Les Trois Souhaits (The Three Wishes) by antarirts – Cho Kyuhyun, Chon Chayoung (OC) – Supernatural, Romance – PG-13 – a birthday fic to herself XD
“Les trois souhaits.
Tiga harapanmu akan terkabul. Selama itu tidak berkaitan dengan
kejahatan, 3 hal yang kau harapkan terjadi, akan terjadi di
kehidupanmu.”
Chayoung sedang berjalan di bawah naungan
pohon-pohon yang daunnya kecokelatan dan satu persatu jatuh berguguran
dengan cantik. Suasana Incheon pasca Chuseok masih damai dan
menyenangkan di bulan kesepuluh ini. Benar, bulan kesepuluh. Oktober!
Bulan kesukaannya, tentu saja—bulan kelahirannya.
Besok ia akan berulang tahun yang ke-16. Di saat
semua temannya sudah berumur 16 dan ia masih tertinggal, ia merasa
kecil. Ia ingin cepat-cepat dewasa. Alasannya?
Satu, karena ia muak tidak dapat mendaftar untuk beasiswa ini-itu, tidak diperbolehkan untuk travelling sendirian, dan tidak dapat memasukkan umur aslinya di website atau ia tidak akan bisa mendaftar.
Dua, karena Cho Kyuhyun. Karena lelaki yang ia
puja-puji selama 3 tahun terakhir ini mempunyai kesenjangan umur sekitar
8 tahun dengannya.Karena Kyuhyun dapat melakukan apa saja yang ia mau,
termasuk berdekatan dengan wanita secara legal sementara ia, si anak bau
kencur hanya bisa mendelik ke layar laptop melihatnya. HAH.
……….. Karena ia ingin terlihat sebanding jika suatu
saat nanti ia bisa mendapat kesempatan untuk menjalin hubungan dengan
idola Korea Selatan itu (walaupun dalam mimpi, sih).
Pokoknya, ia benci menjadi remaja tanggung. Dan
bertambah umur walaupun hanya satu tahun membuatnya merasa sedikit lebih
dewasa. Huzzah!
“Chayoung-ah, tunggu aku, dong!”
Lamunannya buyar.
Chayoung lantas menengok ke belakang. Itu Haneul,
teman akrabnya yang keluar dari gerbang sekolah sambil tergopoh-gopoh
membawa setumpuk buku fisika, kimia, dan kawan-kawan. “Ah, Neul, maafkan
aku. Kupikir kamu mau pulang terlambat lagi untuk latihan olimpiade.”
“Tidak, aku mau lihat video anniversary-nya oppadeul. Kau sih, curang, kesana sendirian.” Haneul menyamai langkah kaki Chayoung, terima kasih kepada kaki jenjangnya.
“Mana kutahu kalau kau terpilih lagi jadi wakil
sekolah untuk olimpiade kali ini?” Kemudian, menyadari bahwa kalimatnya
kurang tepat, Chayoung tertawa, “Bukan, salah, aku selalu tahu kau akan
terpilih lagi jadi peserta olimpiade. Yang tidak kutahu adalah jadwal
latihannya yang bertabrakan dengan fanmeet kali ini.”
Haneul cemberut membayangkan kegagalannya karena olimpiade sialan itu. “Ming bagaimana?”
“Ooh, dia keren sekali kemarin. Dua row di
depanku dapat berjabat tangan dengannya. Ia cukup hiperaktif kemarin,
menarik-narik Donghae kesana kemari tanpa letih. Sepertinya ia sedang
dalam mood yang baik.”
“Oh, syukurlah. Kalau ia sedang dalam mood yang
buruk dan memperlakukan ELF dengan buruk, ia takkan kuberikan jatah
malam ini!” Haneul melontarkan joke khas fangirl, dan mereka berdua tertawa lepas. “Oh iya, si-bokong-besar-mu itu bagaimana?”
“Biasa, flirting dengan satu fangirl di seat VIP. Tak tahulah.”
“Maaf, Chayoungie… aku tidak bermaksud.” Haneul merasa bersalah melihat Chayoung bersedih. “Ngomong-ngomong, fanfic terbarumu sudah selesai?”
“Kau berusaha mengalihkan pembicaraan, aish,” tuding Chayoung. “Tapi, yah, sampai dirumah aku akan segera mem-publishnya.”
“Aku harus menjadi reviewer pertama!” pekik Haneul senang.
Chayoung tersenyum melihat support yang
selalu diberikan Haneul padanya. “Terima kasih banyak, Neul, kau selalu
tahu cara untuk menghiburku. Tapi Kyuhyun memang harus diberi pelajaran.
Menurutmu, apa yang harus kuberikan agar dia jera? Tidak boleh masuk
kamar? Atau tidak ada sesi game malam?”
“Menurutku, kau harus menciumnya dengan lebih passionate lain kali.”
Dan segera saja, tawa kedua gadis sekolah menengah itu berderai dalam perjalanan pulang mereka.
*
“Daah!”
“Hati-hati ya, Young-ah!”
Chayoung dan Haneul harus berpisah di persimpangan
jalan karena arah rumah mereka berbeda. Chayoung meneruskan
perjalanannya, melewati sebuah taman bermain saat tiba-tiba ada yang
mencolek bahunya.
Dan begitu ia menoleh ke belakang, ia sontak menjerit, “HUAAAA!”
Di belakangnya berdiri seorang nenek-nenek
berpakaian aneh, sweter bergradasi pelangi yang sudah usang dan pudar
warnanya dan memakai jubah hitam yang nyaris berwarna abu-abu yang ber-capuchon.
Nenek itu menggenggam sebuah tongkat yang kelihatan terbuat dari kayu
untuk membantunya berjalan, sedangkan tangannya yang bebas mencengkram
erat bahu Chayoung.
“Nonaa—bantu nenek, bisa?”
Chayoung, masih syok, mengangguk secara tidak
sadar. “B-bisa, nek…” sahutnya ragu. Nenek itu kemudian melepas
tudungnya yang menyembunyikan rambut keperakan yang dijalin asal.
“Jangan takut nona, aku cuma tersesat.”
Hah, syukurlah, pikir Chayoung. Ia kira nenek ini
penyihir atau apa. “Nenek mau kemana?” ia menunjukkan senyum
termanisnya, mencoba beramah-tamah walaupun beberapa detik lalu ia
nyaris mati ketakutan.
“Aku mau pergi ke Hongmae. Nona tahu?”
Ah, Hongmae. Chayoung bisa saja mengantarkannya ke
sana. Hongmae cuma berjarak 4 blok dari rumahnya. Hongmae itu adalah
ujung dari perumahan yang ditempati Chayoung. “Tahu, nek, ayo sekarang
aku antarkan ke sana.”
Nenek itu berjalan, dibantu dipegangi oleh
Chayoung. Langit yang kelabu semakin menggelap, sebentar lagi mungkin
hujan turun. Mereka tetap menyusuri jalan dengan harapan hujan akan
tertunda sebentar. Setelah sekitar tiga blok mereka lewati, nenek itu
menatap Chayoung, dan berkata, “Kau baik sekali, nona.”
“Eh, tidak nek, memang itu kewajiban untuk membantu sesama.”
“Tapi kau baik sekali,” nenek itu bersikeras.
“orang-orang tidak mau membantuku karena mereka sibuk dengan
kesibukannya sendiri. Untunglah masih ada orang sepertimu, nona.”
“Sungguh nek, ini biasa saja.”
Nenek itu kemudian mengucap beberapa kata yang
tidak dapat dimengerti Chayoung, dan ia menatap Chayoung lagi kali ini,
lebih tajam. “Pasti besok ulangtahunmu, bukan?”
“B-benar. Nenek tahu dari mana?” ia mulai merinding. Apakah nenek ini sejenis cenayang?
“Aku punya hadiah untukmu. 3 permohonan.”
“Maaf?”
“Les trois souhaits. Tiga harapanmu akan
terkabul. Selama itu tidak berkaitan dengan kejahatan, 3 hal yang kau
harapkan terjadi, akan terjadi di kehidupanmu.”
Chayoung melongo, tidak tahu harus merespon apa.
“O-oh. Baiklah.” Alisnya berkerut dalam, tanda bingung yang sangat
dahsyat. Nenek itu tahu ulang tahunnya. Nenek itu baru saja mengatakan
kalimat dalam bahasa Prancis. Nenek itu baru saja memberinya 3
kesempatan untuk mengabulkan harapan-harapannya.
What kind of sorcery is this?!
“Terima kasih, nenek, atas kemurahan hatimu. Tapi,
uhm…kita sudah sampai.” Ia menunjuk plang di jalan yang bertuliskan
Hongmae 1. Di depan Hongmae, semuanya masih semak belukar dan
diselubungi pepohonan tinggi gelap yang bergoyang-goyang tertiup angin
kencang. Ia harus cepat pulang, atau ia akan basah kuyup karena rintik
hujan telah terasa di wajahnya.
“Ingat, nona, tiga harapan. Berhati-hatilah dalam
memilih permohonanmu. Akan segera terkabul begitu ada hujan. Hujan!”
nenek itu tampak kegirangan sekali menyebutkan hujan. “Hujan akan
memberimu efek positif, mengurung semua roh jahat di tempatnya, hahaha!”
Chayoung makin ketakutan.
“Oh ya, berhati-hatilah dalam mengucap permohonanmu!” tambah si nenek aneh.
Setelah pamit dengan gemetaran, ia langsung berlari
tanpa menengok ke arah nenek tersebut, yang tanpa sepengetahuan
Chayoung, sudah menghilang.
*
Sampai di rumah, Chayoung yang rambut dan sekujur
tubuhnya basah karena kalah cepat dengan hujan dan masih harus
menghadapi fakta bahwa rumahnya terkunci. Keluarganya pergi, dan ia
ditinggal sendiri di cuaca seperti ini. Ia cepat-cepat menepis pikiran
tentang nenek aneh tadi, mengelap wajah dan telinga sebisanya dan
mengeluarkan iTouch dari saku tasnya yang ia lindungi mati-matian tadi.
Suara indah milik K.R.Y, sub-grup dari Super Junior
yang memuat Kyuhyun di dalamnya mulai mengalun, melantunkan tembang
berjudul Loving You. Ia tak pernah bosan mendengar suara lembut itu,
setiap kali, setiap saat. “Kyuhyun-ah… kau tidak tahu betapa aku
mencintaimu, kan?” ia menggumam sambil memperhatikan wallpaper
iTouchnya.
Khas fangirl sekali, bukan?
Nyatanya, Chayoung benci dipanggil tipikal. Ia
mengklaim bahwa ia berbeda dari fangirl lainnya. Ia takkan pernah
memanggil Kyuhyun dengan embel-embel ‘oppa’, padahal umur mereka begitu
besar selisihnya. Ia tidak pernah memuji Kyuhyun terang-terangan, justru
ia menghina Kyuhyun setiap hari melalui Twitter, situs mikroblogging
yang ia anggap paling efektif dalam menyampaikan pesannya pada Kyuhyun.
Syukur-syukur jika Kyuhyun sempat memperhatikan bahwa username nguoyahc yang terdengar seperti nama Thailand selalu mengisi kotak mentionnya, setiap hari.
“Bodoh…” ia menyumpah lagi, ibu jarinya mengusap
permukaan iTouch yang terpercik air hujan, tepat di wajah Kyuhyun.
“Kenapa sih, kau bodoh sekali? Aku selalu hadir, kan, kalau ada fanmeet, kalau ada konser—dan kau tak pernah sekalipun menyadari kehadiranku. Kyuhyun bodoh!”
Ia ingin Kyuhyun menyadari keberadaannya.
DEG
Tiba-tiba ia ingat kalau nenek itu menyebutkan 3
harapan. Mungkin ini terdengar gila, tapi, siapa tahu nenek itu serius?
Dan akhirnya Kyuhyun bisa menyadari keberadaannya? Dan mengucapkan
selamat ulang tahun padanya besok?
“Oh, aku ingin membuat Cho Kyuhyun sadar kalau aku ada di dunia ini.”
Tiba-tiba petir menyambar, menyilaukan mata
Chayoung yang sedang bersender di pintu rumahnya yang tertutup. Ia
gemetar ketakutan, takut kalau petir itu menyambarnya.
Ia merasakan air mata mulai merembes, menuruni pipi
tembamnya, membuat kacamatanya yang sudah berembun menjadi beruap.
Sial, ia lupa kalau ia sedang datang bulan. Ia mungkin bisa menangisi
iklan penurun panas anak besok…
*
“Kau tidak apa-apa?”
Chayoung membuka matanya yang semula ia pejamkan
rapat-rapat. Sesosok tinggi yang membungkuk untuk memastikan keadaannya
tiba-tiba menjadi jelas. Sesaat, otaknya beku, tak dapat menyimpulkan
siapa itu.
Ooh, mata itu.
Ooh, hidungnya yang tinggi.
Ooh, kulit pucat.
Ooh, bibirnya yang agak kering.
….Mendadak ia merasa mual seperti terjungkal dari
gedung pencakar langit. Apakah itu benar-benar Cho Kyuhyun? Cho Kyuhyun?
Yang biasa ia lihat di laptopnya? Atau dari jarak antara tribun dan
panggung? Atau yang biasa ia lihat melalui kaca tembus pandang di kantor
KTR?
“Hei, namamu Chon Chayoung, ya?”
Chayoung rasanya ingin meledak saat itu juga.
Seorang Cho Kyuhyun tahu namanya? Nama anak SMA yang bahkan tidak
populer di sekolah? Bagaimana ia bisa tahu? Apakah ini mimpi? Atau…
harapannya benar-benar dikabulkan?
“…Aku anggap kediamanmu sebagai ‘ya’. Kenapa kau menangis, Chayoung?”
“B-bagaimana kau bisa tahu namaku?”
“Well, aku punya teman yang sering
menceritakan tentang gadis bernama Chayoung yang cinta setengah mati
padaku. Apakah itu benar kau?” senyumnya geli.
“Ti—tidak! Aku bahkan tidak tahu siapa kau.” Ia
mencoba bersikap netral dan flat, seakan Kyuhyun bukan sesuatu yang
berharga di hidupnya. “Kau siapa?”
“Oh, ayolah, ini bukan waktu yang tepat untuk
berbohong. Kacamata ini takkan sebegitunya menyamarkan identitasku.
Lagipula, aku melihatmu sekali di fanmeet. Kau memegang sebuah
buku gambar besar yang ditulisi kata-kata sumpah serapah dengan spidol
hitam, namun dengan makna tersirat kalau kau bisa mati tanpaku. Lalu, di
konser SM Town… kau menangis bukan? Saat lagu Just The Way You Are?
Kenapa ya aku selalu melihatmu menangis?”
Chayoung tercengang. Tak tahu harus bersikap apa.
Kyuhyun ingat semua tentangnya, sampai ke detil terkecil. Dan iya, ia
memang menangis bahagia saat melihat Kyuhyun ternyata membawa Taemin,
bukan lucky fan seperti yang terjadi di Paris. Ia berhutang budi pada Taemin.
Apakah ini berarti permohonannya baru saja
terkabul?! Oh, berkatilah nenek tua aneh tadi! Ia akan menciumnya lain
kali ia bertemu nenek itu.
“Kau boleh memakai banmal padaku. Aku tidak
keberatan.” Kyuhyun menyunggingkan senyum yang dapat menerangi seluruh
kota, hanya untuk Chayoung. Dan lagi-lagi, gadis bodoh itu mematung,
jelas-jelas terpesona.
“Hei… kau belum menjawabku samasekali dari tadi.
Dan kau mirip kucing yang tercebur ke got. Rumahmu dikunci, bukan? Ayo,
ikut aku ke rumah temanku. Tentu saja ia akan meminjamkanmu baju bersih.
Lap air matamu, cepat.”
Chayoung mengikuti instruksi itu dengan setengah
mengawang, berspekulasi besar-besaran di otaknya. Apakah ini sungguhan
atau fatamorgana atau hanya ilusi optik atau ia hanya gila atau…
“Kyuhyun?”
Chayoung dan Kyuhyun lantas menoleh ke arah sumber
suara tersebut. Di pagar berdiri seorang wanita cantik yang warna
payungnya serasi dengan bajunya. Ia kenal wanita itu. Namanya Jakyung,
dan itu adalah tetangga sebelah rumahnya yang kuliah di Kyunghee
University. Dulu, hubungan mereka dekat layaknya kakak dan adik, sebelum
mereka berdua sama-sama sibuk.
Mungkin ini teman yang dimaksud Kyuhyun, yang memberitahu segalanya tentang Chayoung kepada Kyuhyun.
“Ah, itu dia temanku. Kau kenal dia, bukan? Han Jakyung? Hei, Jakyung-ah, kau sudah bawa payungnya, belum?”
Jakyung mengangguk dan masuk ke dalam teras rumah Chayoung. “Halo, dongsaeng-ah.
Kalian sudah kenalan, bukan?” ia melirik Kyuhyun sambil mengedipkan
matanya. “Maaf ya, tadi ibumu tidak menitipkan kunci seperti biasanya,
mungkin ia lupa. Ke rumahku saja dulu, ya?”
Chayoung mengangguk, namun dengan perasaan yang tidak keruan. Mengapa ia merasa diperlakukan seperti anak SD?
*
Di rumah Jakyung yang luas dan indah, Chayoung
sudah berganti baju hangat dan diselubungi selimut tebal sambil memegang
segelas coklat panas. Ia mengamati butiran air hujan yang meluncur di
permukaan jendela luar. Kyuhyun sedang mengerjakan tugas bersama
Jakyung, dan mau tidak mau ia merasa sedikit cemburu melihatnya.
Pintu rumah Jakyung terbuka lagi, ternyata kedua
orangtua Jakyung baru pulang. “Wah, ramai sekali rumah kita ini. Ada
Chayoung, hai! Ibumu baru saja SMS, katanya titip kamu disini. Ibumu
benar-benar lupa belum meninggalkan kunci.”
“Tepat seperti dugaanku, kan, dongsaeng?”
Chayoung mengangguk pelan. “Maaf merepotkan, ahjumma.”
“Ah, tidak apa-apa. Lagipula ada Jakyung-unnie kan disini. Oh ya, Chayoung, bukannya kau suka Super Junior ya? Itu, Kyuhyun kan salah satu personilnya. Kalian sudah kenalan?”
Ya ampun, tetangga saja tahu ia suka SJ. Rasanya ia ingin mengubur diri karena malu melihat Kyuhyun tertawa kecil mendengarnya.
Telepon rumah Jakyung berbunyi, dan ia bergegas mengangkatnya. “Yoboseyo?”
Kyuhyun yang ditinggal mengangkat telepon lantas
menghampiri Chayoung yang sedang meniup-niup gelas coklatnya. “Hei,
Chayoung, kau sedang apa?”
“Mendinginkan coklatku, kelihatan kan?” sahut Chayoung sedikit ketus.
”Sini, biar aku yang dinginkan.” Kyuhyun tersenyum
sambil mengulurkan tangannya. Chayoung terkesima, apa-apaan ini
maksudnya. “Apa… ini semacam fanservice?”
“Tergantung, kau mau dianggap sebagai kipas atau sebagai Chayoung.”
“Tidak lucu.”
“Ah, sudahlah, cepat berikan gelasnya. Aku namakan ini Cha-service.”
Mau tak mau Chayoung tertawa, dan menyerahkan
gelasnya. Ia kemudian memperhatikan Kyuhyun yang meniup-niup gelasnya
dengan semangat, sebelum Jakyung memanggilnya. “Chayoung? Barusan itu
ibumu. Katanya ia terjebak badai di tengah jalan, jadi ia menginap di
kantor. Ayahmu juga sedang dinas, kan, jadi lebih baik kau menginap di
sini.”
“Aku juga mau menginap di sini! Kalau ada badai, aku juga tidak bisa pulang, tahu.” sahut Kyuhyun cepat.
Chayoung kaget dengan pernyataan Kyuhyun. Di satu
sisi, ia merasa senang kalau ia bisa bermalam bersama Kyuhyun, meskipun
tidak melakukan apapun. Di sisi lain, apakah segampang itu, menginap di
rumah teman wanita?
“Omoni, boleh kan aku menginap di sini?” kata Kyuhyun sambil mengeluarkan aegyo-nya kepada ibu Jakyung.
Sebentar, ‘omoni’?
“Tentu saja boleh, tapi, kalian meninggalkan Chayoung tanpa petunjuk sama sekali. Lihat, ia kebingungan.”
Kyuhyun dan Jakyung langsung melihat ke arah
Chayoung, yang memang sedang kebingungan. “Chayoung-ah, sebenarnya
Kyuhyun dan Jakyung akan segera menikah, jadi, jangan heran ya kalau
Kyuhyun juga ikut menginap.”
APA?!
Oh… ia mendengarnya dengan sempurna. Dan pada detik
itu juga, ia malah berharap kalau ia tuli. Astaga. Ini kelewatan. Ini
jauh dari apa yang telah dibayangkannya dapat dilakukan dengan 3
permintaan itu. Jauh, jauh sekali.
*
“Maaf, dongsaeng, aku hanya tidak mau melukai perasaanmu.”
Chayoung bersyukur ia
pandai menyembunyikan air mata dan berlagak seolah tidak ada yang
terjadi. “Jakyung-unnie, tentu saja tidak apa-apa. Aku toh hanya
mengidolakan ia saja.”
Semuanya menjadi pas dan sesuai. Tentu saja, Kyuhyun hanya memberikannya perlakuan lembut karena ia juga takut melukai perasaan fan-nya. Penggemarnya. Kipasnya.
Ooh, ini bahkan lebih buruk daripada friendzoned. Dia telah ter-fanzoned!
Chayoung melirik jam
dinding, yang sebentar lagi akan menyentuh area jam 12 malam. Itu
berarti sebentar lagi ia akan berumur 16 tahun, dan ia telah mendapatkan
kado terburuk dimuka.
“Tapi, aku masih boleh
main dengannya kan?” Chayoung mencoba bercanda untuk menghibur laranya
sendiri. Jakyung tertawa, “Tentu saja boleh. Kau bahkan nyaris bisa
menjadikannya kakakmu kalau begitu. Kau kan dongsaeng-ku.”
…setelah fanzoned, ia juga masuk sisterzoned.
*
“Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday Cha—young!”
Tidak. Tidak. Ini lebih terasa seperti mimpi buruk dibandingkan surprise party.
Kyuhyun yang sempat menghilang beberapa jam ternyata membuat kue
untuknya. Menyiapkan dekorasi seadanya, dengan balon-balon yang entah ia
temukan dimana. Surprise!
Hei, bukan, ini bukan
masalah ia takut kuenya tidak enak (tentu saja, ini seorang Kyuhyun,
seharusnya hal itu sudah jelas). Ini menyangkut hati labilnya yang
tercabik-cabik melihat Kyuhyun begitu dekat dengan Jakyung. Mereka
menyanyikan Happy Birthday dalam harmonisasi yang indah, sambil
berpegangan tangan. Bahkan setelah kue dipotong, bukan Chayoung yang
dapat colekan krim di wajah. Itu Jakyung. Ia benar-benar bukan
siapa-siapa. Ia si anak SMA hanya sarana untuk selebrasi cinta mahasiswa
yang sedang berkobar-kobar.
Ia memperhatikan wine yang
dituang ke gelasnya dengan pikiran mengawang. Logikanya bergerak kesana
kemari hingga ia sampai pada kesimpulan bahwa semua ini tercipta karena
permintaannya telah dikabulkan oleh nenek aneh itu.
Kyuhyun telah menyadari
eksistensinya, bahkan mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Secara
teknis, permintaan itu telah dikabulkan secara sempurna.
Ia tidak melarang siapapun untuk menjadi kekasih Kyuhyun dalam harapannya.
Dan disinilah ia, ditengah
pasangan yang dimabuk cinta. Meratap di tengah hujan badai yang
meraung, berharap ia bisa mengulang permintaannya dan menggantinya
dengan ‘aku harap, seluruh cerita yang kubuat tentang Kyuhyun menjadi nyata.’—karena
fanfic yang ia buat semuanya merupakan kehidupannya yang dicampur
dengan fantasi, jadi ia pasti akan bahagia. Haha, ia sudah tidak peduli,
yang penting permintaan pertamanya bisa dibatalkan. Ia jelas-jelas
kalut, mengerang dan menjambak rambutnya sendiri. Lalu ia jatuh tertidur
di meja ruang tamu, keletihan, masih memegangi gelas wine-nya yang
isinya utuh.
Kau tidak pernah tahu jika permintaanmu akan dikabulkan sebegitu cepat, bukan?
*
Chayoung bangun di tengah
udara yang dingin, menusuk tulang. Saat ia menyadari bahwa ia terbangun
di depan pintu rumahnya dan bukan di rumah Jakyung, ia kebingungan lagi.
Ini seperti de javu dari kemarin. Hujan, berangin, dan
terkunci di depan rumah. Serius deh, ada apa lagi ini? Tidak cukupkah
hatinya tercerai-berai?
Sebuah spekulasi
menghantam otaknya hingga bergaung terus menerus, dan ia langsung
mengecek kalender di handphone-nya. Begitu ia melihat angka 21 dan
kalimat Oktober di sampingnya, ia berteriak kesenangan dan berlari-lari
di terasnya. Permintaan coret kutukan kemarin telah dibatalkan!
Ia kemudian melihat
Jakyung turun dari sebuah mobil, dipayungi oleh lelaki yang jelas-jelas
bukan Kyuhyun. Tumben sekali Jakyung tidak menyapanya. Tapi, masa
bodohlah. Yang penting ia sudah lega. Kebahagiaannya mendadak jadi
berlipat ganda. Ini seperti mendapat konfirmasi dan klarifikasi tentang
pembatalan permintaan pertamanya.
Begitu Chayoung tersenyum,
langit seakan ikut bersahabat. Perlahan-lahan hujan berubah menjadi
gerimis, hingga akhirnya hilang samasekali. Hanya tersisa daun-daun
cokelat yang basah dan langit temaram khas musim gugur. Ia merasa sangat
ringan, kehilangan beban sehingga memutuskan untuk berjalan-jalan ke
taman.
Tunggu, sepertinya ia
pernah membuat fanfic dengan setting seperti ini. Daun-daun cokelat yang
basah… ia ingat pernah menuliskannya.
Permintaan keduanya telah
dikabulkan. Dan kelihatannya ia harus bersiap-siap untuk kebahagiaan
selanjutnya. Bersama Kyuhyun yang akan mencintainya sebagaimana yang
tertulis di fanfic-fanficnya…
YAY!
*
Sekarang ia yakin, ia
sedang menjalani fanficnya yang berjudul ‘Meet Me in the Autumnal
Equinox’. Yakin seratus persen. Ia ingat plotnya yang ringan,
menceritakan tentang kencan di taman kala musim gugur hari pertama. Ia
bahkan yakin ia menulis tentang anak lelaki berbaju merah dan ibunya
yang marah-marah, dan benar saja—ibu dan anak itu lewat.
Nenek itu mungkin gila, tapi ini sungguhan terjadi.
Sesampainya di taman, ia
melihat Kyuhyun melambaikan tangan ke arahnya. Ia segera melambaikan
tangannya balik, berjalan menuju bangku yang Kyuhyun duduki. Tapi,
sesuatu yang aneh terjadi. Seorang wanita yang mirip sekali dengannya,
hanya dalam balutan pakaian yang lebih dewasa dan matang mendahuluinya
berjalan menuju bangku itu, dan duduk bersama Kyuhyun sambil
menyenderkan kepalanya ke bahu Kyuhyun.
Tes
Air matanya menetes begitu
saja. Ia merasakan ada yang salah disini. Dan ternyata, kesalahan itu
berwujud seorang wanita yang mirip dengannya, tapi bukan dia. Wanita
itu… adalah sosok yang biasa ia tulis di fanficnya. Yang bernama
Ahn-hee. Yang berulang tahun di tanggal 22 Oktober juga. Yang mempunyai
kepribadian yang sama persis dengannya.
Yang memiliki Kyuhyun sekarang… tapi bukan Chayoung.
Oh. Terkutuklah 3 buah
permohonan itu! Chayoung benar-benar frustasi, tak tahu lagi apa yang
harus ia lakukan. Ia berbalik badan menuju ke pintu keluar taman, dan
tersandung batu besar. Tersungkur dan mengaduh, ia heran, tak ada
seorangpun yang berempati padanya.
Ia terus berjalan, tak
sanggup melihat Kyuhyun bersama tokoh rekaannya yang sekarang hadir di
dunia nyata hanya karena permohonan konyolnya yang salah sasaran.
Dulu, ia menolak untuk
menaruh namanya sendiri di dalam suatu fanfic, karena ia pikir ia tidak
pantas disejajarkan dengan Kyuhyun. Kalau saja ia tahu ia akan terlihat
seperti itu, ia akan memasukkan namanya sendiri dan kejadian sialan ini
tidak akan pernah terjadi, bahkan dengan 3 permintaan tersebut.
“AAAAAAAAAAAAH!” Ia
berteriak sekeras yang ia bisa, persetan dengan semua orang. Tapi,
syukurlah, tidak ada yang menoleh ke arahnya. Ia menendang batu kecil,
yang mengenai sebuah mobil sport mahal, namun pemiliknya yang baru
datang tidak memarahinya walaupun ia melihat kejadian itu. Pemilik
bertubuh tambun itu malah uring-uringan sendiri, mengucapkan, “Batu
sialan! Kenapa kau menggores mobilku?”
Chayoung menghapus
airmatanya dan ternganga. Bukankah jelas-jelas ia yang menendang batu
itu? Kenapa pemiliknya bersikap seakan ia tidak terlihat?
Dua anak kecil yang berlarian menembus badan Chayoung. Ia tertegun, berpikir, dan sampai pada konklusi bahwa ia sekarang invisible, berbentuk seperti phantom,
dan tidak dianggap dunia. Ia seakan hanya bisa membaca sebuah cerita
tanpa bisa berpartisipasi di dalamnya. Ia benar-benar menjelma menjadi
saksi bisu dari fanficnya…
Permohonan keduanya
terkabul dengan sempurna. Fanficnya menjadi kenyataan, namun ia bukan
bagian dari fanfic itu. Ia adalah orang luar. Yang sedang berbahagia
bukan ia, melainkan wanita yang selama ini ia kira dirinya.
*
Ia memutuskan untuk pulang
ke rumahnya. Dan betapa hancurnya hati Chayoung, menemukan bahwa
eksistensinya benar-benar digantikan seutuhnya oleh Ahn-hee? Semua
trofi, piagam dan medali yang Chayoung dapat sekarang bertuliskan nama
‘Chon Ahn-hee’. Bukunya, rapornya, sampai kwitansi pembayaran yang ia
lakukan semuanya jadi milik Ahn-hee. Semua itu berserakan di lantai
dengan tulisan ‘Ahn-hee’ dimana-mana.
Dunia telah menghapusnya dari sejarah. Dan di luar, hujan turun lagi.
*
Chayoung tertidur lagi
setelah meratapi nasibnya di ruang tamu. Jarum jam menunjukkan waktu
pukul 11.55 ketika ia terbangun. Rumahnya sepi. Bayangan-bayangan
tentang hantu merasuk, tapi, toh ia juga berwujud hampir sama.
Sejurus kemudian, ia
terpaksa memicingkan matanya, berusaha menghindari sinar terang yang
menyilaukan. Setelah sinar itu mulai meredup, jantungnya seakan berhenti
berdetak. The old witch has come from nowhere.
“Nenek?!” ia berseru parau. “Nenek, apa yang sudah kau perbuat padaku?!”
“Kau sendiri yang memilih permintaanmu, sayang.”
“TAPI AKU TIDAK PERNAH
MINTA HIDUPKU DIKACAUKAN!” ia meraung marah, lebih dari frustasi yang
sekarang ia rasakan di dada. Si nenek hanya menggeleng dan tersenyum,
“Aku sudah memperingatkanmu untuk berhati-hati dalam mengucapkan
permohonan.”
“Tidak bisakah
permintaanku dibatalkan, seperti yang pertama?” Chayoung sudah letih
sekarang. Ia hanya bisa memelas, meminta nenek itu untuk menolongnya.
Nenek itu satu-satunya orang yang dapat mempertanggungjawabkan semua
ini.
“Bisa, sayangku, tapi—itu permintaanmu yang terakhir.”
“Biar saja!” ia sedikit
kelepasan. “Oh, maaf nek, maksudku, tidak apa-apa. Aku hanya ingin
hidupku kembali normal seperti sedia kala.”
Nenek itu tersenyum lagi.
“Pikir dulu baik-baik, sebelum semuanya menjadi kacau lagi. Ini
benar-benar permintaanmu yang terakhir, manis.”
Chayoung menghela napas, bertepatan dengan jam besar yang berdentang 12 kali. “Baiklah… aku sudah siap.”
“Kali ini, ucapkan permohonan terakhirmu di dalam hati. Selamat ulang tahun!”
*
“Selamat ulang tahun!”
Chayoung tak dapat
menyembunyikan senyum sumringahnya ketika semua teman-temannya berkumpul
dan menyanyikan lagu ulangtahun untuknya. Ia juga menerima berbagai
macam kado yang benar-benar tak disangkanya. Hari jadi ke-16 nya
berjalan dengan penuh cinta.
Masalahnya sudah selesai.
Ia sudah kembali hidup dengan normal, seperti sediakala. Tentu ada harga
yang harus ia bayar. Kyuhyun kembali berjarak dengannya, sebagai idola
dan penggemar. Semua kenangan tentang berdekatan dengan Kyuhyun hanya
terpatri di benaknya seorang, karena, tak ada yang tahu hal itu selain
ia dan si nenek tua. Omong-omong, nenek itu tidak pernah terlihat lagi.
Ia belajar banyak dari
kejadian aneh itu. Untuk lebih dewasa. Untuk memprioritaskan sesuatu.
Bukan berarti Kyuhyun tidak penting, hanya saja… ia merasa ini belum
waktunya.
Chayoung yakin, ia akan bertemu dengan Kyuhyun. Entah kapan, Tuhan akan mengabulkannya.
Yah, tentu saja. Ia tak
lagi bergantung pada nenek tua dan 3 permohonannya. Ia kini juga belajar
untuk berusaha mewujudkan impiannya, bukan sekedar berharap. Ia mulai
rajin mencari informasi tentang travelling. Ia belajar dengan lebih giat
daripada dulu. Ia juga masih rajin mendatangi fanmeet, namun tanpa harapan yang berlebih kala ia masih labil dulu.
“Tenang, Chayoung, kau
bodoh sekali. Kyuhyun takkan kemana-mana kalau ia takdirmu.” oceh Haneul
sambil memakan potongan kue yang besar.
“Kalau ia kemana-mana?” Chayoung tertawa geli.
“Kejar, dong!”
“Haha, benar sekali.
Seperti mudah saja. Nanti dulu, lebih baik aku sekolah yang benar,
membanggakan orangtua, baru mengurus perihal kejar-kejaran!”
“Benar juga, sih… tapi,
kalau kau bertemu yang lebih dari dia nantinya, bagaimana? Kau kan akan
menjelajahi dunia ini. Bertemu dengan orang baru, bahkan dengan para
bule-bule yang aku yakin lebih tampan darinya.”
“Kita lihat saja nanti. Eh, aku disisakan dong! Rakus kau!” Chayoung tergelak dan merampas pisau plastik dari tangan Haneul.
“Ya, benar, lihat saja
nanti. Semua akan indah pada waktunya, kok. Eh, tapi… aku dengar Kyuhyun
baru dekat dengan salah satu personil SISTAR. Kenapa ya…”
“Oh ya? Biarkan saja, aku juga tak akan terpengaruh. Aku kan punya kamu, Neul.” sahutnya ceria.
Seperti yang telah Chayoung bilang, ia telah belajar banyak.
FIN
<3
<3
<3
EPILOGUE
22102020
“Happy birthday, our lovely Chayoung!”
Suasana di sebuah pub
kecil di Praha riuh rendah, membuat semua orang disana menoleh ke
segerombolan traveller dari kampus Sorbonne tersebut. Beberapa orang
menabur konfeti, beberapa mabuk, dan beberapa membawa kue besar.
“Hei, permisi, di sebelah
sana ada apa?” tanya seorang pria berumur 28 tahun yang menggunakan
kacamata baca berlensa tebal. Si bartender yang dimintai keterangan
hanya menjawab sekenanya. “Ulang tahun.”
“Oh.” ia kembali berkonsentrasi kepada wine di gelasnya. Bosan, ia menanyai bartender botak itu lagi, “Siapa yang berulang tahun? Maksudku, mungkin saja kau tahu.”
“Heh? Seorang wanita Asia, kurasa. Oh, itu dia orangnya.”
Sesosok mungil wanita yang memakai jaket denim dan rok flower-patterned warna
pastel mendekat, membawa beberapa gelas bir yang sudah kosong. “Halo,
bisa tolong isi lagi gelasnya?” ucapnya riang ke si bartender.
“Tunggu… kau, orang Korea bukan? kau berulang tahun ya?”
“Iya, untuk kedua
pertanyaanmu.” jawab wanita itu. Ia kemudian menoleh ke arah lelaki itu.
Kemudian, seakan melihat setan, ia buru-buru memalingkan wajahnya.
Tapi, lelaki itu menyadari sesuatu yang lain.
“Apa aku mengenalmu? Wajahmu familiar.”
“T-tidak. Mukaku pasaran,
mungkin kau salah orang. Maaf.” Wanita itu terlihat gelisah sekarang,
mengetuk-ngetukkan jarinya di permukaan meja bar.
“Namaku Cho Kyuhyun.” ia mengulurkan tangannya.
“Err, yah—Chayoung.”
“Chayoung, ya, Chayoung. Kau pasti mengenalku kan?”
“Tidak. Permisi, bisa lebih cepat lagi birnya?” tanyanya ke si bartender.
“Tapi aku mengenalmu. Once upon a dream.
Mimpi yang aneh, sih—kau sebagai anak SMA dan masa laluku sebagai, yah,
artis. Aku bermimpi tentang kita dua kali. Setelah itu, aku jadi sering
bermimpi tentang wajahmu. Apakah kau berpikir aku aneh?”
Wanita itu terkejut. Kemudian, ia tertawa, “Kau pedofil, tuan. Dan agak gila.”
“Tapi, kau serius tidak mengenaliku? Maksudku, aku lumayan terkenal dulu. Super Junior, yeah—begitulah.”
Wanita itu tersenyum
sekarang. Menertawai kesalahannya karena berbohong tentang
ketidaktahuannya. Di pojok bar, sesosok nenek tua yang berjaket hitam,
menyerupai jubah dengan capuchon memperhatikan kejadian itu dengan seksama. Tugasnya telah selesai.
Dan poof—dia menghilang.
FIN, a real FIN this time
A/N : Terinspirasi dari
satu cerita di Goosebumps XDD keabalan disebabkan karena bersikeras
ingin posting di tanggal 22. Review?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar