Pengikut

Kamis, 04 Oktober 2012

The Problems of Maknae – (Oneshot)

The Problems of Maknae
super junior-focus, (sj/snsd); cho kyuhyun-centric, (cho kyuhyun/choi sooyoung).
pg-13. angst.
masalahnya adalah, aku suka berbohong.

Mereka sama-sama tenggelam di balik botol-botol soju yang sudah kosong. Ini seperti permainan siapa yang bisa bertahan lebih lama, meski Henry tahu dirinya akan kalah. Kyuhyun tak bisa dilawan, di setiap permainan apapun itu.

“Mari bercerita, Henry.” suara Kyuhyun serak, tapi dirinya masih benar-benar terjaga.
“Baiklah, hyung. Tapi kita harus jujur kali ini,” Henry membalas, meski matanya terpejam beberapa kali tadi. “Apa kebohongan terbesarmu dalam hidup?”
“Banyak, sampai kau tak bisa menghitungnya,” Kyuhyun tertawa miris. “Tapi aku akan menceritakan hal yang kuingat. Ini akan terdengar cengeng, apa kau mau mendengarnya?”

1. with them—

Kamera. Mikrofon. Panggung. Lampu sorot. Karpet merah. Penonton.
Kadang, Kyuhyun diam-diam muak dengan itu semua, dengan segalanya, dengan hidupnya. Tapi kadang dia tertawa saat memikirkan itu, bagaimana dia bisa membenci dan mencintai hal yang sama. Yang pernah dia dengar dari Donghae, cinta itu seperti udara; kau membutuhkan oksigen di dalamnya, tapi karbondioksida adalah musuhmu, dan mereka berkumpul dalam udara.
Jujur, dia jatuh cinta dengan musik sejak kecil. Dia jatuh cinta dengan fans, dengan kamera, dengan Super Junior. Tapi di satu titik, dia benci saat-saat menjadi idol, bagaimana kau tidak bisa melakukan apa yang kau inginkan. Kau harus tersenyum demi mereka, demi semua orang yang melihatmu. Dan kau harus setuju dengan pilihan mereka—mencintaimu atau menghinamu diam-diam di internet. Bagaimanapun menyeramkannya dia saat melawan antifans, di dalam hati kecilnya, pasti ada rasa kecewa dan takut yang bercampur.
Tapi, tentu saja, itu tidak membuatnya menyerah dan menyesal. Ini hanya… menyedihkan.
Saat dia harus tersenyum di depan orang banyak—meski dia sudah tak tahan lagi karena bajunya yang gatal, karena sepatunya yang kekecilan, dan saat-saat lainnya—demi membahagiakan mereka yang menontonnya. Ya, kebanyakan dari mereka akan tertawa dan bahagia, tapi ketika kau tahu kaulah orang yang tidak bahagia itu, ini akan membuatmu jatuh.
Agensi melakukan apa yang mereka inginkan secara semena-mena, tanpa memikirkan nasib didikannya, karena mereka sudah terikat dengan mimpi buruk bernama kontrak.
Kyuhyun kadang merasa kasihan pada leader, yang selalu bekerja keras setiap hari, meski tanpa make-up semua orang bersumpah bisa melihat kantung matanya yang tebal. Tapi itu yang Jungsoo ajari padanya, bahwa hidup ini bukanlah hanya tempat untuk melakukan apa yang kau inginkan saja, tapi tempatmu mencari posisi dalam hidup. Dan Kyuhyun mengerti itu, dan dia melakukannya tanpa protes.
Konser lain, di negara lain, dengan fans lain, panggung lain, tapi dengan saudara yang sama. Semua orang tahu mereka akan baik-baik saja, karena Super Junior adalah keluarga, sampai kapanpun.
“Kyuhyun! Apa yang kau lakukan! Cepat!” Leeteuk berteriak padanya, sementara member lain sudah berjalan ke belakang panggung. Malam itu malam comeback mereka dengan album terbaru, kaki Kyuhyun terasa sakit karena delapan belas jam berlatih dengan Eunhyuk kemarin, tapi dia tidak mengatakannya pada siapapun.
“Tidak, tidak apa-apa, hyung.” Kyuhyun menggeleng dan membiarkan Leeteuk menggapai tangannya. Dia bisa merasakan sengatan panas dari telapak tangan Leeteuk.
Setelah berkumpul, Siwon melemparkan mikrofon padanya. “Kau siap, Kyu?”
Kyuhyun menaikkan bahunya, menyeringai. “Tentu saja.” (Meski dia tahu dia belum)

2. with him—

“Apa kabar?”
Kyuhyun tahu tidak ada yang berubah dengan Hankyung, tapi dia merasa suaranya yang mengalir lewat hubungan telepon malam itu terasa lebih cerah dan lebih bahagia dibanding sebelum dia meninggalkan dorm. “Baik, hyung.”
“Bagaimana dengan Heechul dan yang lainnya?”
“Kau tahulah, kalau kau sering menonton show yang dihadirinya akhir-akhir ini, dia selalu curhat tentang impiannya punya pacar yang tak pernah kesampaian. Dia nampak menyedihkan setiap malam Minggu kalau tak ada jadwal. Dan yang lain? Baik-baik saja—semua dari mereka.”
“Oh,” Hankyung tertawa geli, “oke kalau begitu… Hahaha.”
Hening.
Hening.
Terlalu hening.
“…Kyuhyun?”
“Ng, hyung?”
“Kau sedih aku keluar dari Super Junior, tidak?”
Malam sudah larut, ketika jam dinding menunjukkan waktu pukul sebelas. Kota Seoul tak pernah terlelap, tak pernah berhenti menyinarkan cahayanya yang membuat Kyuhyun merasa silau.
Hankyung adalah salah satu yang paling dekat dengannya. Meski dia terlalu susah diajak bicara karena tak pandai bahasa Korea dan Kyuhyun terlalu pendiam dan canggung untuk memulai percakapan duluan. Tapi diam bersama Hankyung tak bisa digantikan dengan apapun, dan Kyuhyun ingin memutar waktu kembali lagi.
Kyuhyun ingat hari itu, ketika Hankyung membereskan seluruh barang-barangnya saat minggat dari dorm. Dia bercerita sambil menahan tangisnya setengah mati, bagaimana perlakuan orang-orang Korea padanya pada awal debut dulu hanya karena dia orang Cina. Kyuhyun hanya mengangguk dan ikut menangis. Mereka menangis dalam diam, di sudut kamar, sama-sama memandang ke arah jendela.
Mereka menyadari kalau dunia ini terlalu besar untuk dipeluk, terlalu kasar untuk dilalui, terlalu susah untuk dikuasai. Jadi yang mereka butuhkan hanyalah untuk bisa bertahan hidup, dan Hankyung menyerah melakukannya di Korea. Dia ingin pulang.
Dan Kyuhyun tak bisa mencegah orang-orang untuk kembali ke kampung halamannya—terlebih, orang yang dicintainya.
Karena cinta adalah bagaimana kau peduli tentang kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaanmu sendiri, bagaimanapun sakitnya pilihan yang kau akan hadapi nanti.*
“Jadi, kau sedih… atau tidak?”
Kyuhyun mendengus, “Aku bahagia saat kau bahagia, hyung.”
“Baguslah.” Hankyung menghela napas dan mengucapkan salam perpisahan sebelum menutup telepon.
Kyuhyun melempar ponselnya dan membantingkan badannya ke ranjang, bergumam sebelum tertidur di sebelah Sungmin malam itu. “Satu kebohongan lain, satu penyesalan lain.”

3. with her—

“Manajer oppa mengatakan bahwa,” Sooyoung menghirup lebih banyak udara kali ini, tapi itu masih terasa tidak cukup, karena ia masih merasa semuanya sama, semuanya masih hancur, “SM sudah tahu dan mereka tidak menyukainya.. Mereka akan membunuh kita segera, mungkin, haha. “
“Manajer hyung juga tahu itu.” Kyuhyun tersenyum, tetapi setiap orang dapat melihat senyumnya terlalu dibuat-buat. “Ini aneh, kita memiliki banyak kesamaan.”
Keduanya berdiri di sudut ruangan yang berlawanan, sama-sama menundukkan kepala mereka sehingga mereka tidak harus melihat satu sama lain tepat di manik mata.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Sungguh, dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Tapi ia memaksa dirinya, “Aku pikir kita harus mengakhiri ini semua.”
Dia selalu berbohong, dan kenyataannya, hampir semua orang di dunia ini sering melakukan kebohongan. Dia tidak tahu apakah dia senang atau tidak. Yang dia tahu hanyalah, dia selalu merasa terluka. Tapi itu lebih baik, pikirnya, daripada tidak merasakan apa-apa. Setidaknya itu membuatnya menyadari bahwa dia masih hidup, dia masih bernapas.
“Aku harap kita tidak akan mengakhirinya seperti ini,” gumam Sooyoung lirih.
Sooyoung tidak menangis, suaranya tidak gemetar, tubuhnya tidak lemas, dia baik-baik meskipun dia tahu dia hanya berpura-pura.
Karena itulah pekerjaan mereka, dunia mereka, tempat di mana masyarakat harus tersenyum dan merasa senang untuk menghibur ribuan manusia yang menonton mereka setiap hari, sehingga dalam kehidupan nyata, mereka terbiasa untuk melakukannya.
“Tapi kita harus melakukan itu, karena memang tidak ada yang menginginkan kita bersama.”
Kyuhyun hanya tahu ini tidak akan pernah berjalan mulus-mereka berdua, sebagai pasangan, bahkan sebagai teman. Tidak di dunia yang kasar ini. Tidak dengan manajemen mereka, fans mereka, netizen, dengan sisa rakyat Korea.
“Tapi, Sooyoung,” Kyuhyun berkata, “itu tidak berarti aku tidak mencintaimu lagi.”
Sooyoung tersenyum dan berjalan lebih dekat kepadanya. “Aku tahu Karena aku merasakan hal yang sama..”
Kyuhyun mengambil tangan Sooyoung dan jari-jari mereka saling bertautan. Dia merasa tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia menyentuh tangan mulus itu, tapi Kyuhyun cukup tahu ini akan menjadi yang terakhir.
“Jadi beginikah kita mengucapkan selamat tinggal?”
“… Ya-mungkin.”
“Apakah kau bakal merindukanku?”
Kyuhyun menjitak kepalanya ringan. “Apakah aku harus menjawab itu, Sooyoung bodoh?”
Sooyoung tertawa, ringan dan halus, kesukaan Kyuhyun. Laki-laki itu tahu dia tidak ingin melakukan apapun saat ini kecuali mendengar tawa manis itu terus-menerus. “Kau benar-benar seorang Cho Kyuhyun, masih seorang Cho Kyuhyun.”
“Dan kau masih benar-benar seorang Sooyoung.” Tapi sekarang tidak milikku lagi, Sayang.
“Dan kau belum menjawab pertanyaanku, Bodoh.”
Kyuhyun mendengus, “Kau tahu aku akan merindukanku.” Aku yakin jika aku melihatmu di suatu tempat sepuluh tahun lagi, hatiku masih berdebar-debar. Tapi Kyuhyun bukan tipe yang mengatakan beberapa kutipan romantis, sehingga dia tidak mengatakan sepatah katapun setelah itu.
Sooyoung mengambil napas dalam-dalam dan tersenyum-sungguh, senyum bahagia, “Bagus Oh,. Dan, Kyuhyun…”

Ingat, Kyuhyun, ini terakhir kalinya dia memanggil namamu.

“Hhmm?”
“Tidak. Hanya saja, berbahagialah.”
“Kau juga.”
Setelah itu, mereka saling melepaskan tangan bersama-sama. Setelah itu, Sooyoung meninggalkan pria itu sendirian–dalam arti yang lebih dalam. Setelah itu, Kyuhyun mencoba untuk lebih banyak tersenyum. Setelah itu, Kyuhyun mencoba untuk menjadi lebih bahagia. Setelah itu, mereka menjalani hidup mereka sendiri. Setelah itu, tidak banyak air mata keluar.
Tapi Kyuhyun masih merasa ada bagian dari hatinya yang hilang.

4. with myself—

“Berat badanku naik,” Kyuhyun menghela napas dan turun dari timbangan, sementara Donghee tertawa habis-habisan dari dapur. “Ya, ya. Tertawa sesukamu, hyung.”
“Bagaimana bisa Donghee yang lebih gendut dariku sudah punya calon istri sementara aku masih menjomblo selama bertahun-tahun?!” Heechul mengerang saat masuk ke dalam kamarnya. Donghee hanya mendengus.
“Aku tak percaya ternyata begini sikap kalian saat berkumpul di rumah,” Minho dan Taemin malam itu sedang mampir di dorm mereka, dengan alasan ingin beramah tamah dengan sunbae meski alasan aslinya untuk dapat makan gratis dari Ryeowook. “Kalian mirip seperti Taemin, kekanak-kanakan.”
Kyuhyun menjitak kepalanya dan meloncat duduk di sebelahnya. “Kau tahu, Minho? Anak-anak tidak pernah tumbuh besar, kita semua masih anak-anak yang berpura-pura jadi dewasa. Tubuh kita membesar, tapi hati kita semakin lama mengecil.”
Taemin dan Minho tak berkutik mendengarnya, mereka membulatkan mata serentak.
“Haha! Bercanda! Itu kalimat yang kuambil dari film. Picisan sekali, kan? Aku selalu tertawa mendengarnya. Hei, mana remotnya? Sebentar lagi drama UEE After School mau main!” (Tidak. Serius, sebenarnya aku tidak bercanda, anak-anak)
—END
________________________________________________________________________________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar