Pengikut

Senin, 22 Oktober 2012

Les Trois Souhaits


Les Trois Souhaits (The Three Wishes) by antarirtsCho Kyuhyun, Chon Chayoung (OC) – Supernatural, Romance  – PG-13 – a birthday fic to herself XD
Les trois souhaits. Tiga harapanmu akan terkabul. Selama itu tidak berkaitan dengan kejahatan, 3 hal yang kau harapkan terjadi, akan terjadi di kehidupanmu.”


Chayoung sedang berjalan di bawah naungan pohon-pohon yang daunnya kecokelatan dan satu persatu jatuh berguguran dengan cantik. Suasana Incheon pasca Chuseok masih damai dan menyenangkan di bulan kesepuluh ini. Benar, bulan kesepuluh. Oktober! Bulan kesukaannya, tentu saja—bulan kelahirannya.
Besok ia akan berulang tahun yang ke-16. Di saat semua temannya sudah berumur 16 dan ia masih tertinggal, ia merasa kecil. Ia ingin cepat-cepat dewasa. Alasannya?
Satu, karena ia muak tidak dapat mendaftar untuk beasiswa ini-itu, tidak diperbolehkan untuk travelling sendirian, dan tidak dapat memasukkan umur aslinya di website atau ia tidak akan bisa mendaftar.
Dua, karena Cho Kyuhyun. Karena lelaki yang ia puja-puji selama 3 tahun terakhir ini mempunyai kesenjangan umur sekitar 8 tahun dengannya.Karena Kyuhyun dapat melakukan apa saja yang ia mau, termasuk berdekatan dengan wanita secara legal sementara ia, si anak bau kencur hanya bisa mendelik ke layar laptop melihatnya. HAH.
……….. Karena ia ingin terlihat sebanding jika suatu saat nanti ia bisa mendapat kesempatan untuk menjalin hubungan dengan idola Korea Selatan itu (walaupun dalam mimpi, sih).
Pokoknya, ia benci menjadi remaja tanggung. Dan bertambah umur walaupun hanya satu tahun membuatnya merasa sedikit lebih dewasa. Huzzah!
“Chayoung-ah, tunggu aku, dong!”
Lamunannya buyar.
Chayoung lantas menengok ke belakang. Itu Haneul, teman akrabnya yang keluar dari gerbang sekolah sambil tergopoh-gopoh membawa setumpuk buku fisika, kimia, dan kawan-kawan. “Ah, Neul, maafkan aku. Kupikir kamu mau pulang terlambat lagi untuk latihan olimpiade.”
“Tidak, aku mau lihat video anniversary-nya oppadeul. Kau sih, curang, kesana sendirian.” Haneul menyamai langkah kaki Chayoung, terima kasih kepada kaki jenjangnya.
“Mana kutahu kalau kau terpilih lagi jadi wakil sekolah untuk olimpiade kali ini?” Kemudian, menyadari bahwa kalimatnya kurang tepat, Chayoung tertawa, “Bukan, salah, aku selalu tahu kau akan terpilih lagi jadi peserta olimpiade. Yang tidak kutahu adalah jadwal latihannya yang bertabrakan dengan fanmeet kali ini.”
Haneul cemberut membayangkan kegagalannya karena olimpiade sialan itu. “Ming bagaimana?”
“Ooh, dia keren sekali kemarin. Dua row di depanku dapat berjabat tangan dengannya. Ia cukup hiperaktif kemarin, menarik-narik Donghae kesana kemari tanpa letih. Sepertinya ia sedang dalam mood yang baik.”
“Oh, syukurlah. Kalau ia sedang dalam mood yang buruk dan memperlakukan ELF dengan buruk, ia takkan kuberikan jatah malam ini!” Haneul melontarkan joke khas fangirl, dan mereka berdua tertawa lepas. “Oh iya, si-bokong-besar-mu itu bagaimana?”
“Biasa, flirting dengan satu fangirl di seat VIP. Tak tahulah.”
“Maaf, Chayoungie… aku tidak bermaksud.” Haneul merasa bersalah melihat Chayoung bersedih. “Ngomong-ngomong, fanfic terbarumu sudah selesai?”
“Kau berusaha mengalihkan pembicaraan, aish,” tuding Chayoung. “Tapi, yah, sampai dirumah aku akan segera mem-publishnya.”
“Aku harus menjadi reviewer pertama!” pekik Haneul senang.
 Chayoung tersenyum melihat support yang selalu diberikan Haneul padanya. “Terima kasih banyak, Neul, kau selalu tahu cara untuk menghiburku. Tapi Kyuhyun memang harus diberi pelajaran. Menurutmu, apa yang harus kuberikan agar dia jera? Tidak boleh masuk kamar? Atau tidak ada sesi game malam?”
“Menurutku, kau harus menciumnya dengan lebih passionate lain kali.”
Dan segera saja, tawa kedua gadis sekolah menengah itu berderai dalam perjalanan pulang mereka.
*
“Daah!”
“Hati-hati ya, Young-ah!”
Chayoung dan Haneul harus berpisah di persimpangan jalan karena arah rumah mereka berbeda. Chayoung meneruskan perjalanannya, melewati sebuah taman bermain saat tiba-tiba ada yang mencolek bahunya.
Dan begitu ia menoleh ke belakang, ia sontak menjerit, “HUAAAA!”
Di belakangnya berdiri seorang nenek-nenek berpakaian aneh, sweter bergradasi pelangi yang sudah usang dan pudar warnanya dan memakai jubah hitam yang nyaris berwarna abu-abu yang ber-capuchon. Nenek itu menggenggam sebuah tongkat yang kelihatan terbuat dari kayu untuk membantunya berjalan, sedangkan tangannya yang bebas mencengkram erat bahu Chayoung.
“Nonaa—bantu nenek, bisa?”
Chayoung, masih syok, mengangguk secara tidak sadar. “B-bisa, nek…” sahutnya ragu. Nenek itu kemudian melepas tudungnya yang menyembunyikan rambut keperakan yang dijalin asal. “Jangan takut nona, aku cuma tersesat.”
Hah, syukurlah, pikir Chayoung. Ia kira nenek ini penyihir atau apa. “Nenek mau kemana?” ia menunjukkan senyum termanisnya, mencoba beramah-tamah walaupun beberapa detik lalu ia nyaris mati ketakutan.
“Aku mau pergi ke Hongmae. Nona tahu?”
Ah, Hongmae. Chayoung bisa saja mengantarkannya ke sana. Hongmae cuma berjarak 4 blok dari rumahnya. Hongmae itu adalah ujung dari perumahan yang ditempati Chayoung. “Tahu, nek, ayo sekarang aku antarkan ke sana.”
Nenek itu berjalan, dibantu dipegangi oleh Chayoung. Langit yang kelabu semakin menggelap, sebentar lagi mungkin hujan turun. Mereka tetap menyusuri jalan dengan harapan hujan akan tertunda sebentar. Setelah sekitar tiga blok mereka lewati, nenek itu menatap Chayoung, dan berkata, “Kau baik sekali, nona.”
“Eh, tidak nek, memang itu kewajiban untuk membantu sesama.”
“Tapi kau baik sekali,” nenek itu bersikeras. “orang-orang tidak mau membantuku karena mereka sibuk dengan kesibukannya sendiri. Untunglah masih ada orang sepertimu, nona.”
“Sungguh nek, ini biasa saja.”
Nenek itu kemudian mengucap beberapa kata yang tidak dapat dimengerti Chayoung, dan ia menatap Chayoung lagi kali ini, lebih tajam. “Pasti besok ulangtahunmu, bukan?”
“B-benar. Nenek tahu dari mana?” ia mulai merinding. Apakah nenek ini sejenis cenayang?
“Aku punya hadiah untukmu. 3 permohonan.”
“Maaf?”
Les trois souhaits. Tiga harapanmu akan terkabul. Selama itu tidak berkaitan dengan kejahatan, 3 hal yang kau harapkan terjadi, akan terjadi di kehidupanmu.”
Chayoung melongo, tidak tahu harus merespon apa. “O-oh. Baiklah.” Alisnya berkerut dalam, tanda bingung yang sangat dahsyat. Nenek itu tahu ulang tahunnya. Nenek itu baru saja mengatakan kalimat dalam bahasa Prancis. Nenek itu baru saja memberinya 3 kesempatan untuk mengabulkan harapan-harapannya.
What kind of sorcery is this?!
“Terima kasih, nenek, atas kemurahan hatimu. Tapi, uhm…kita sudah sampai.” Ia menunjuk plang di jalan yang bertuliskan Hongmae 1. Di depan Hongmae, semuanya masih semak belukar dan diselubungi pepohonan tinggi gelap yang bergoyang-goyang tertiup angin kencang. Ia harus cepat pulang, atau ia akan basah kuyup karena rintik hujan telah terasa di wajahnya.
“Ingat, nona, tiga harapan. Berhati-hatilah dalam memilih permohonanmu. Akan segera terkabul begitu ada hujan. Hujan!” nenek itu tampak kegirangan sekali menyebutkan hujan. “Hujan akan memberimu efek positif, mengurung semua roh jahat di tempatnya, hahaha!”
Chayoung makin ketakutan.
“Oh ya, berhati-hatilah dalam mengucap permohonanmu!” tambah si nenek aneh.
Setelah pamit dengan gemetaran, ia langsung berlari tanpa menengok ke arah nenek tersebut, yang tanpa sepengetahuan Chayoung, sudah menghilang.
*
Sampai di rumah, Chayoung yang rambut dan sekujur tubuhnya basah karena kalah cepat dengan hujan dan masih harus menghadapi fakta bahwa rumahnya terkunci. Keluarganya pergi, dan ia ditinggal sendiri di cuaca seperti ini. Ia cepat-cepat menepis pikiran tentang nenek aneh tadi, mengelap wajah dan telinga sebisanya dan mengeluarkan iTouch dari saku tasnya yang ia lindungi mati-matian tadi.
Suara indah milik K.R.Y, sub-grup dari Super Junior yang memuat Kyuhyun di dalamnya mulai mengalun, melantunkan tembang berjudul Loving You. Ia tak pernah bosan mendengar suara lembut itu, setiap kali, setiap saat. “Kyuhyun-ah… kau tidak tahu betapa aku mencintaimu, kan?” ia menggumam sambil memperhatikan wallpaper iTouchnya.
Khas fangirl sekali, bukan?
Nyatanya, Chayoung benci dipanggil tipikal. Ia mengklaim bahwa ia berbeda dari fangirl lainnya. Ia takkan pernah memanggil Kyuhyun dengan embel-embel ‘oppa’, padahal umur mereka begitu besar selisihnya. Ia tidak pernah memuji Kyuhyun terang-terangan, justru ia menghina Kyuhyun setiap hari melalui Twitter, situs mikroblogging yang ia anggap paling efektif dalam menyampaikan pesannya pada Kyuhyun. Syukur-syukur jika Kyuhyun sempat memperhatikan bahwa username nguoyahc yang terdengar seperti nama Thailand selalu mengisi kotak mentionnya, setiap hari.
“Bodoh…” ia menyumpah lagi, ibu jarinya mengusap permukaan iTouch yang terpercik air hujan, tepat di wajah Kyuhyun. “Kenapa sih, kau bodoh sekali? Aku selalu hadir, kan, kalau ada fanmeet, kalau ada konser—dan kau tak pernah sekalipun menyadari kehadiranku. Kyuhyun bodoh!”
Ia ingin Kyuhyun menyadari keberadaannya.
DEG
Tiba-tiba ia ingat kalau nenek itu menyebutkan 3 harapan. Mungkin ini terdengar gila, tapi, siapa tahu nenek itu serius? Dan akhirnya Kyuhyun bisa menyadari keberadaannya? Dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya besok?
“Oh, aku ingin membuat Cho Kyuhyun sadar kalau aku ada di dunia ini.”
Tiba-tiba petir menyambar, menyilaukan mata Chayoung yang sedang bersender di pintu rumahnya yang tertutup. Ia gemetar ketakutan, takut kalau petir itu menyambarnya.
Ia merasakan air mata mulai merembes, menuruni pipi tembamnya, membuat kacamatanya yang sudah berembun menjadi beruap. Sial, ia lupa kalau ia sedang datang bulan. Ia mungkin bisa menangisi iklan penurun panas anak besok…
*
“Kau tidak apa-apa?”
Chayoung membuka matanya yang semula ia pejamkan rapat-rapat. Sesosok tinggi yang membungkuk untuk memastikan keadaannya tiba-tiba menjadi jelas. Sesaat, otaknya beku, tak dapat menyimpulkan siapa itu.
Ooh, mata itu.
Ooh, hidungnya yang tinggi.
Ooh, kulit pucat.
Ooh, bibirnya yang agak kering.
….Mendadak ia merasa mual seperti terjungkal dari gedung pencakar langit. Apakah itu benar-benar Cho Kyuhyun? Cho Kyuhyun? Yang biasa ia lihat di laptopnya? Atau dari jarak antara tribun dan panggung? Atau yang biasa ia lihat melalui kaca tembus pandang di kantor KTR?
“Hei, namamu Chon Chayoung, ya?”
Chayoung rasanya ingin meledak saat itu juga. Seorang Cho Kyuhyun tahu namanya? Nama anak SMA yang bahkan tidak populer di sekolah? Bagaimana ia bisa tahu? Apakah ini mimpi? Atau… harapannya benar-benar dikabulkan?
“…Aku anggap kediamanmu sebagai ‘ya’. Kenapa kau menangis, Chayoung?”
“B-bagaimana kau bisa tahu namaku?”
Well, aku punya teman yang sering menceritakan tentang gadis bernama Chayoung yang cinta setengah mati padaku. Apakah itu benar kau?” senyumnya geli.
“Ti—tidak! Aku bahkan tidak tahu siapa kau.” Ia mencoba bersikap netral dan flat, seakan Kyuhyun bukan sesuatu yang berharga di hidupnya. “Kau siapa?”
“Oh, ayolah, ini bukan waktu yang tepat untuk berbohong. Kacamata ini takkan sebegitunya menyamarkan identitasku. Lagipula, aku melihatmu sekali di fanmeet. Kau memegang sebuah buku gambar besar yang ditulisi kata-kata sumpah serapah dengan spidol hitam, namun dengan makna tersirat kalau kau bisa mati tanpaku. Lalu, di konser SM Town… kau menangis bukan? Saat lagu Just The Way You Are? Kenapa ya aku selalu melihatmu menangis?”
Chayoung tercengang. Tak tahu harus bersikap apa. Kyuhyun ingat semua tentangnya, sampai ke detil terkecil. Dan iya, ia memang menangis bahagia saat melihat Kyuhyun ternyata membawa Taemin, bukan lucky fan seperti yang terjadi di Paris. Ia berhutang budi pada Taemin.
Apakah ini berarti permohonannya baru saja terkabul?! Oh, berkatilah nenek tua aneh tadi! Ia akan menciumnya lain kali ia bertemu nenek itu.
“Kau boleh memakai banmal padaku. Aku tidak keberatan.” Kyuhyun menyunggingkan senyum yang dapat menerangi seluruh kota, hanya untuk Chayoung. Dan lagi-lagi, gadis bodoh itu mematung, jelas-jelas terpesona.
“Hei… kau belum menjawabku samasekali dari tadi. Dan kau mirip kucing yang tercebur ke got. Rumahmu dikunci, bukan? Ayo, ikut aku ke rumah temanku. Tentu saja ia akan meminjamkanmu baju bersih. Lap air matamu, cepat.”
Chayoung mengikuti instruksi itu dengan setengah mengawang, berspekulasi besar-besaran di otaknya. Apakah ini sungguhan atau fatamorgana atau hanya ilusi optik atau ia hanya gila atau…
“Kyuhyun?”
Chayoung dan Kyuhyun lantas menoleh ke arah sumber suara tersebut. Di pagar berdiri seorang wanita cantik yang warna payungnya serasi dengan bajunya. Ia kenal wanita itu. Namanya Jakyung, dan itu adalah tetangga sebelah rumahnya yang kuliah di Kyunghee University. Dulu, hubungan mereka dekat layaknya kakak dan adik, sebelum mereka berdua sama-sama sibuk.
Mungkin ini teman yang dimaksud Kyuhyun, yang memberitahu segalanya tentang Chayoung kepada Kyuhyun.
“Ah, itu dia temanku. Kau kenal dia, bukan? Han Jakyung? Hei, Jakyung-ah, kau sudah bawa payungnya, belum?”
Jakyung mengangguk dan masuk ke dalam teras rumah Chayoung. “Halo, dongsaeng-ah. Kalian sudah kenalan, bukan?” ia melirik Kyuhyun sambil mengedipkan matanya. “Maaf ya, tadi ibumu tidak menitipkan kunci seperti biasanya, mungkin ia lupa. Ke rumahku saja dulu, ya?”
Chayoung mengangguk, namun dengan perasaan yang tidak keruan. Mengapa ia merasa diperlakukan seperti anak SD?
*
Di rumah Jakyung yang luas dan indah, Chayoung sudah berganti baju hangat dan diselubungi selimut tebal sambil memegang segelas coklat panas. Ia mengamati butiran air hujan yang meluncur di permukaan jendela luar. Kyuhyun sedang mengerjakan tugas bersama Jakyung, dan mau tidak mau ia merasa sedikit cemburu melihatnya.
Pintu rumah Jakyung terbuka lagi, ternyata kedua orangtua Jakyung baru pulang. “Wah, ramai sekali rumah kita ini. Ada Chayoung, hai! Ibumu baru saja SMS, katanya titip kamu disini. Ibumu benar-benar lupa belum meninggalkan kunci.”
“Tepat seperti dugaanku, kan, dongsaeng?”
Chayoung mengangguk pelan. “Maaf merepotkan, ahjumma.”
“Ah, tidak apa-apa. Lagipula ada Jakyung-unnie kan disini. Oh ya, Chayoung, bukannya kau suka Super Junior ya? Itu, Kyuhyun kan salah satu personilnya. Kalian sudah kenalan?”
Ya ampun, tetangga saja tahu ia suka SJ. Rasanya ia ingin mengubur diri karena malu melihat Kyuhyun tertawa kecil mendengarnya.
Telepon rumah Jakyung berbunyi, dan ia bergegas mengangkatnya. “Yoboseyo?”
Kyuhyun yang ditinggal mengangkat telepon lantas menghampiri Chayoung yang sedang meniup-niup gelas coklatnya. “Hei, Chayoung, kau sedang apa?”
“Mendinginkan coklatku, kelihatan kan?” sahut Chayoung sedikit ketus.
 ”Sini, biar aku yang dinginkan.” Kyuhyun tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Chayoung terkesima, apa-apaan ini maksudnya. “Apa… ini semacam fanservice?”
“Tergantung, kau mau dianggap sebagai kipas atau sebagai Chayoung.”
“Tidak lucu.”
“Ah, sudahlah, cepat berikan gelasnya. Aku namakan ini Cha-service.”
Mau tak mau Chayoung tertawa, dan menyerahkan gelasnya. Ia kemudian memperhatikan Kyuhyun yang meniup-niup gelasnya dengan semangat, sebelum Jakyung memanggilnya. “Chayoung? Barusan itu ibumu. Katanya ia terjebak badai di tengah jalan, jadi ia menginap di kantor. Ayahmu juga sedang dinas, kan, jadi lebih baik kau menginap di sini.”
“Aku juga mau menginap di sini! Kalau ada badai, aku juga tidak bisa pulang, tahu.” sahut Kyuhyun cepat.
Chayoung kaget dengan pernyataan Kyuhyun. Di satu sisi, ia merasa senang kalau ia bisa bermalam bersama Kyuhyun, meskipun tidak melakukan apapun. Di sisi lain, apakah segampang itu, menginap di rumah teman wanita?
Omoni, boleh kan aku menginap di sini?” kata Kyuhyun sambil mengeluarkan aegyo-nya kepada ibu Jakyung.
Sebentar, ‘omoni’?
“Tentu saja boleh, tapi, kalian meninggalkan Chayoung tanpa petunjuk sama sekali. Lihat, ia kebingungan.”
Kyuhyun dan Jakyung langsung melihat ke arah Chayoung, yang memang sedang kebingungan. “Chayoung-ah, sebenarnya Kyuhyun dan Jakyung akan segera menikah, jadi, jangan heran ya kalau Kyuhyun juga ikut menginap.”
APA?!
Oh… ia mendengarnya dengan sempurna. Dan pada detik itu juga, ia malah berharap kalau ia tuli. Astaga. Ini kelewatan. Ini jauh dari apa yang telah dibayangkannya dapat dilakukan dengan 3 permintaan itu. Jauh, jauh sekali.
*
“Maaf, dongsaeng, aku hanya tidak mau melukai perasaanmu.”
Chayoung bersyukur ia pandai menyembunyikan air mata dan berlagak seolah tidak ada yang terjadi. “Jakyung-unnie, tentu saja tidak apa-apa. Aku toh hanya mengidolakan ia saja.”
Semuanya menjadi pas dan sesuai. Tentu saja, Kyuhyun hanya memberikannya perlakuan lembut karena ia juga takut melukai perasaan fan-nya. Penggemarnya. Kipasnya.
Ooh, ini bahkan lebih buruk daripada friendzoned. Dia telah ter-fanzoned!
Chayoung melirik jam dinding, yang sebentar lagi akan menyentuh area jam 12 malam. Itu berarti sebentar lagi ia akan berumur 16 tahun, dan ia telah mendapatkan kado terburuk dimuka.
“Tapi, aku masih boleh main dengannya kan?” Chayoung mencoba bercanda untuk menghibur laranya sendiri. Jakyung tertawa, “Tentu saja boleh. Kau bahkan nyaris bisa menjadikannya kakakmu kalau begitu. Kau kan dongsaeng-ku.”
…setelah fanzoned, ia juga masuk sisterzoned.
*
Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday Cha—young!”
Tidak. Tidak. Ini lebih terasa seperti mimpi buruk dibandingkan surprise party. Kyuhyun yang sempat menghilang beberapa jam ternyata membuat kue untuknya. Menyiapkan dekorasi seadanya, dengan balon-balon yang entah ia temukan dimana. Surprise!
Hei, bukan, ini bukan masalah ia takut kuenya tidak enak (tentu saja, ini seorang Kyuhyun, seharusnya hal itu sudah jelas). Ini menyangkut hati labilnya yang tercabik-cabik melihat Kyuhyun begitu dekat dengan Jakyung. Mereka menyanyikan Happy Birthday dalam harmonisasi yang indah, sambil berpegangan tangan. Bahkan setelah kue dipotong, bukan Chayoung yang dapat colekan krim di wajah. Itu Jakyung. Ia benar-benar bukan siapa-siapa. Ia si anak SMA hanya sarana untuk selebrasi cinta mahasiswa yang sedang berkobar-kobar.
Ia memperhatikan wine yang dituang ke gelasnya dengan pikiran mengawang. Logikanya bergerak kesana kemari hingga ia sampai pada kesimpulan bahwa semua ini tercipta karena permintaannya telah dikabulkan oleh nenek aneh itu.
Kyuhyun telah menyadari eksistensinya, bahkan mengucapkan selamat ulang tahun padanya.  Secara teknis, permintaan itu telah dikabulkan secara sempurna.
Ia tidak melarang siapapun untuk menjadi kekasih Kyuhyun dalam harapannya.
Dan disinilah ia, ditengah pasangan yang dimabuk cinta. Meratap di tengah hujan badai yang meraung, berharap ia bisa mengulang permintaannya dan menggantinya dengan ‘aku harap, seluruh cerita yang kubuat tentang Kyuhyun  menjadi nyata.’—karena fanfic yang ia buat semuanya merupakan kehidupannya yang dicampur dengan fantasi, jadi ia pasti akan bahagia. Haha, ia sudah tidak peduli, yang penting permintaan pertamanya bisa dibatalkan. Ia jelas-jelas kalut, mengerang dan menjambak rambutnya sendiri. Lalu ia jatuh tertidur di meja ruang tamu, keletihan, masih memegangi gelas wine-nya yang isinya utuh.
Kau tidak pernah tahu jika permintaanmu akan dikabulkan sebegitu cepat, bukan?
*
Chayoung bangun di tengah udara yang dingin, menusuk tulang. Saat ia menyadari bahwa ia terbangun di depan pintu rumahnya dan bukan di rumah Jakyung, ia kebingungan lagi. Ini seperti de javu dari kemarin. Hujan, berangin, dan terkunci di depan rumah.  Serius deh, ada apa lagi ini? Tidak cukupkah hatinya tercerai-berai?
Sebuah spekulasi menghantam otaknya hingga bergaung terus menerus, dan ia langsung mengecek kalender di handphone-nya. Begitu ia melihat angka 21 dan kalimat Oktober di sampingnya, ia berteriak kesenangan dan berlari-lari di terasnya. Permintaan coret kutukan kemarin telah dibatalkan!
Ia kemudian melihat Jakyung turun dari sebuah mobil, dipayungi oleh lelaki yang jelas-jelas bukan Kyuhyun. Tumben sekali Jakyung tidak menyapanya. Tapi, masa bodohlah. Yang penting ia sudah lega. Kebahagiaannya mendadak jadi berlipat ganda. Ini seperti mendapat konfirmasi dan klarifikasi tentang pembatalan permintaan pertamanya.
Begitu Chayoung tersenyum, langit seakan ikut bersahabat. Perlahan-lahan hujan berubah menjadi gerimis, hingga akhirnya hilang samasekali. Hanya tersisa daun-daun cokelat yang basah dan langit temaram khas musim gugur. Ia merasa sangat ringan, kehilangan beban sehingga memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman.
Tunggu, sepertinya ia pernah membuat fanfic dengan setting seperti ini. Daun-daun cokelat yang basah… ia ingat pernah menuliskannya.
Permintaan keduanya telah dikabulkan. Dan kelihatannya ia harus bersiap-siap untuk kebahagiaan selanjutnya. Bersama Kyuhyun yang akan mencintainya sebagaimana yang tertulis di fanfic-fanficnya…
YAY!
*
Sekarang ia yakin, ia sedang menjalani fanficnya yang berjudul ‘Meet Me in the Autumnal Equinox’. Yakin seratus persen. Ia ingat plotnya yang ringan, menceritakan tentang kencan di taman kala musim gugur hari pertama. Ia bahkan yakin ia menulis tentang anak lelaki berbaju merah dan ibunya yang marah-marah, dan benar saja—ibu dan anak itu lewat.
Nenek itu mungkin gila, tapi ini sungguhan terjadi.
Sesampainya di taman, ia melihat Kyuhyun melambaikan tangan ke arahnya. Ia segera melambaikan tangannya balik, berjalan menuju bangku yang Kyuhyun duduki. Tapi, sesuatu yang aneh terjadi. Seorang wanita yang mirip sekali dengannya, hanya dalam balutan pakaian yang lebih dewasa dan matang mendahuluinya berjalan menuju bangku itu, dan duduk bersama Kyuhyun sambil menyenderkan kepalanya ke bahu Kyuhyun.
Tes
Air matanya menetes begitu saja. Ia merasakan ada yang salah disini. Dan ternyata, kesalahan itu berwujud seorang wanita yang mirip dengannya, tapi bukan dia. Wanita itu… adalah sosok yang biasa ia tulis di fanficnya. Yang bernama Ahn-hee. Yang berulang tahun di tanggal 22 Oktober juga. Yang mempunyai kepribadian yang sama persis dengannya.
Yang memiliki Kyuhyun sekarang… tapi bukan Chayoung.
Oh. Terkutuklah 3 buah permohonan itu! Chayoung benar-benar frustasi, tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia berbalik badan menuju ke pintu keluar taman, dan tersandung batu besar. Tersungkur dan mengaduh, ia heran, tak ada seorangpun yang berempati padanya.
Ia terus berjalan, tak sanggup melihat Kyuhyun bersama tokoh rekaannya yang sekarang hadir di dunia nyata hanya karena permohonan konyolnya yang salah sasaran.
Dulu, ia menolak untuk menaruh namanya sendiri di dalam suatu fanfic, karena ia pikir ia tidak pantas disejajarkan dengan Kyuhyun. Kalau saja ia tahu ia akan terlihat seperti itu, ia akan memasukkan namanya sendiri dan kejadian sialan ini tidak akan pernah terjadi, bahkan dengan 3 permintaan tersebut.
“AAAAAAAAAAAAH!” Ia berteriak sekeras yang ia bisa, persetan dengan semua orang. Tapi, syukurlah, tidak ada yang menoleh ke arahnya. Ia menendang batu kecil, yang mengenai sebuah mobil sport mahal, namun pemiliknya yang baru datang tidak memarahinya walaupun ia melihat kejadian itu. Pemilik bertubuh tambun itu malah uring-uringan sendiri, mengucapkan, “Batu sialan! Kenapa kau menggores mobilku?”
Chayoung menghapus airmatanya dan ternganga. Bukankah jelas-jelas ia yang menendang batu itu? Kenapa pemiliknya bersikap seakan ia tidak terlihat?
Dua anak kecil yang berlarian menembus badan Chayoung. Ia tertegun, berpikir, dan sampai pada konklusi bahwa ia sekarang invisible, berbentuk seperti phantom, dan tidak dianggap dunia. Ia seakan hanya bisa membaca sebuah cerita tanpa bisa berpartisipasi di dalamnya. Ia benar-benar menjelma menjadi saksi bisu dari fanficnya…
Permohonan keduanya terkabul dengan sempurna. Fanficnya menjadi kenyataan, namun ia bukan bagian dari fanfic itu. Ia adalah orang luar. Yang sedang berbahagia bukan ia, melainkan wanita yang selama ini ia kira dirinya.
*
Ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Dan betapa hancurnya hati Chayoung, menemukan bahwa eksistensinya benar-benar digantikan seutuhnya oleh Ahn-hee? Semua trofi, piagam dan medali yang Chayoung dapat sekarang bertuliskan nama ‘Chon Ahn-hee’. Bukunya, rapornya, sampai kwitansi pembayaran yang ia lakukan semuanya jadi milik Ahn-hee. Semua itu berserakan di lantai dengan tulisan ‘Ahn-hee’ dimana-mana.
Dunia telah menghapusnya dari sejarah. Dan di luar, hujan turun lagi.
*
Chayoung tertidur lagi setelah meratapi nasibnya di ruang tamu. Jarum jam menunjukkan waktu pukul 11.55 ketika ia terbangun. Rumahnya sepi. Bayangan-bayangan tentang hantu merasuk, tapi, toh ia juga berwujud hampir sama.
Sejurus kemudian, ia terpaksa memicingkan matanya, berusaha menghindari sinar terang yang menyilaukan. Setelah sinar itu mulai meredup, jantungnya seakan berhenti berdetak. The old witch has come from nowhere.
“Nenek?!” ia berseru parau. “Nenek, apa yang sudah kau perbuat padaku?!”
“Kau sendiri yang memilih permintaanmu, sayang.”
“TAPI AKU TIDAK PERNAH MINTA HIDUPKU DIKACAUKAN!” ia meraung marah, lebih dari frustasi yang sekarang ia rasakan di dada. Si nenek hanya menggeleng dan tersenyum, “Aku sudah memperingatkanmu untuk berhati-hati dalam mengucapkan permohonan.”
“Tidak bisakah permintaanku dibatalkan, seperti yang pertama?” Chayoung sudah letih sekarang. Ia hanya bisa memelas, meminta nenek itu untuk menolongnya. Nenek itu satu-satunya orang yang dapat mempertanggungjawabkan semua ini.
“Bisa, sayangku, tapi—itu permintaanmu yang terakhir.”
“Biar saja!” ia sedikit kelepasan. “Oh, maaf nek, maksudku, tidak apa-apa. Aku hanya ingin hidupku kembali normal seperti sedia kala.”
Nenek itu tersenyum lagi. “Pikir dulu baik-baik, sebelum semuanya menjadi kacau lagi. Ini benar-benar permintaanmu yang terakhir, manis.”
Chayoung menghela napas, bertepatan dengan jam besar yang berdentang 12 kali. “Baiklah… aku sudah siap.”
“Kali ini, ucapkan permohonan terakhirmu di dalam hati. Selamat ulang tahun!”
*
“Selamat ulang tahun!”
Chayoung tak dapat menyembunyikan senyum sumringahnya ketika semua teman-temannya berkumpul dan menyanyikan lagu ulangtahun untuknya. Ia juga menerima berbagai macam kado yang benar-benar tak disangkanya. Hari jadi ke-16 nya berjalan dengan penuh cinta.
Masalahnya sudah selesai. Ia sudah kembali hidup dengan normal, seperti sediakala. Tentu ada harga yang harus ia bayar. Kyuhyun kembali berjarak dengannya, sebagai idola dan penggemar. Semua kenangan tentang berdekatan dengan Kyuhyun hanya terpatri di benaknya seorang, karena, tak ada yang tahu hal itu selain ia dan si nenek tua. Omong-omong, nenek itu tidak pernah terlihat lagi.
Ia belajar banyak dari kejadian aneh itu. Untuk lebih dewasa. Untuk memprioritaskan sesuatu. Bukan berarti Kyuhyun tidak penting, hanya saja… ia merasa ini belum waktunya.
Chayoung yakin, ia akan bertemu dengan Kyuhyun. Entah kapan, Tuhan akan mengabulkannya.
Yah, tentu saja. Ia tak lagi bergantung pada nenek tua dan 3 permohonannya. Ia kini juga belajar untuk berusaha mewujudkan impiannya, bukan sekedar berharap. Ia mulai rajin mencari informasi tentang travelling. Ia belajar dengan lebih giat daripada dulu. Ia juga masih rajin mendatangi fanmeet, namun tanpa harapan yang berlebih kala ia masih labil dulu.
“Tenang, Chayoung, kau bodoh sekali. Kyuhyun takkan kemana-mana kalau ia takdirmu.” oceh Haneul sambil memakan potongan kue yang besar.
“Kalau ia kemana-mana?” Chayoung tertawa geli.
“Kejar, dong!”
“Haha, benar sekali. Seperti mudah saja. Nanti dulu, lebih baik aku sekolah yang benar, membanggakan orangtua, baru mengurus perihal kejar-kejaran!”
“Benar juga, sih… tapi, kalau kau bertemu yang lebih dari dia nantinya, bagaimana? Kau kan akan menjelajahi dunia ini. Bertemu dengan orang baru, bahkan dengan para bule-bule yang aku yakin lebih tampan darinya.”
“Kita lihat saja nanti. Eh, aku disisakan dong! Rakus kau!” Chayoung tergelak dan merampas pisau plastik dari tangan Haneul.
“Ya, benar, lihat saja nanti. Semua akan indah pada waktunya, kok. Eh, tapi… aku dengar Kyuhyun baru dekat dengan salah satu personil SISTAR. Kenapa ya…”
“Oh ya? Biarkan saja, aku juga tak akan terpengaruh. Aku kan punya kamu, Neul.” sahutnya ceria.
Seperti yang telah Chayoung bilang, ia telah belajar banyak.
FIN
<3
<3
<3
EPILOGUE
22102020
“Happy birthday, our lovely Chayoung!”
Suasana di sebuah pub kecil di Praha riuh rendah, membuat semua orang disana menoleh ke segerombolan traveller dari kampus Sorbonne tersebut. Beberapa orang menabur konfeti, beberapa mabuk, dan beberapa membawa kue besar.
“Hei, permisi, di sebelah sana ada apa?” tanya seorang pria berumur 28 tahun yang menggunakan kacamata baca berlensa tebal. Si bartender yang dimintai keterangan hanya menjawab sekenanya. “Ulang tahun.”
“Oh.” ia kembali berkonsentrasi kepada wine di gelasnya. Bosan, ia menanyai bartender botak itu lagi, “Siapa yang berulang tahun? Maksudku, mungkin saja kau tahu.”
“Heh? Seorang wanita Asia, kurasa. Oh, itu dia orangnya.”
Sesosok mungil wanita yang memakai jaket denim dan rok flower-patterned warna pastel mendekat, membawa beberapa gelas bir yang sudah kosong. “Halo, bisa tolong isi lagi gelasnya?” ucapnya riang ke si bartender.
“Tunggu… kau, orang Korea bukan? kau berulang tahun ya?”
“Iya, untuk kedua pertanyaanmu.” jawab wanita itu. Ia kemudian menoleh ke arah lelaki itu. Kemudian, seakan melihat setan, ia buru-buru memalingkan wajahnya. Tapi, lelaki itu menyadari sesuatu yang lain.
“Apa aku mengenalmu? Wajahmu familiar.”
“T-tidak. Mukaku pasaran, mungkin kau salah orang. Maaf.” Wanita itu terlihat gelisah sekarang, mengetuk-ngetukkan jarinya di permukaan meja bar.
“Namaku Cho Kyuhyun.” ia mengulurkan tangannya.
“Err, yah—Chayoung.”
“Chayoung, ya, Chayoung. Kau pasti mengenalku kan?”
“Tidak. Permisi, bisa lebih cepat lagi birnya?” tanyanya ke si bartender.
“Tapi aku mengenalmu. Once upon a dream. Mimpi yang aneh, sih—kau sebagai anak SMA dan masa laluku sebagai, yah, artis. Aku bermimpi tentang kita dua kali. Setelah itu, aku jadi sering bermimpi tentang wajahmu. Apakah kau berpikir aku aneh?”
Wanita itu terkejut. Kemudian, ia tertawa, “Kau pedofil, tuan. Dan agak gila.”
“Tapi, kau serius tidak mengenaliku? Maksudku, aku lumayan terkenal dulu. Super Junior, yeah—begitulah.”
Wanita itu tersenyum sekarang. Menertawai kesalahannya karena berbohong tentang ketidaktahuannya. Di pojok bar, sesosok nenek tua yang berjaket hitam, menyerupai jubah dengan capuchon memperhatikan kejadian itu dengan seksama. Tugasnya telah selesai.
Dan poof—dia menghilang.
FIN, a real FIN this time
A/N : Terinspirasi dari satu cerita di Goosebumps XDD keabalan disebabkan karena bersikeras ingin posting di tanggal 22. Review? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar