bersedia menjadi artis dalam ceritaku dan Kyuhyun. Bahkan gadis
ini rela ditampar dan dipukuli ibunya demi melindungi sahabat yang telah
menusuknya dari belakang itu.
Kyuhyun dan Saeny bangkit dari tempat
mereka dan berjalan menuju pohon besar yang letaknya beberapa meter
dibelakang tempat kami sekarang. Kedua orang itu terus menjauh dan
terlihat mengecil seiring bertambahnya jarak yang terpaut antara mereka
dan pandanganku.
“Min Ji-ssi, boleh aku
bertanya?” Aku menatap Min Ji lekat-lekat. Ada yang membuatku merasa
janggal. Kenapa Min Ji menciumku tadi? Padahal meskipun ia tidak
melakukannya, mengingat posisi kami yang berada di ruangan yang sama
tadi. Itu sudah cukup meyakinkan bahwa kami ini sepasang kekasih.
“Apa?” Suaranya lemah. Dan selemah
suaranya, dia menegapkan posisinya, melepaskan pandangannya ke arah
bunga-bunga yang tumbuh indah di hadapan kami.
“Kenapa kau menciumku tadi? Dan lagi kau
sampai melepas kancing bajumu. Kau tahu? Saeny pasti berpikiran buruk
tentangku. Aku tidak pernah melakukan hal semacam itu sebelumnya.”
Perlahan Min Ji menoleh kearahku, memaksakan sebuah senyuman yang terlihat menyedihkan dengan ekspresinya saat ini. “Mianhae,
aku hanya tidak ingin Kyuhyun tahu kalau aku menangis dan menyadari
luka lebam di pipiku juga goresan dipelipisku ini. Kyuhyun orangnya
mudah emosi. Melihatku seperti tadi dia pasti marah dan benarkan? Dia
tidak menyadari semuanya,” jawabnya masih dengan senyuman memilukan itu.
Aku benar-benar tidak percaya ada orang seperti dia. Kyuhyun-ah,
sepertinya kau salah pilih orang. Tidak seharusnya kau menggunakan Min
Ji sebagai kedokmu. Tidak seharusnya kau menggunakan gadis yang sungguh
sangat menyayangi dan memahamimu ini sebagai korban.
“Wae?” Suara Min Ji menyadarkanku dari lamunanku. Dia menatapku bingung.
“Ne?”
“Kenapa menatapku seperti itu?” tanyanya.
Benarkah? Benarkah sejak tadi aku menatapnya? Aish. “Aniya. Itu, pipimu terlihat bengkak. Apa mau di kompres?” Hanya itu yang terlintas di otakku. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
Min Ji menggeleng pelan. “Aku bisa sendiri. Ng.. Sungmin-ssi..,” panggilnya ragu.
“Apa?”
“Mmm, bisakah kau seperti ini
setiap hari? Tidak bersikap keras padaku meskipun tidak sedang di depan
Saeny? Bersikap baik padaku bukan hanya karena layanan gratis semata?
Meskipun berpura-pura, bisakah kau bersikap baik padaku? Setidaknya agar
aku bisa sedikit nyaman di rumah ini..”
Aku tercengang mendengarnya. Apa aku
sekeras itu padanya? Sepertinya iya. “Meskipun berpura-pura? Kau tidak
keberatan meskipun seandainya aku hanya berpura-pura?”
“Dibandingkan dengan pernikahan yang
pura-pura, itu sama sekali tidak terlihat menyeramkan. “ jawabnya yang
lagi-lagi mengacaukan kerja jantungku dengan sempurna.
Min Ji-ya, belum sampai dua
bulan di rumahku, kau sudah menghancurkan pendirianku. Sebelum ini, aku
selalu menganggapmu sebagai orang yang menyedihkan. Tidak bisa
mempertahankan hakmu dan kupikir kau adalah orang yang munafik. Tapi
hari ini, kau mengubah semuanya. Kau semakin terlihat lemah dan
menyedihkan, membuatku ingin melindungimu. Haha, lucu sekali. Ini sangat
bertolak belakang. Jangan sampai aku menghancurkan rencanaku sendiri.
“Otte?” tanyanya yang lagi-lagi menyeretku keluar dari lamunanku. Kini kedua matanya yang sendu menatapku lekat-lekat.
“Akan aku coba..”
“Gomawo..” Gadis ringkih itu
kembali menatap bunga-bunga di depan kami. Dia mendekap dirinya sendiri
saat angin sore berhembus lembut. Hembusan angin itu mengukir senyuman
kecil dibibirnya dan meniup setiap helai rambut berwarna hitam
kecoklatan itu dengan indah, membuatku terpana menatapnya. Lee Sungmin,
hati-hati dengan permainanmu sendiri.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar