Pengikut

Rabu, 16 Mei 2012

Waiting…

Judul: Waiting…
Penulis: @shvla731
Cast: Kim Heechul, Kang Soeun, Kim Jongwoon a.k.a Yesung
Genre: Romance
Length: one shoot

Setiap detik yang aku lalui adalah menunggu. Setiap nafas yang kuhela adalah sebuah penantian. Penantian atas cintanya, cinta seorang gadis bernama Kang Soeun. Cinta dari dari sahabatku. Entah sudah berapa kali kunyatakan cinta pada gadis itu dan berapa kali pula dia hanya mendiamkanku.
“Ya! Kim Jongwoon jangan melamun.” Seru Heechul di telingaku, aku hanya tersenyum samar. “Apa yang kau pikirkan, huh?” tanya Heechul dan tak lama kemudian kulihat Soeun muncul dari belakang.
“Hehe tidak ada hyung, hanya saja akhir- akhir ini tugas kuliah sangat banyak.” Lagi lagi mataku tak bisa lepas memandang Soeun. Heechul manggut- manggut mengerti lalu tangannya melingkar di bahu Soeun membuatku sedikit cemburu. Ah, apa yang kupikirkan.
Kami bertiga adalah sahabat tak terpisahkan sejak masuk kampus ini. Heechul lebih tua dari aku dan Soeun, sementara aku dan Soeun seumuran.
“Yesung-ah kau perlu refreshing. Pergilah ke konser ballad akhir pekan ini.” kata Soeun yang langsung membuat hatiku sejuk. Aku sangat senang dia masih ingat bahwa aku menyukai lagu ballad. Dan dia memanggilku Yesung seperti biasanya, haha dia bilang suaraku sangat mengagumkan karena itu dia memanggilku Yesung. Aku tersenyum lalu Soeun merogoh tasnya “ini aku punya dua tiket, pergilah bersama Heechul oppa.” Soeun menyodorkan dua tiket itu padaku namun tak segera kuambil.
“Aku dan hyung? Kenapa tidak kau dan hyung saja?” bukankah Soeun memang lebih dekat dengan Heechul dan mereka berdua sering bersama.
“Aku sudah ada janji dengan Hyera.”
“Tapi….” belum sempat kulanjutkan, Heechul segera menyambar tiket di tangan Soeun.
“Masa kau tidak ingin pergi denganku?” Heechul menatapku tajam “ayolah, aku juga ingin refreshing, kan kita sudah lama tidak pergi bersama sejak gadis ini banyak menyita waktuku.” Heechul menatap Soeun, Soeun yang ditatap hanya memajukan mulutnya tampak sangat menggemaskan. Dan lagi- lagi aku hanya dapat tersenyum samar melihat itu.
Ada apa ini, kenapa aku cemburu melihat kedekatan mereka? Bukankah kita bertiga memang bersahabat sangat dekat. Walau aku sepenuhnya menyadari kalau Soeun memiliki kedekatan yang lebih kepada Heechul dibandingkan denganku.
Malam itu aku dan Heechul pergi ke konser ballad berasama. Aku sangat menikmatinya namun berbeda dengan Heechul, dia tampak sangat bosan bahkan ia sempat tertidur beberapa menit. Dan konserpun berakhir, Heechul nampak girang. Kami meninggalkan gedung, menyusuri jalan menuju gedung apartemen kami. Ya, apartemen kami ada di satu gedung. Apartemenku dan Soeun ada di satu lantai semetara Heechul di lantai yang berbeda.
“Jongwoon, aku akan pergi wamil.” Kata Heechul tiba- tiba mengejutkanku.
“Kau sedang tidak bercanda kan hyung?” Heechul masih terus berjalan tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di hadapannya.
“Appaku sudah mendaftarkanku dan aku akan segera masuk pelatihan wamil 1 bulan lagi.” Heechul tampak sedang menahan perasaannya.
“Bagaimana dengan Soeun? Hyung, wamil itu dua tahun” entah mengapa yang ada di pikiranku justru Soeun. Gadis itu sudah terlalu tergantung pada Heechul. Mereka nampak sangat mesra dan selalu bersama. Setiap orang yang melihatnya pasti menganggap mereka sepasang kekasih.
“Karena itu aku menceritakan ini padamu. Aku ingin kau menjaga Soeun selama aku wamil.”
“Hyung tolong jangan main- main. Kau sudah mengatakan ini pada Soeun?” kataku tak habis pikir.
“Aku akan mengatakannya setelah kau menyetujui untuk menjaga Soeun.” Heechul diam sejenak, akupun tak bermaksud berkata apa apa. “Kau tahu kan Soeun itu sangat lemah. Dia sangat mudah down. Kau ingat saat sahabatnya pergi untuk sekolah ke China? Dia murung berhari- hari dan aku harus susah payah mengembalikan semangatnya. Dia gadis yang manja dan menyenangkan.” Ujung mataku menangkap senyum Heechul.
“Entahlah hyung, aku tidak yakin.” Kutundukkan kepalaku membayangkan wajah Soeun.
“Kau hanya perlu menggantikan tempatku selama dua tahun. Buatlah senyuman diwajahnya, goda dia sampai dia cemberut seperti yang sering aku lakukan. Jaga perasaannya, tunjukkan tingkah konyolmu di hadapannya seperti yang sering aku lakukan. Tunggu dia di taman kampus dan pulang bersama. Dan…..” Hechul nampak diam sejenak menerawang langit malam yang cerah “nyanyikan lagu untuknya sebelum tidur seperti yang sering aku lakukan. Haha, suaramu lebih bagus Jongwoon, dia lebih suka suaramu.” Heechul menepuk pelan pundakku.
“Aku bukan kau, Hyung. Aku dan kau tentu berbeda.”
“Tapi aku dan kau sama sama sahabatnya” Heechul tersenyum ke arahku.
“Sudahlah hyung, aku tak ingin membahas ini.” bagaimana mungkin hatiku senang dan bingung disaat bersamaan.
Aku senang karena dengan ini aku bisa semakin dekat dengan Soeun, tapi aku bingung bagaimana mungkin aku menggantikan posisi Heechul? Aku ingin Soeun melihatku sebagai Kim Jongwoon, bukan Kim Heechul. Dan mana mungkin Soeun akan menerima kehadiranku yang tiba- tiba menggantikan apa yang biasa dilakukan Heechul untuknya. Aku memang sahabatnya seperti Heechul, tapi tentu kedekatan mereka selama ini membuat Heechul mempunyai tempat tersendiri dan arti tersendiri bagi Soeun. Ini konyol sekali.
***
Setelah malam itu, Heechul mengatakan rencananya pergi wamil kepada Soeun. Dan Heechul benar benar mengatakan bahwa aku akan menjaga Soeun selama ia pergi, bahwa aku yang akan menggantikan posisi Heechul dan aku yang akan melakukan semua yang Heechul lakukan untuk Soeun. Aku pikir namja itu pasti sudah tidak waras. Saat aku bertanya padanya kenapa dia ingin aku melakukan semua yang biasa ia lakukan, dia hanya bilang kalau dia tidak ingin Soeun merasa ia pergi meninggalkannya. Maksudku, aku bisa menjaga Soeun dengan caraku sendiri, sebagai Kim Jongwoon.
Seminggu sebelum keberangkatannya, Heechul lebih banyak menghabiskan waktu bersama Soeun. Di malam terakhir sebelum ia masuk pelatihan, kami pergi makan malam bertiga. Saat itu aku mulai merasakan mata Soeun berubaha sendu.
Dan tibalah hari dimana Heechul akan masuk pelatihan wamil. Dia tidak ingin kami mengantarnya ke camp. Jadi pagi itu aku dan Soeun mengantar Heechul sampai halte saja. Heechul akan menggunakan bis untuk sampai di camp dan orangtuanya sudah menanti camp.
“Kau yakin akan pergi?” tanya Soeun.
“Tentu saja, ini kewajibanku sebagai warga korea.” Heechul mengacak pelan rambut Soeun.
“Aku dan Yesung akan kesepian tanpamu.”
“Kalau begitu ajak Hyera bersama kalian.” Heechul mengehela nafas panjang lalu mengalihkan pandangan ke arahku. “Jongwoon, kau harus ingat pesanku. ” Heechul menepuk pundakku.
“Ne hyung. Jagalah kesehatanmu dan istirahat cukup.” Aku memeluk Heechul sebelum berangkat.
“Aku berjanji akan menemui kalian di halte ini 2 tahun lagi. Karena itu kalian harus menungguku. Arasseo?”
“Ne oppa” Soeun memeluk Heechul.
Bis Heechul datang dan ia segera naik agar tak membuang waktu. Bis melaju dengan kecepatan sedang, mengantarkan sahabat kami, hyung dan oppa kami, serta saudara kami menjalankan kewajibannya. Kewajiban yang ingin segera ia tuntaskan sebagai warga negara yang baik walau harus dengan meninggalkan kenyamaan dan orang orang yang dicintai. Karena itu kami akan menunggunya, menunggunya menuntaskan kewajibannya. Kami akan menunggunya dengan bangga.
***
Aku dan Soeun ada mata kuliah yang sama hari ini. aku duduk di sampingnya dan Hyera, menemaninya makan siang di kantin kampus, menemaninya ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas, menemaninya menghirup udara segar di taman, dan mengantarnya pulang sampai depan pintu apartemennya. Aku selalu berusaha agar dia tidak merasa ada yang hilang di hari- harinya. Aku benar benar menggantikan posisi Heechul dengan selalu berada di sampingnya.
Dan tanpa terasa kami berhasil melewati 1 bulan tanpa kehadiran Heechul di tengah tangah kami walau tawanya masih saja terngiang di telinga dan senyumnya selalu terbayang di pelupuk mata kami.
Malam itu, aku baru akan beranjak naik tempat tidur ketika ponselku berdering dan ada nama Soeun di layarnya maka segera kuangkat.
“Yoboseyo” kataku menyapa.
“Yesung, aku rindu Heechul oppa” suara Soeun terdengar bergetar jadi kusimpulkan dia sedang menangis.
“Kau mau aku menemanimu?” kataku menawarkan. Setidaknya jika ada aku di sampingnya kami dapat membagi rasa rindu itu bersama.
“Ne, aku di taman sekarang.”
“Mwo? Taman? Malam malam begini?” tanpa pikir panjang segera kututup telepon, menyambar mantelku dan berlari ke taman depan. Seoul sedang dingin dinginnya sekarang, suhu dapat mencapai minus di malam hari dan Soeun malah sedang di taman.
Aku menemukan Soeun sedang duduk di sebuah bangku taman putih di samping ayunan. Aku mendekat padanya untuk meraih tangannya.
“Yesung?” Soeun bingung karena aku langsung menarik tangannya begitu saja.
“Ayo masuk, di sini dingin sekali kau bisa sakit.”

Aku dan Soeun berjalan masuk. Ketika melewati lobby petugas receptionist memanggil Soeun.

“Nona Kang, ada surat untukmu.” Soeun meraih amplop yang disodorkan pertugas itu.
“Ne, gamsahae” Soeun dan aku sedikit membungkuk lalu berjalan menuju lift.
Aku dan Soeun masuk ke dalam apartement Soeun lalu duduk di ruang depan untuk membaca bersama surat yang baru saja diterima Soeun.

Soeun, aku harap kau membacanya bersama Jongwoon. Jika kau sedang tidak bersama Jongwoon, panggil dia sekarang. aku tau dia akan segera datang untukmu karena dia sudah berjanji padaku.
Jadi sekarang kalian sudah bersama untuk membaca surat ini? Baguslah.
Hei, apa kabar kalian? Jongwoon-ah jangan  mudah stres seperti itu tetaplah semangat. Dan kau Soeun-ah jangan merepotkan Jongwoon dengan tangisanmu.
Kalian menanyakan kabarku? Aku? Tentu saja baik. Di sini sangat menyenangkan, aku bertemu banyak orang dengan latar belakang yang berbeda, mereka sangat baik dalam bekerja sama.
Setiap pagi aku harus melaksanakan upacara, dan semuanya serba dibatasi. Semuanya mempunyai waktu yang sudah ditentukan. Kalian tau kan untukku yang lebih sering hidup santai begitu, ini sangat membuatku terkejut.
Oh ya, hari ini aku baru belajar menembak dan aku rasa aku menyukainya. Ini sangat menyenangkan dan menantang. Ketika mendengar bunyi peluru yang kutembakkan melesat membuatku sangat senang.
Ya, di sini memang melelahkan tapi  aku sungguh tidak bohong kalau ini sangat menyenangkan.
Sudah ya, aku tidak dapat bicara banyak, untuk menulis surat ini aku harus mencuri curi waktu. Ingat jaga kesehatan kalian.
Love,
Kim Heechul

Soeun tampak menyeka ujung matanya. Kurangkulkan tanganku di pundaknya dan membiarkannya menyandarkan kepalanya di pundakku.
Surat Heechul terus datang di bulan bulan berikutnya. Tidak jarang kami yang menjenguknya ke camp pelatihan dan Heechul nampak lebih tampan dan sehat setiap kami mengunjunginya. Dari cerita ceritanya kami tau dia sangat senang dengan keputusannya untuk segera wamil. Dia juga sangat suka menembak. Beberapa bulan di camp pelatihan, dia mendapat posisi utama dalam grup menembak itu sangat membuatnya senang.
Aku dan Soeun semakin dekat karena sebisa mungkin aku berusaha selalu ada di sampingnya. Ketika Soeun sedang merindukan Heechul, dia meneleponku dan memintaku bernyanyi sebuah lagu untuknya. Dia bilang dia selalu suka suaraku dan semakin menyukainya setiap dia mendengar suaraku.
Tanpa terasa, sudah hampir 2 tahun Heechul menjalani pelatihan wajib militer. Tiga bulan menjelang akhir pelatihan wajib militer yang dijalani Heechul, ia mengirimi kami surat.

Soeun, Jongwoon. Ah, hampir 2 tahun. Aku tak sabar menikmati duduk duduk di taman kampus bersama kalian lagi. Aku tidak sabar makan siang di kantin kampus bersama kalian.
Oh ya Jongwoon, kudengar adik kelasku Kang Soeun sedang mengerjakan tugas akhirnya? Aih, adik kelas macam apa itu, tidak sopan. Bagaimana mungkin dia akan lulus lebih dulu dari pada aku kakak kelasnya. Haha, cepat selesaikan tugas akhirmu Soeun. Aku ingin segera mendapat kiriman fotomu bersama surat kelulusan darimu.
Dan kau Jongwoon, jangan terlalu asyik menyanyi. Cepat kerjakan tugas akhir mu dan segera lulus. Setelah lulus kau akan lebih bebas bernyanyi.
Soeun, waaaah apa kau masih sering menangis karena merindukanku? Tenanglah, sebentar lagi aku akan segera kembali. Dan kalian harus ingat untuk menungguku. Kalian masih ingat janji kalian itu kan? Awas kalau sampai nanti aku pulang kalian tidak menyambutku! Yang Mulia Heechul bisa sangat murka pada kalian berdua!
Love,
Kim Heechul
***
Berita besar tersebar di seantero Korea. Korea Utara melancarkan serangan ke daerah perbatasan Korea Selatan. Itu sangat mengejutkan bagi kami walaupun kami tau bahwa suatu saat nanti hal itu pasti terjadi mengingat Korea Utara memang sudah mempersiapkannya sejak waktu yang lama. Anehnya, kenapa ini harus terjadi saat tinggal satu bulan  lagi Heechul menyelesaikan pelatihan wajib militernya?
Hal yang semakin mengejutkan adalah nama Heechul terdaftar sebagai tentara yang dikirimkan ke daerah perbatasan. Soeun tentu lebih terkejut dari pada aku. Tidak hanya terkejut, dia pun tampak sedih, dia sudah membayangkan Heechul akan segera kembali di tengah tengah kami. Maka hari itu, aku dan Soeun mencari kebenaran dengan menanyakannya ke camp pelatihan wamil.
Dari keterangan kepala pusat pelatihan, kami akhirnya benar benar yakin bahwa Heechul memang tengah ditugaskan ke daerah perbatasan. Karena kemampuan menembaknya yang luar biasa, pusat pelatihan mempercayakannya untuk ambil bagian mempertahankan negara. Hal ini pasti membuat kami sangat sangat khawatir, heechul sedang berperang di sana, mungkin peluru dan rudal berada di sekitarnya.
Aku berusaha menenangkan Soeun walau perasaanku tak kalah kalut. Tapi kalau aku tak bisa bertahan dengan keadaan ini lalu bagaimana dengan Soeun? Kusembunyikan perasaanku dengan bersikap tetap tenang.
Dan seperti hari hari sebelumnya kami hanya bisa menunggu Heechul. Menunggunya menyelesaikan tugas negaranya. Menunggu masih dengan amat bangga.
“Jongwoon, Soeun……” teriak Hyera sambil berlari lari kecil ke arahku dan Soeun yang sedang duduk di sebuah bangku di taman kampus. aku dan Soeun sontak menoleh.
Hyera berhenti di hadapan kami dengan nafas yang masih terengah engah. Setelah berhasil menormalkan kembali nafasnya, ia bersiap mengatakan sesuatu. Wajahya terlihat amat panik.
“Heechuul sunbae……..”
***
Soeun masih bersimpuh di samping sebuah gundukan tanah yang masih basah. Aku dan Hyera berdiri di sampingnya. Hyera masih terus saja meneteskan air matanya. Sebenarnya aku ingin berteriak ke arahnya karena tangisannya akan membuat Soeun semakin bersedih. Namun aku tak mau membuat keadaan semakin runyam.
Kemarin sebuah kabar buruk datang pada kami. Heechul gugur dalam tugasnya mempertahankan negara. Pusat pelatihan segera mengirimnya pulang ke rumah orang tua Heechul. Dengan susah payah aku berusaha menerima semua ini. Heechul hyung, sahabatku, sunbaeku, hyungku, bahkan terkadang ia bisa jadi appaku pergi meninggalkanku. Meninggalkan aku dan Soeun serta orang tuanya untuk selamanya. Ia tidak akan kembali pada kami.
Yang aku herankan, sejak mendengar berita ini dari Hyera, Soeun sama sekali tak menangis. Aku tak pernah melihatnya meneteskan air mata. Entah kalau ia menangis diam diam. Seperti saat ini, dia hanya memandang kosong ke arah gundukan tanah di hadapannya.
Esok harinya aku ragu untuk menjemput Soeun pergi ke kampus. aku membuka perlahan pintu apartemenku dan aku sangat terkejut melihat Soeun sudah berdiri di depan pintu sambil tersenyum cerah.
“Soeun kamu mau pergi kuliah?” tanyaku heran.
“Kita tidak akan kuliah hari ini Yesung-ah” katanya masih dengan senyuman.
“Lalu?”
“Kajja” Soeun segera menarik tanganku mendekati pintu lift dan menekan sebuah tombol di samping pintu lift.
“Kita mau kemana?” Soeun hanya menjawabnya dengan senyuman.
Kami turun ke loby dan Soeun masih saja menggandeng tanganku. Ia memaksaku mengikuti langkahnya. Dan langkah Soeun terhenti di sebuah halte tak jauh dari aprtement kami. Soeun menyuruhku duduk di salah satu kursi di halte itu sementara ia duduk di sampingku. Kakinya terus saja bergoyang takk sabar.
“Sebenarnya kita mau kemana?” aku memberanikan diri bertanya.
“Ke halte ini” dia menatapku sambil tersenyum hangat. Aku memandangnya kebingungan, “Kita akan menunggu Heechul oppa. kau ingat ini tanggal berapa?”
“Soeun?”
“Yesung-ah kau ini belum tua kenapa sudah lupa? Kau ingat kan Heechul oppa akan marah kalau kita tak menuggunya.” Aku memilih berdiam, aku tak tau apa yang harus aku lakukan selain tetap duduk di sampingnya.
Soeun kembali duduk dengan gusar. Sesekali ia berdiri ketika ada Bus yang berhenti di depan kami. Ia akan menunggu sampai semua orang keluar dari bus. Tentu saja Heechul tidak akan keluar dari dalam salah satu bus yang berhenti. Ketika malam tiba aku memaksanya untuk pulang dan mengatakan bahwa mungkin ia akan datang besok. Ini sudah benar benar gila.
Untuk hari hari selanjutnya hal itu masih tetap terjadi. dan aku masih menemaninya menunggu Heechul di halte walau aku maupun Soeun tau Heechul tak akan muncul. Hari sudah gelap namun Soeun tak juga berniat kembali ke apartement.
“Ayo kita pulang suadh malam” kata mengingatkan.
“Tidak Yesung-ah. Tidak sebelum Heechul oppa muncul” katanya.
Soeun berdiri dari duduknya karena sebuah bis berhenti di depan kami. Soeun berdiri di depan pitu bis, menunggu penumpang turun. Sampai penumpang terakhir turun, ia sedikit melongok ke dalam pintu bus dan mendengus kecewa. Lalu ia kembali duduk di sampingku.
“Tidakkah kau menyadari bahwa ini sudah lewat 5 hari sejak tanggal seharusnya Heechul pulang?” Soeun mengatakannnya lesu.
Aku hanya berdiam mendengar itu. Kami diam satu sama lain, tak ada yang berbicara.
“Sampai akapn ini akan berlangsung, Soeun” kataku membuka suara. Soeun menatapku dengan pandangan bingung. “Kau dan aku tau Heechul hyungtidak akan muncul dari salah satu bis bis itu. Tidah kemarin, tidak hari ini, tidak juga hari hari mendatang.”
“Apa yang kau katakan Yesung? Aku tidak mengerti”
“Kau mengerti, kau paham betul dengan apa yang kukatakan” Soeun berdiri, ia berdiri memunggungiku.
“Aku tidak suka mendengarmu bicara begitu” suaranya mulai bergetar.
“Aku mohon sadarlah Soeun, Heechul hyung sudah meninggal. Kau bahkan menghadiri upacara pemakamannya!” kataku dengan nada yang agak keras. Aku tidak suka mengatakan ini namun aku tidak bisa membiarkannya berlangsung lebih lama lagi.
“Cukup Jongwoon. Hentikan! Heechul oppa akan kembali, dia sudah berjanji pada kita!” Soeun membalikkan tubuhnya sehingga kina aku dan Soeun berhadapan. Aku dapat melihat air mata mulai menetes dari kedua matanya.
“Dia kembali Soeun, dia kembali karena sebenarnya dia tidak pernah pergi. Dia tidak pernah pergi dari hati kita. Dari hatiku,” aku meletakkan telunjukku tepat di jantungku, “dan hatimu.” lanjutku lalu meletakkan telunjukku di jangtung Soeun.
Tangisan Soeun semakin menjadi, ia bahkan jatuh berlutut karena tak lagi dapat menahan perasaannya. Aku ikut berlutut di hadapannya lalu memeluknya erat.
***
-Satu bulan kemudian-

Pagi itu aku bermaksud menghirup udara segar di taman dekat apartemen. Aku keluar apartemen dan kusempatkan sejenak menengok apartemen Soeun di pojok lorong. Pintunya tertutup dan aku tak bermaksud mengetuk pintunya. Sejak hari itu, Soeun menjadi amat sangat pendiam bahkan denganku dan Hyera. Aku tidak memepermasalahkannya karena menurutku Soeun perlu waktu untuk merenung dan memikirkan segalanya. Bagaimanapun ia harus kembali melanjutkan hidupnya.
Tiba- tiba pintu terbuka. Soeun nampak keluar dengan banyak barang bawaan. Sebuah koper, tas jinjing dan sebuah tas punggung yang sudah ia sandang.
“Soeun, kau mau kemana?”
“Eh, Yesung. Selamat pagi” Soeun tampak sedikit terkejut dengan kehadiranku.
“Soeun, kenapa bawa barang sebanyak itu? Mau kemana?”
“Emm Yesung, aku akan kembali ke Cheonan. Aku rasa tidak ada gunanya lagi tinggal di Seoul. Kuliahku sudah selesai dan….” Soeun diam sejenak  menarik nafas “kota ini sudah terlalu penuh dengan kenangan akan Heechul oppa. Aku tidak bisa terus di sini, itu semakin menyakitkan untukku.” Kulihat ia sangat berjuang untuku menampakkan senyumnya. Aku hanya bisa menerawang ke langit langit gedung, aku merasa semuanya akan berubah mulai dari sekarang.
“Baiklah, aku tau aku tak akan dapat menahanmu. Ijinkan aku mengantarmu ke stasiun.” Aku membantunya membawa koper.
“Terima kasih Yesung.”
Kami berjalan meninggalkan gedung menuju halte. Kami hanya perlu naik satu bus untuk sampai di stasiun terdekat. Dan sekarang, aku bersama Soeun sedang menunggu kereta yang akan membawa pergi gadis yang kucintai namun tidak dengan cintaku. Sejauh apa pun ia pergi, cintaku tak akan pernah beranjak dari dasar hatiku.
Kami duduk di ruang tunggu dalam bisu. Tak ada yang berniat membicarakan apa pun. Cukup lama kami berdiam sampai kudengar bagian informasi memberitakan jadwal keberangkatan kereta Soeun.
“Keretamu akan tiba lima menit lagi, sebaiknya kau bersiap.” Aku hendak beranjak dari dudukku saat tiba- tiba Soeun menahan tanganku.
“Ada yang ingin kubicarakan sebentar saja.” Aku kembali duduk dan kini kami berhadapan. “Maafkan aku dan Heechul oppa sebelumnya. Sebenarnya kami telah berpacaran selama hampir 2 tahun sebelum ia pergi wamil tanpa sepengetahuanmu. Kami hanya ingin menjaga perasaanmu dan persahabatan kita.”
Aku seakan tidak percaya akan pendengaranku. Jadi ini alasannya mendiamkanku selama ini, mendiamkan semua pernyataan cintaku. Karena sebenarnya dia sudah berpacaran dengan Heechul. Aku mengehala nafas berat. Percuma, sudah tidak ada gunanya sekarang. aku manggut manggut berusaha menutupi rasa terkejutku.
“Baiklah, sekarang kita bersiap.” Aku kembali akan beranjak dan lagi lagi tangan Soeun menahanku.
“Aku belum selesai” aku kembali duduk di sampingnya “aku ingin kau berjanji satu hal padaku. Maukah kau melakukannya untukku? Aku mohon.”
“Apa itu?”
“Bisakah kau menemuiku di Cheonan 1 tahun dari sekarang? berarti 16 Desember tahun depan. Maukah kau melakukannya?” Soeun menggenggam tanganku. Aku mengangguk walaupun sebenarnya aku sangat bingung.
Setelah itu aku mengantar Soeun masuk ke kereta yang akan membawanya kembali ke kampung halamannya. Soeun  tersenyum padaku sebelum akhirnya aku tak lagi dapat melihatnya. Aku tau masih ada sisa sisa kesedihan di matanya, aku tau dia hanya berusaha tegar walau hatinya carut marut.
***
Tanpa terasa satu tahun berlalu. Sekarang adalah hari dimana aku harus menepati janjiku, menemui Soeun di Cheonan. Aku sudah menanti hari ini sejak satu tahun yang lalu, sejak aku mengantar kepergian Soeun di stasiun. Karena saat saat yang paling aku nanti adalah saat saat menatap matanya, memandang senyumnya dan membelai rambut hitamnya.
Aku sudah ada di stasiun Cheonan. Sekarang aku hanya tinggal mencari rumah Soeun yang sudah kuketahui alamatnya. Ya, tentu saja dulu aku sering main ke sini. Tidah butuk waktu lama aku sampai di sebuah rumah sederhana yang sangat rindang. Warna cat putihnya langsung menyambutku. Kuketuk pintunya beberapa kali dan segera terbuka,
“Annyeonghaseyo ahjumma” kataku sambil membungkuk melihat eomma Soeun membukakan pintu.
“Mmm, Jongwoon-ah?” ahjumma sepertinya sedikit lupa denganku.
“Ne ahjumma.”
“Ah, apa kabar? Lama sekali kau tak berkunjung ke sini.” Ahjumma masih saja ramah seperti dulu namun kini garis kerut di wajah semakin ketara.
“Baik sekali. Bagaimana dengan ahjumma.”
“Tentu saja baik sekali. Eh, apa kau mencari Soeun?”
“Ne ahjumma. Aku ke sini karena permintaannya.”
“Oh, Soeun sedang di danau. Kau tau kan danau buatan yang dulu untuk piknik?” ingatanku terlempar kembali ke masa lalu namun aku segera dapat menyadarkan diri dari lamunan itu.
“Ne, kalau begitu aku akan segera ke sana saja.”
“Baiklah” tanpa membuang waktu aku segera menuju danau yang dimaksud oleh ahjumma.
Pemandangnnya masih asri seperti terakhir kali aku berkunjung ke sini. Wangi cemara segera saja menyambutku. Aku turun ke dataran yang lebih dekat ke tepi danau. Aku melihat seorang gadis sedang duduk tepat di tepi danau dan aku segera tau bahwa itu Soeun. Dengan santai aku duduk di sampingnya. Dia nampak sedikit terkejut dan menoleh padaku dengan tatapan bingung, kubalas tatapannya dengan sebuah senyum.
“Aku menepati janjiku kan?” kami kembali mengalihkan pandangan ke riak air danau yang tenang. Gelombang angin memainkan rambutku mengahantarkan kesejukan di otakku yang akhir akhir ini disibukkan dengan kepenatan kerja. “Soeun, kau tau sekarang aku telah bekerja? bekerja di tempat dimana aku dapat bernyanyi sebanyak lagu yang aku mau.” Aku menghirup nafas dalam dalam. Udara dingin mengalir di tubuhku dan aku sangat menikmatinya. “Waaaaaaah, tempat ini indah sekali.” Kurentangkan tanganku selebar mungkin lalu menghempaskan tubuhku di rerumputan sehingga aku dapat mencium wanginya rumput di sampingku.
Tak kusangka Soeun turut berbaring di sampingku, dari ujung mata aku tahu Soeun sedang tersenyum sambil memandang ke langit. Seperti satu tahun yang lalu aku selalu suka melihat gadis yang kucintai itu tersenyum. Soeun merapatkan tubuhnya lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Itu sukses membuat jantungku sejenak berhenti berdetak. Dengan susah payah aku berusaha menormalkan kembali detak jantungku.
“Kau tau kenapa aku memintamu menemuiku?” katanya tiba tiba tanpa merubah posisi.
“Tidak” aku berusaha menutupi gugupku.
“Karena aku tau aku pasti sudah bisa benar benar meninggalkan cinta Heechul oppa setelah satu tahun.” Aku tak dapat menjawab apa pun karena aku bingung apa maksudnya. “Yesung, aku ingin bertanya padamu.”
“Tanyakan saja” jawabku singkat.
“Apakah kau sungguh mencintaiku?” Deg. Pertanyaan apa itu? Tentu saja iya. Belum sempat aku menjawab Soeun kembali bertanya “apa kau sudah mempunyai yeojachingu?”
“Aniyo” jawabku jujur.
“Kalau begitu, bisakah aku meminta satu hal padamu?” kini Soeun bangkit, begitupun aku. Kami saling berhadapan. Soeun menatap tepat di mataku dan aku benar benar tak bisa menghindar dari tatapan matanya karena kau menyukainya. Ya, aku menyukai caranya menatap mataku.
“Katakan apa itu?”
“Aku ingin memintamu menjadi suamiku. Maukah kau melakukannya untukku?” aku tidak menjawabnya, aku hanya langsung memeluknya.
“Soeun, hari ini sangat indah.” kataku disela pelukan kami lalu aku mengangguk mantap.
Angin dingin menerpa kami dan aku semakin mempererat pelukanku. Kini, Soeun membalas pelukanku. Sekarang aku akan kembali menunggunya, menunggunya meraih tanganku dan mengucapkan janji setia itu.
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar